BOECIN-18

982 117 8
                                    

"Kamu yakin nggak mau aku anter balik?" Boecin baru akan memutar kontak mobilnya, tapi Ara nahan tangannya dan dia bilang nggak jadi pulang sama Boecin. Si Boecin auto melongo lah, gimana bisa Ara ngomong gitu saat dia udah ada di dalam mobilnya. Udah duduk rapi malah, nah dia malah mau balik sendiri.

Boecin kecewa, dia selalu pengen balik sama Ara.

"Yakin, kamu pulang sendiri aja ya?" Ara sibuk ngobok-obok tasnya dari tadi entah apa yang dia cari.

"Kamu mau pulang sama siapa emangnya? Aku anter aja deh, ya?" bujuknya lagi. Tapi si Ara geleng sambil masih ngobok tasnya.

"Kamu nyari apa sih?" heran Boecin, mencoba mendekat untuk membantu Ara.

"Ini, aku nyari dompet aku di mana, ya."

Kening Boecin mengkerut. "Dompet, buat apa?"

Ara menyerah mencari dompetnya, dia menoleh ke Boecin. "Aku mau beli gaun," katanya.

"Gaun buat apa? Apa kamu mau datang ke acara ulang tahun?" tebak Boecin, Ara mengangguk pelan. "Ulang tahun siapa?" tanya Boecin lagi, penasaran.

"Ulang tahun temen, kenapa?" Ara malah balik tanya, seolah-olah Boecin gak boleh nanya-nanya.

"Nggak pa-pa. Kamu mau beli gaun di mana? Ayok aku anterin."

"Ya percuma kalau anter doang, orang aku juga gak bawa uangnya," sahut Ara, dia menutup resleting tasnya.

"Aku yang bayarin. Tapi kamu pulang sama aku, ya?"

Kedua mata Ara berbinar. "Beneran kamu yang mau bayarin?" tanya Ara terdengar seneng banget.

Boecin mengangguk sambil tersenyum. "Tapi kamu mau kan pulang sama aku?"

"Iya, yaudah ayok jalan, aku tunjukin tokonya," kata Ara semangat sekali.

***
Boecin setia nungguin ara pilih-pilih gaun. Padahal waktu di mobil Ara katanya udah nentuin gaun mana yang bakal dia beli. Tapi sampai di tokonya, Ara kalap dan malah milih-milih lagi. Boecin sih nggak masalah Ara mau beli berapa banyak, cuma dia nggak bisa nunggu lama lagi. Dia mau nyari Epie setelah ini.

Kalau Epie beneran ilang gimana? Dia juga nggak mau sampai orang tua Epie marah sama dia.

"Boecin!" panggil Ara, melambaikan tangan.

Boecin langsung berdiri dan mendekat. Dia tau, pasti Ara mau tanya gaun mana yang cocok untuk dia pakai.

"Mana yang bagus, merah atau pink?" katanya.

Boecin nggak mau repot, dia juga nggak bisa milih warna yang bagus. Menurutnya semua sih bagus. "Semuanya bagus. Kalau kamu mau kamu ambil aja dua-duanya," jawab Boecin, nggak mau ribet. Kalau ada yang simpel kenapa harus ribet sih.

"Beneran?" tanya Ara nggak percaya. Boecin ngangguk. Padahal, Ara udah pilih 3 baju dari tadi, dia masih mau nambah lagi. Bukan masalah uang sih, tapi kok Ara kalap banget sih, semuanya mau dibeli. Kalau cuma buat baju acara ulang tahun harusnya satu juga udah cukup. Apa dia mau ganti baju setiap sejam sekali? Memangnya siapa sih yang ulang tahun sampai Ara sebegitu nya?

"Ara," panggil Boecin, Ara yang lagi milih-milih langsung noleh.

"Siapa sih yang ulang tahun?" Boecin masih penasaran.

"Nanti kamu juga bakal tau," jawab Ara.

"Kok nanti? Maksud kamu apa?"

"Udah ah, ayo ke kasir bayar ini. Kamu yang bayar kan?" Ara membawa baju-baju yang dipilihnya ke kasir, Boecin ngekor di belakang Ara sambil mengeluarkan kartunya.

"Totalnya sembilan juta, Mbak," kata perempuan penjaga kasir.

Ara memelotot. "Gak salah hitung Mbak? Kok mahal banget sih?!"

"Udah, berapa Mbak?" tanya Boecin lagi. Dia nggak mau kalau Ara sampai ngamuk dan berantem sama Mbak kasirnya.

"Sembilan juta delapan ratus dua ribu," katanya lagi lebih detail.

Boecin langsung menyodorkan kartu miliknya. Ara masih kesal karena nggak nyangka harganya akan semahal itu. Ya gimana nggak mahal, Ara beli lima baju sekaligus. Ini bukan toko biasa, di sini semua pakaiannya bermerk.

"Yaudah ayo pulang," ajak Boecin setelah selesai membayar dan membawa belanjaan Ara. Ia berusaha meraih tangan Ara dan mau dia genggam, tapi Ara langsung narik tangannya.

Boecin menghela napas, Ara jalan duluan dan berdiri di dekat mobil Boecin.

"Siniin baju aku," kata Ara.

"Taroh aja di dalam mobil."

Ara menggeleng. "Nggak, aku nggak pulang sama kamu," kata Ara.

Boecin kaget dong, apa maksud Ara? Kan tadi dia udah bilang bakal pulang bareng? Tapi kok omongan dia sekrang beda lagi.

"Nah, itu jemputan aku." Ara menunjuk seorang laki-laki yang mengendarai motor sport bewarna merah.

Tanpa sadar, Boecin mengepalkan tangannya kuat-kuat. Kenapa bisa-bisanya Ara milih pulang sama cowok lain setelah dia udah janji pulang bareng?

"Ara kamu kenapa sih? Kamu kan udah janji pulang sama aku? Aku juga udah beliin kamu baju kan?"

"Oh, kamu gak ikhlas?" tukas Ara.

Boecin menggeleng, bukan masalah itunya yang bikin Boecin kecewa. Lebih kepada, kenapa Ara bisa setega itu manfaatin dia dan bohong sama dia. Lebih lagi, Ara malah pilih pulang sama cowok lain. Apa Ara pikir itu nggak sakit?

"Kamu kenapa sih Ra? Apa kamu terima aku cuma buat pelampiasan kamu aja atau gimana? Ara, kalau kamu memang nggak suka sama aku ngomong jangan pura-pura suka dan kamu maksa diri kamu! Itu sama aja kamu ngelukai perasaanku Ra!" Boecin sampai membentak. Tapi Ara kelihatan biasa aja.

"Kamu mirip banget sama Biun," jawab Ara.

"Ra, jelasin siapa dia?!" Boecin menunjuk laki-laki yang masih duduk di atas motor tapi helmnya udah dibuka. Kalau dilihat, dia memang ganteng.

"Kamu gak perlu tau."

"AKU PERLU TAU RA! KAMU PACAR AKU!" bentak Boecin, dia udah kepalang emosi.

"Hei, apa-apaan lo? Kenapa lo bentak-bentak cewek gue?" Cowok yang di atas motor tadi menghampiri Boecin.

"Apa lo bilang?" tantang Boecin. Walaupun badan cowok itu lebih gede daripada Boecin, tapi dia nggak takut.

"Cewek gue, kenapa? Lo baru tau? Sedih cuma dimanfaatin? Makanya jadi cowok jangan bucin!"

"FUCK!"

BUGH!

Boecin memukul tepat di sudut bibir cowok itu.

"BOECIN!" teriak Ara, menyentak Boecin untuk menjauh dan Ara langsung mendekati cowok itu. Boecin semakin sakit hati saat Ara dengan perhatian menyentuh bibir cowok itu.

"KALIAN FUCK!" Boecin udah nggak mau ngelihat mereka berdua, dia udah nggak mau makin sakit hati. Boecin langsung masuk ke mobilnya dan melenggang secepat mungkin.

Boecin Bagaskara (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang