Perubahan Perubahan Itu ( tiga )

11 1 0
                                    

~ Freya ~

Sudah lima hari aku belum bertemu Moses. Moses bilang, dia terlalu sibuk memimpin rapat rapat OSIS menjelang hari H pensi yang akan dirayakan minggu ini. Selain itu, dia juga sibuk latihan untuk lomba debat antar provinsi.

Aku pasrah.

Untungnya, hari ini moses punya waktu luang, setengah hari penuh khusus untukku. Sepulang sekolah, kami berdua duduk diteras rumahku, Moses masih dalam setelan putih abu abunya yang putih bersih dan badge ketua OSIS melekat dibagian saku.
Pacaran dengan Moses seperti berteman dengan ketua kelas yang perhatiannya lebih tercurah pada urusan sekolah.

Oh ya, ada satu hal lagi. Aku belum pernah dicium Moses.

Gia selalu mendesak aku untuk membuat kontak pertama. Asal tahu aja, Gia dan Adrian adalah penganut sejati public displays of affection. Keduanya sering tertangkap sedang sembunyi sembunyi berpelukan dibalik tangga. Sementara Moses dia bahkan jarang memegang tanganku. Bentuk perhatiannya adalah diskusi serius mengenai masa depan, membawakan barang barangku, dan membukakan pintu. Satu tahun lalu, hal hal tersebut memang cukup manis. Sekarang, hatiku rasanya menawar.
Pengakuan : aku bosan. Aku jenuh.

" Freya " Suara Moses yang berat memecahkan keheningan.
" Mmmm " Aku menyahut sambil tetap membolak balik halaman majalah.
" Laper, bikin mie instan, yuk "
Aku mendongak dan menangkap pandangan Moses yang setengah tersenyum. Aku balas tersenyum " Yuk ".

Kami berjalan ke dapur. Kami memasak dalam hening. Kalau boleh jujur, aku ingin sedikit kehangatan percakapan di tengah aktivitas yang seharusnya punya potensi untuk menjadi momen romantis walau hanya memasak mie instan.

Setalah beberapa menit yang terasa sangat lambat, akhirnya Moses bicara      " Kemaren sabtu waktu ke cafe, kamu dijemput sama Adrian? "
" Iya, bukannya waktu itu dia udah bilang sama kamu? "
Moses mengangguk " Nggak bosen sama Adrian? "
Aku terkekeh, tahu bahwa Moses hanya khawatir sifat antisosial ku muncul. Enggan berinteraksi dengan orang lain, malas bicara, hanya diam.

" Nggak kok, malah kita ngobrol cukup seru. Ternyata, aku bisa juga ngobrol seru dengan orang lain selain Gia, kamu, dan Erik ".
Moses tersenyum tipis " Kata Adrian, kamu orangnya kocak juga "
" Adrian bilang begitu? "
" Yaah.. Ucapan sebenarnya adalah, cewe lo keren juga, Mos. Dia suka linkin'park, dia suka komik silat kacangan, dan yang gue tau, dia sama sekali nggak freak kayak yang orang orang bilang "  Moses meniru gaya bicara Adrian, dengan ekspresi yang dibuat buat.

" Padahal kan sebenarnya.. "
" Hus ".
Moses paling tidak suka kalau aku merasa terintimidasi seperti itu. Padahal, kan memang gitu apa adanya. Banyak orang yang menganggap aku aneh karna sulit diajak bicara.

Entah ada angin apa, Moses meraih kepalaku dan merengkuh nya dalam pelukan longgar. Katanya " Jangan merendahkan diri sendiri. Kamu bukan seperti apa yang orang lain bilang. Kamu adalah kamu. "
Aku terhenyak lalu mengangguk. " Aku tahu kok ".
Pelukan dilepas. Sebelum melangkah pergi, ia berbalik dan berkata, pelan, tapi jelas, " Aku sayang kamu "
Kali ini aku hanya membalasnya dengan tersenyum.

~ Adrian ~

Belakangan ini, gue ngerasa makin sering bohong sama Gia. Bukan bohong besar kayak selingkuh dibelakangnya. Justru bohong bohong kecil yang muncul, dan ironisnya bohong itu sekali sebut, lalu dilupakan.

Seperti semalam misalnya, gue nge jemput dia dari sanggar lukis, begitu masuk Gia langsung bilang tanpa perlu mengendus " Abis ngerokok, ya? "
Gue memang merokok, lagi. Dan Gia benci itu. Sementara gue benci kenapa nggak diperbolehkan lari ke rokok setiap kali butuh refreshing. Namun, lagi lagi gue memilih untuk berbohong " Tadi Adit numpang pulang, terus dia ngerokok ".
Setiap Gia ngajak gue ke distro, gue ikut. Gia mau nonton di cinema baru, gue mengiyakan. Teman teman mau pesta gila gila an di diskotik, ayuk aja. Namun, entah kenapa gue mulai bosan dengan semua itu.
Gue pengen sendirian.

Kenapa sih gue harus bohong? Suara hati kecil gue ketus bertanya.
Gue sayang Gia, sayang, sampai nggak mau melihat dia sedih. Sayang, sampai merasa harus berbohong, supaya nggak ada pihak yang terluka.

Mungkin gue lagi depresi. Ha! Sejak kapan Adrian Santoso bisa depresi.
Dan, gue pun masih mengucapkan bohong bohong kecil yang selanjutnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

REMEMBER WHENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang