hereabouts
Tidak butuh waktu lama bagiku dan Hala untuk tiba di sekolah Rachita. Sekolah Menengah Atas Negeri di daerah Jakarta Selatan yang menjadi tempatku, Hala, dan Partha menimba ilmu dahulu. Aku sedikit melihat-lihat bangunannya tanpa turun dari mobil. Tidak banyak juga yang berubah. Hanya tembok-tembok yang dicat ulang (dan masih menggunakan warna yang sama seperti dulu) dan pepohonan besar yang sudah ditebang. Namun beberapa pohon juga masih bertahan ditempatnya, seperti salah satu pohon yang menjadi tempatku dan Hala pertama kali berkenalan kala itu. Menatap sekolah ini ternyata mampu membawa begitu banyak kenangan kembali ke dalam benakku.
Suara ketukan di kaca mobil Hala mengejutkanku. Kulihat Rachita dengan tasnya serta wajah muramnya sedang menunggu pintu untuk dibuka. Hala membuka kunci dan Rachita langsung masuk dan menutup pintunya kembali.
"Lama banget sih, kak. Tadi hampir ditegor sama Bu Nada," Hala hanya menggumam tak jelas sambil fokus mengeluarkan mobil dari parkiran yang terletak di bagian halaman sekolah. Aku memutuskan untuk menjawab pertanyaan Rachita. "Tadi lumayan macet dari bandara. Kamu sendiri, ditegor sama Bu Nada kenapa?" Rachita mendengus kesal, "Biasa, kak. Tau sendiri Bu Nada suka minta-minta tolong ini-itu ke anak-anak yang belum pulang. Temenku tadi dimintain tolong beli bakso Mang Udin 10 porsi buat guru-guru, untung aku keburu liat mobil Kak Hala," aku tertawa sejenak. Jadi teringat saat-saat aku dan Hala berusaha menghindari guru-guru setelah jam sekolah usai. Lucu juga kalau dipikir-pikir.
"Gue jadi inget, pernah kabur-kaburan sama Mita cuma buat ngehindarin guru-guru. Eh malah ketabrak sama kakel basket yang terkenalnya kebangetan," aku tertawa kecil, "Tapi turns out kalo kakel itu malah jadi sahabat kita juga, 'kan?" dan Hala mengangguk pasti. "Oh, jadi Kak Partha dulu anak basket?" pertanyaan Rachita kujawab oleh gumam pelan, "Iya. Dulu Partha anak basket, terkenal juga soalnya ikut OSIS. Terkenal galak juga kok ke adek kelas, tapi Hala malah berani banget waktu itu." Rachita tertawa sejenak dan menjawab, "Kak Hala mah nggak ada takutnya. Malah aku bingung, kok bisa Kak Partha nggak ilfeel sama Kak Hala waktu itu," yang disambut oleh rusuhnya Hala yang berusaha mencubit Rachita dari kursi kemudi. Aku hanya bisa tertawa sambil panik sendiri mengingatkan Hala kalau ia sedang menyetir mobil.
Sepertinya hari ini akan berjalan sangat panjang dengan keberadaan mereka berdua disisiku.
───
Kami tiba di mall di daerah Jakarta Selatan pukul setengah 4 pas. Baru saja aku menapakkan kaki di lobby, Hala dan Rachita sudah ribut sendiri menentukan restoran mana yang akan kami pilih mengingat kami yang belum makan siang. Pada akhirnya, aku hanya bisa melerai mereka perlahan dan memutuskan untuk makan di food court agar mereka berdua bisa bebas menentukan makanan yang ingin mereka santap.
"Terserah mau beli apa aja, tapi makannya di food court bareng-bareng." kataku yang bagai ultimatum bagi mereka berdua yang disambut oleh anggukan terpaksa mereka.
Aku memilihkan tempat duduk disaat Hala memilih untuk menghampiri restoran seafood dan Rachita memilih restoran japanese food. Aku memilih untuk mengecek telepon genggamku untuk mengisi waktu luang, sambil menunggu mereka selesai dengan pesanannya. Aku mendapat notifikasi email dari pihak editor yang berisi bahwa mereka sudah menerima revisiku dan meloloskannya. Aku tidak tau harus merasa senang atau sedih karena itu artinya aku harus segera mengerjakan bab akhir dari ceritaku ini. Aku senang karena akhirnya aku bisa merampungkan ini semua, namun aku juga merasa ragu apakah aku bisa segera menemukan akhir yang tepat untuk cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] hereabouts
Roman pour Adolescents❝she only writes about a guy in her imagination. except, now she sees him everywhere.❞ ©2020, younghyunsolo