Mungkin, Ara memang belum mencintainya. Kadang, seseorang perlu terbiasa dulu supaya bisa mencintai orang itu secara perlahan. Kita juga harus tau, segala sesuatu butuh proses. Bahkan kupu-kupu yang indah, nggak langsung jadi kupu-kupu, kan. Dia bermetamorfosis lebih dulu.
Boecin rasa, Ara memang masih butuh waktu. Untuk mencintainya. Setidaknya, Boecin menargetkan selama beberapa minggu. Kalau tetap sama, maka Boecin aja yang akan mundur. Secara perlahan.
Dalam hidup, atau lebih tepatnya dalam hubungannya dengan Ara. Boecin nggak butuh ditunjukan kepublik. Tidak butuh dipamerkan. Dia cuma butuh, perasaannya terbalaskan.
Pagi ini, sambil menggunakan seragam sekolahnya. Boecin terus-terusan mikirin hubungannya dengan Ara. Sampai sekarang nggak ada yang berubah. Ara tetap biasa aja. Cuma, sekarang cewek itu udah mau ngobrol lebih lama. Setidaknya itu yang harus Boecin syukuri.
Sampai sekarang, Boecin nggak tau di mana Epie. Boecin kira, semalam Epie bakal kembali ke rumahnya. Tapi, temennya itu malah nggak ada di rumah. Nomornya, Boecin hubungi terus. Tapi nggak di jawab dan pada akhirnya nggak di angkat.
Sekarang Boecin merasa bersalah. Bukan karena lebih milih Ara. Bukan. Tapi, karen semenjak ego Boecin tinggi banget dan dia terlalu ambisi buat dapetin Ara. Akhirnya, Boecin kehilangan persahabatannya sama Epie. Dia menyesal. Tapi Boecin nggak bisa apa-apa.
Nggak bisa ninggalin siapa-siapa. Baik Ara maupun Epie. Mereka berdua kayak warna. Kalau mereka bersatu pasti indah. Kayak pelangi. Tapi, sampai sekarang Boecin tau. Ara dan Epie nggak bisa cocok.
Selesai memakai sepatu, Boecin langsung ke mobilnya. Nggak sarapan dan males sarapan di pagi-pagi begini. Sekarang tujuannya adalah Ara. Soalnya ceweknya itu udah ngechat subuh tadi. Minta di jemput.
Lagi-lagi karena perintah Ara. Boecin jadi menunda buat nyari Epi. Meski terkesan masa bodoh, tapi dia selalu kepikiran. Belum lagi nanti kalau orang tua Epie nanyain cewek itu. Harus jawab apa Boecin? Bagaimana kalau ternyata Epie hilang?!
Boecin harus buru-buru sebelum Ara marah. Katanya pagi ini, Ara mau di anterin ke toko perlengkapan sekolah.
Semalam katanya Ara ketiduran. Cewek itu jelasin ke Boecin lewat chat. Dan, Boecin nggak bisa apa-apa selain menerima maaf Ara. Boecin terlalu cinta. Jadi apapun yang Ara lakuin semua termaafkan.
***
"Boecin," panggil Ara.
"Apa, Ara?" tanya Boecin setelah menoleh.
"Menurut kamu bagusan yang mana pulpennya?" Ara nunjukin dua pulpen dengan bentuk yang sama tapi beda motif.
"Yang ini, Ra. Lebih bagus," jawabnya jujur. Boecin lebih pulpen dengan karakter khas cewek. Warnanya juga lebih dominan pink. Jadi, pasti Ara juga setuju.
"Masa sih, menurut aku bagusan yang biru."
"Iya, yang biru juga bagus, kok." Boecin nurut-nurut aja. Terserah Ara aja. Mau yang biru atau yang pink. Yang terpenting, mereka nggak berantem cuma gara-gara dua pulpen itu. Jangan sampai, semoga.
"Tapi, kalau kamu bingung beli dua-duanya aja." Inisiatif Boecin sebelum berakhir debat sama Ara. Boecin tau, sinyal-sinyal percekcokan singkat pasti akan segera muncul.
"Tapi, uang aku gak cukup. Satu pulpen aja dua puluh ribu. Belum lagi aku mau beli kertas kado," sedih Ara.
"Kertas kado buat apa?"
"Anu, ulang tahun temen aku."
"Temen kamu, siapa?"
"Ada pokoknya," jawab Ara. Tapi, cewek itu terlihat gugup dan Boecin tau kalau Ara pasti bohong.
"Kamu sebutin apa aja yang pengen kamu beli. Biar Mbaknya yang ambilin. Nanti aku yang bayar," putus Boecin. Lagian duit banyak buat apa kalau dia nggak bisa manjai pacarnya.
Ara kelihatan nggak percaya. Atai lebih tepatnya nggak nyangka. "Kamu beneran?" tanyanya memastikan.
"Iya aku beneran," jawab Boecin sambil tersenyum.
"Makasih Boecin!" Ara meluk Boecin tiba-tiba. Nggak ada rasa lain selain bahagia yang Boecin rasain. Dipeluk Ara, selalu ada di mimpinya. Tapi sekarang, nyata. Tangan Boecin ngusap rambut Ara lembut. Masa bodoh sama Mbak penjaga toko yang lihat. Kalau cemburu, suruh pelukan aja sama pilar.
Setelah melepas pelukannya. Ara langsung menyebutkan semua perlengkapan tulis yang mau dibeli oleh Ara. Banyak juga setelah di sebutin semua. Tapi, uang Boecin nggak akan habis cuma buat bayar gituan.
"Udah?" tanya Boecin dan Ara mengangguk. Senyumnya merekah dan Boecin semakin seneng ngelihatnya.
Apa Boecin harus ngelakuin hal gitu terus, supaya Ara seneng? Supaya Ara seakan-akan menganggap Boecin ada? Diperlakukan layaknya pacar.
***
HAI, BOECIN IS BACK!Terimakasih kepada kalian yang sudah meramaikan cerita ini, sudah meninggalkan jejak juga.
Tetap tinggalkan jejak di cerita ini ya! Vote dan komentar kalian tentunya!
Komentar dan Vote sangat berpengaruh untuk kelanjutan cerita ini...
Follow saya Zaynriz yaaaaa!
Dan, ig saya : rizkamursinta31See you next!
Best regards
Zaynriz
KAMU SEDANG MEMBACA
Boecin Bagaskara (Tamat)
Short Story[ A SHORT STORY Bertema TEENFICTION ] Cowok Bucin ada? Ada kok. Cerita ini mengisahkan kebucinan seorang Boecin pada gadis bernama Ara. Ara yang memang tidak suka pada cowok bucin tentu berusaha menjahui Boecin sebisa yang ia bisa. Tapi, sayangnya...