BOECIN-17

992 115 15
                                    

Sampai di sekolah pun, Boecin masih penasaran untuk apa Ara beli kertas kado. Kalaupun Biun yang ulang tahun, pasti Boecin juga tau. Pasti sekelas Ara ribut bahas itu atau sekedar ngasih ucapan sederhana ke Biun.

Nyatanya, Boecin masih di kelas Ara yang udah mulai ramai. Tapi nggak satu orang pun mendekati Biun dan ngucapin 'Selamat ulang tahun'.

Sepeka-pekanya orang adalah Biun. Dia minjemin kursinya untuk Boecin duduk di sebelah Ara. Walaupun dari tadi dicuekin--Ara lebih milih main hpnya--tapi Boecin setia duduk di sana tanpa mengeluh atau protes sedikitpun.

Jangankan duduk, nungguin Ara peduli aja Boecin siap.

"Ara, temen kamu siapa yang ulang tahun?"

"Hm?" Ara bergumam, tapi matanya bener-bener nggak mau fokus dulu ke Boecin.

"Siapa yang ulang tahun?" ulang Boecin.

Beberapa detik Ara nggak jawab dan Boecin memilih diam sambil menghela napas lelah. Jam dinding yang sempat Boecin lirik menunjukan bahwa sebentar lagi masuk. Tapi, walaupun dicuekin Boecin kayak nggak mau ngangkat dirinya dari kursi Biun. Masih pengin lama-lama duduk di sebelah Ara.

"Kalau ada pesta ulang tahunya, mau aku anterin?" tawar Boecin.

"Hm?" Lagi-lagi, Ara bergumam saja. Dia cuma nanggepin dan nggak benar-benar peduli kalau di deketnya ada Boecin.

Boecin menoleh ke belakang, bertatapan sama Biun yang sedetiknya langsung mengalihkan muka. Kayaknya, Biun ngelihtin Boecin terus.

"Aku anterin mau nggak?"

"Apa sih, Cin. Lo nggak lihat gue lagi nyari gaun lo berisik banget!" kesal Ara membuat Boecin diam.

"Maaf," cicit Boecin akhirnya.

"Kalau gitu aku ke kelas ya. Nanti kalau pulangnya cepetan kamu, ke kelas aku aja. Kalau duluan aku, aku yang nungguin di depan pintu."

"Hm."

Boecin bangkit dari duduknya. "Makasih Biun," ucapnya. Biun mengangguk.

Langkah Boecin kayak orang nggak makan sepuluh tahun. Lemes.

Kayaknya, dia nggak akan bisa sama Ara.  Boecin bukan jodoh Ara. Bisa dilihat kan, seberapa kuat usaha Boecin, Ara tetep sama. Nggak pernah ngehargain Boecin. Sesudah ataupun sebelum jadi pacar.

Kurangnya Boecin apa?

Apa perlu, dia nggak usah jadi cowok bucin. Cuekin Ara dan masa bodoh?

Tapi Boecin nggak bisa. Selama ini dia selalu baik-baik aja kalau Ara cuek, itupun alasannya karena dulu Boecin belum jadi cowoknya Ara. Sekarang udah berubah kan, sekarang Ara pacarnya. Dia pacar Ara.

Masa Ara tega memperlakukan Boecin sama aja.

Boecin masuk ke dalam kelasnya. Benar-benar lagi nggak mood ngebacot. Tatapan temen-temen dan bisik-bisikan temen kelasnya tentang keanehan Boecin terlihat dan terdengar jelas.

"Lo sakit?" tanya temen cewek Boecin yang kebetulan lewat karena mau buang sampah. Boecin gelengin kepala.

"Nggak sakit, pindah lo sebelum gue gigit."

"Serem amat lo bjir!" Temen ceweknya itu langsung pergi.

Boecin nggak tau harus apa, harus bagaimana menghadapi Ara.

Apa harus Boecin nikahin Ara?

Nggak mungkin, pacaran aja Boecin nggak dianggep apalagi nikah, pasti nggak mau.

Kayaknya, memang Ara suka sama orang lain. Ada yang Ara sembunyiin.

***

"Kok lo tega sih, sama Boecin?!!"

"Apaan sih, lo Biun lebay banget deh. Gue kan emang selalu gitu sama Boecin."

Biun, mencomot bakwan yang dibeli Ara dari kantin beberapa menit yang lalu.

"Ya tapi kan, lo nggak boleh gitu Ra. Kalau lo suka bilang suka, kalau nggak jangan bilang suka." Biun menggigit bakwannya.

"Gue cuma mau nyenengin Boecin."

Biun melotot. "Lo pikir, dengan lo gituin Boecin dia bakal seneng?"

"Iya. Kan dia seneng kalau pacaran sama gue," jawab Ara enteng. Seakan-akan perkataannya itu nggak salah sama sekali.

"Goblok lo. Lo bilang suka ke orang tapi sebenarnya lo nggak suka, sama aja lo nyiksa perasaan lo dan mainin perasaan Boecin. Okelah gue paham kalau lo nggak tersiksa karena lo cuma main-main. Tapi Boecin? Lo nggak tau kam gimana peduli nya dia sama lo?!"

"Kalau lo suka deketin aja Bi."

Biun mendengkus. "Masalahnya bukan itu, ini tentang lo dan Boecin. Gue sih nggak suka sama Boecin bukan tipe gue."

"Iya-iya," jawab Ara malas-malasan.

"Kalau lo nggak bisa hargai Boecin sebagai cowok lo. Hargai dia sebagai manusia Ra."

Ara menatap Biun lama. Biun terlalu banyak bicara, tapi setiap katanya mampu menusuk relungnya.

***

Kalian komen, vote dan share ya :)

Boecin Bagaskara (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang