XLII

10.4K 1.4K 104
                                    

"TO THE MOON AND BACK"

***

▪︎MOYRA VALENCE SYLVAIN▪︎

Ketika aku membuka mataku di pagi hari dan melihat ke sekeliling ruangan, mataku tak mampu menyapa sosok yang biasanya masih belum bangun jam segini. Pandanganku kemudian kuarahkan ke jendela yang sudah terbuka lebar, siang benar-benar sudah menunjukkan kejayaannya di sana. Matahari seolah tak ingin kalah dengan serbuan awan yang bergerombol, mengesahkan keperkasaanya dengan sinar hangat yang berpencar.

"Tidak biasanya aku bangun sesiang ini," gumamku sendiri pada suasana kosong yang entah mengapa tetap membuatku hangat. Ketika aku mengingat jika aku membagi kamar ini dengan sosok yang kukasihi membuat dadaku penuh dan sesak akan perasaan bahagia.

"Rex," panggilku mencoba. Nihil. Pria itu benar-benar tidak ada di kamar.

Untuk beberapa saat, aku membiarkan tubuhku tetap berada di bawah selimut dan berbaring menikmati pemandangan dari jendela. Membiarkan sinar mentari menghangatkan tubuhku sedikit lebih lama. Huh, pribadi yang sangat malas.

Awalnya aku berniat untuk berbaring beberapa menit saja, akan tetapi sepertinya aku berbaring sedikit lebih lama dari yang kuperkirakan karena aku mendengar anak-anakku bergemuruh datang dari koridor luar. Lupakan Red dan Zoey yang mungkin masih bergelung di dalam dekapan kakek dan nenek mereka. Ayah dan ibu yang justru memiliki inisiatif untuk merawat Red dan Zoey karena jika aku yang merawat mereka, pasti aku akan membawa mereka bekerja bersamaku di ruangan Luna. Mereka tidak ingin membiarkan Red dan Zoey tumbuh di suasana yang melelahkan seperti itu.

"Ayaaah!" teriak Kai panjang. Tangan-tangan kecil menggedor pintu yang sebenarnya tidak terkunci, hanya saja tangan anak-anakku masih terlalu pendek untuk meraih grendel pintu. "Ada tamu!"

"Tamu siapa?" tanyaku sembari bangun dari tempat tidur. Kuambil jubah yang tergantung di dekat tempat tidur dan segera mengenakannya.

"Phoenix dan Phoebe!" jawab Kai masih berteriak.

Tanganku segera membuka pintu yang menghubungkan kamarku dengan koridor. Betapa terkejutnya aku ketika melihat Kai, Phoenix, dan Phoebe menatapku cepat. Mereka bertiga segera memeluk kakiku seolah-olah tidak ingin ada yang ketinggalan. "Oh. Biarkan Ayah melihat wajah tamu Ayah," ujarku sembari melepaskan pelukan mereka sebelum aksi itu mengakibatkan perkelahian kecil diantara para saudara ini. "Hm, Phoenix masih sangat tampan seperti Ayah!" Aku memegang wajah Phoenix dan berakting seolah-olah aku sedang menilai mereka.

Selepas dari Phoenix, aku segera menyentuh Phoebe dan berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Phoebe juga masih sangat indah seperti Ayah!" Kedua kalimat yang kukatakan mengundang senyuman cerah dari si kembar. Mereka segera berlari dan masuk ke dalam pelukanku.

"Kai? Kai bagaimana?" tanya Kai sambil menunjukkan ekspresi penasaran.

Aku tidak tahu dimana Kai baru saja bermain karena dia kotor sekali. "Kai jelek! Kotor dan bau." Aku menutup hidungku seolah aku bisa mencium bau Kai, padahal entah kenapa akhir-akhir ini indera penciumanku sedikit terganggu dan aku sulit membau hal yang tidak berada dekat denganku.

"Huh! Kai mau ke Daddy saja. Daddy pasti bilang Kai yang terbaik! Yang paling tampan." Kai melipat tangannya di depan dada dan mencebikkan bibirnya ke depan. "Ayo, Phoenix dan Phoebe. Kita ke Daddy, siapa tahu Daddy akan memberikan kita coklat lagi "

Kai ini hatinya sekuat baja, apapun yang kukatakan untuk membuatnya marah padaku, tidak ada satu pun yang berhasil. Aku ingin membuatnya marah sehingga aku bisa mengatakan, "tidak, Kai tidak nakal. Kai anak yang pintar. Kai juga tidak kotor dan bau. Sini peluk Ayah."

ErosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang