30 - PALDU PEMBATAS

10.2K 852 25
                                        

30 – PALDU PEMBATAS

Sakit itu, ketika hatimu dikhianati oleh kamu sendiri.

▫️▫️▫️

LANGIT MALAM tampak cerah. Awan putih yang gelap bergelung samar menutupi sabitnya bulan. Cahaya candra itu mengintip remang di balik awan yang menyungkupnya. Sehingga tampak lamat ada sesuatu yang indah di balik gegana. Bulan yang tertutupi awan menjadi pemandangan indah yang menghiasi gulitanya malam. 

Levi duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan meja belajar yang terletak di sudut kamar. Tangannya memegang benda cantik berbahan emas putih. Benda yang beberapa hari ini tidak lagi melingkar di lehernya. Ia mengamati kalung dengan liontin tangga nada itu. Pemikirannya penuh dengan kenangan ketika ia melihat kalung ini. Sesaat ia tersenyum getir.  Gadis itu hanyut dalam lamunan. Sampai ia tidak sadari, sang ibu memperhatikannya dari arah pintu. Raina ingin mengatakan sesuatu kepada putrinya. Namun Raina mengurungkan niatan itu ketika melihat anaknya yang seperti sedang banyak pikiran. Raina tahu apa penyebab murungnya Levi. Maka Raina memutuskan untuk menutup kembali pintu kamar Levi tanpa sang anak ketahui. 

Pikiran Levi masih menyangkut semua kenangan indah yang sempat tercipta di antara ia dan Gerald. “Kenapa lo sepenting ini di hati gue, Gerald?” Menggeleng pelan, Levi memasukkan kembali kalung itu di tempat semula, di dalam kotak, kemudian meletakkannya kembali di laci meja. Fokus perhatiannya berpindah pada frame foto yang terletak di atas meja belajar. Ia mengambil foto itu, lalu meletakkan foto tersebut tepat di depan matanya.

“Ada seseorang yang sangat mirip dengan kamu, sampai aku mengira kalau orang itu adalah kamu. Tapi …. itu nggak mungkin, kan?” Levi menarik napasnya, tersenyum kecil. “Aku percaya, suatu hari nanti kita pasti akan ketemu lagi, Ge.…” Nyatanya dalam suasana hati apa pun, anak laki-laki yang ada di dalam foto itu masih menjadi orang pertama yang paling ingin Levi temui. Mereka tidak tahu saja, betapa dekatnya mereka saat ini. Paldu pembatas itu belum direstui oleh semesta untuk dipecahkan.

Tersenyum tipis seraya memandangi foto itu sekali lagi, fokus Levi teralihkan ketika ponsel yang ada dekat dengan dirinya berdering. Deringan singkat yang menandakan ada chat yang masuk dari aplikasi dengan simbol telephone berwarna hijau. Levi mengusap layar ponsel. Baru saja layar itu terbuka secara otomatis—karena tidak terdapat pola ataupun sandi khusus yang menguncinya. Matanya membulat seketika. Tidak percaya kalau dia yang mengirim pesan ini. 

Levi menggelengkan kepalanya. Berusaha mengenyahkan pikiran bodohnya barusan. Mungkin saja orang ini salah kirim. Bisa saja, bukan? Maka Levi memilih untuk mengabaikan pesan tersebut. Pesan yang berasal dari laki-laki yang telah sukses mengambil seluruh isi hatinya.

Gerald: I miss you....

***

Lapangan outdoor DES yang dikenal luas kini dipenuhi oleh jejeran stand yang berderet rapi di sepanjang pinggiran lapangan, sehingga membentuk persegi. Deretan dengan berbagai macam tema yang berhubungan dengan nusantara. Festival yang telah direncanakan akan berlangsung selama lima hari ini pun begitu ramai. Karena bukan hanya murid dari DES saja yang bisa masuk, tetapi sekolah lain juga bisa masuk untuk melihat-lihat pajangan yang mereka pamerkan dan jual. Tentu saja setelah membeli tiket terlebih dahulu.

“Huft .… capek gue….” Desahan lelah itu keluar dari mulut Davina. Gadis itu sudah duduk di bangku dengan salah satu tangannya menyanggah di atas meja.

D E T A KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang