XII

15.7K 2K 741
                                    

"SPOIL HIM"

***

▪︎ REXFORD WENDT MAXIMILIAN ▪︎

Setelah menenangkan Moya, proses kremasi kedua orangtua mate-ku ini akhirnya diselenggarakan. Tidak banyak yang menghadiri prosesi ini. Hanya sebagian warga, kedua orangtuaku, orangtua Freya, dan beberapa warga yang ada di Pack House. Oh! Jangan lupakan satu-satunya orang yang hadir dari keluarga Moya, Paman Anthony.

Di dalam pelukanku, Moya sudah berhenti terisak. Matanya sembab karena menangis semalaman. Rasa bersalah dengan cepat merasuki relung hatiku. Aku yang tidak membuat bond dengannya, mengantarkanku ke bagian dimana aku tidak bisa merasakan rasa sakit yang dia rasakan sekarang. Tapi secara kasar aku masih bisa mendapatkan gambaran rasa mengerikan itu karena Grey yang terus saja meringik kesakitan. Berbeda denganku, Grey bisa merasakan rasa sakit yang dipanggul oleh White sekarang.

Prosesi kremasi berjalan tanpa ada hambatan. Dua toples keramik kecil yang berisikan abu kedua orangtua Moya diserahkan padaku. Sementara orang yang ada di sisiku hanya bisa menatap dua toples itu kosong. Aku tidak akan mungkin meninggalkan Moya dalam keadaan terpukul seperti ini. Untung saja malam ini adalah malamku bersama Moya, aku akan memeluknya dan mengatakan bahwa dia tidak sendirian. Masih ada aku yang akan selalu berada di sisinya.

"Aku akan pergi ke kamar Moya sekarang," ujarku pada Freya yang menatap Moya kasihan. Ekspresinya menunjukkan seolah-olah dia sangat sedih dan merasa prihatin dengan Moya. Beginilah seharusnya seorang Luna, dia yang memiliki budi pekerti luhur dengan cara peduli pada rakyatnya.

" . . . baiklah." Aku pura-pura tidak mendengar nada keraguan dari Freya ini. Sedikit banyak, Werewolf adalah makhluk yang posesif. Melihatku bersama Moya, rasa posesif itu pasti terpicu dan sebenarnya dia tidak rela.

Di dalam pelukanku, Moya kugiring ke kamarnya. Aku kemudian membantunya untuk membersihkan diri. Pipinya aku belai beberapa kali karena masih ada jejak air mata menyakitkan bagiku di sana. Moya yang cantik, Moya yang malang. Moyaku yang kukasihi.

Tidak banyak kalimat yang bisa terbentuk saat ini, Moya lebih senang dengan sikap diam seribu bahasanya dan aku tidak ingin menjadi bajingan dengan mengganggu hal itu. Aku kemudian membantunya mengenakan piyamanya sebelum tidur. Tak lupa juga menyelimutinya, takut jika saja dia bisa kedinginan karena angin malam yang menembus ventilasi udara. Bukan Rex namaku jika aku tidak membawa pasanganku masuk ke dalam pelukanku sebelum tidur.

Setelah kepergian orangtua Moya, otomatis perhatianku tercurah lebih banyak untuknya. Bukan karena alasan aneh-aneh, aku bahkan sudah menjelaskan hal ini kepada Freya. Tentu saja aku tidak akan mendapatkan lampu hijau darinya karena keinginanku ini, tapi Moya masih sangat membutuhkanku. Dia hanya punya orangtuanya di dunia ini. Melihat dirinya yang tidak lagi memiliki orangtua, membuat intuisiku bekerja dengan mengatakan aku seharusnya berada di sisinya untuk beberapa saat. Jangan sampai penyakit akal menimpanya dan aku mungkin saja akan menyesal seumur hidupku.

Di taman belakang Pack House, aku sudah menyuruh Frans membawa beberapa berkas untuk kubaca dan periksa ke tempat ini. Aku duduk tidak jauh dari Moya yang sedang belajar sesuatu dari Ibu. Moya awalnya tidak tinggal di Pack House, jadi dia masih membutuhkan bimbingan yang banyak guna membantu tugas kelunaan Freya di masa depan.

"Rex, kemarilah." Suara Ibuku seketika membuyarkan lamunanku. Tanpa banyak ba-bi-bu, aku segera mendekati mereka dan menatap Moya yang terlihat sangat gugup sekarang. Menempatkan diriku tepat di sebelah Moya, tiba-tiba tubuhnya menjadi sedikit tegak.

"Ada apa, Ibu?" tanyaku pada Ibu tanpa menatapnya, tapi mataku menatap Moya dan merapikan beberapa helai rambutnya yang menutupi mata.

"Jika seandainya di Pack ini terjadi suatu wabah mengerikan yang dimana wabah itu bisa menular hanya dengan sentuhan, apa yang akan kau lakukan?"

ErosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang