3 - Mungkin

294 85 44
                                    

Dita's POV

Hahh.. Kenapa sih.. Kepikiran apa aku sampai menolong Adnan. Bukannya diriku benci ya?

Biarkanlah. Saatnya pulang dan mengulangi rutinitas yang menyakitkan sampai ajalku tiba.

Hari ini aku pulang memakai angkutan kota. Ingin saja, kalau ojek sih mahal.

Diperjalanan aku memperhatikan setiap sudut jalur yang ditempuh. Aku melewati seorang nenek yang berjalan bungkuk membawa belanjaan. Segera aku menyaut kepada sopir angkut untuk turun disini.

"Bang! Kiri bang!"
"2 ribu ya bang makasih!"

Aku berlari ke arah nenek itu. Sudah lumayan jauh ternyata. Tapi aku ingin membantu. Kasihan.

....

Akhirnya setelah berlari kesana kemari ketemu juga.

"Nek.. punteun.. saya boleh bantu? kelihatannya berat.." Aku mendekat perlahan dan menawarkan bantuan.
"Eh.. sawios dik.. nenek bisa sendiri kok. Dikit lagi sampe ke rumah nenek." Katanya sembari mengisyaratkan tangannya bertanda tidak.
"Gapapa kok nek. Saya mau membantu, yuk sini belanjaannya nek." Aku mengulurkan tangan untuk mengambil belanjaannya.
"Makasih ya dik. Jarang loh ada anak yang sifatnya kayak kamu. Bahkan nenek gakenal sama kamu." Jawabnya memberikan belanjaannya kepadaku.
"Hehe gapapa nek tadi kebetulan saya lihat nenek."
"Emang adik darimana?" Tanya nya.
"Dari angkot tadi buru-buru turun terus lari soalnya liat nenek hehe." Balasku dengan terkekeh.
"Maafin nenek ya ngerepotin adik. Semoga perbuatan adik dibalas dengan berlipat ganda oleh yang Maha Kuasa ya dik."
"Iyaaa nek aamiin.. makasih nek"

Diperjalanan ke rumah nenek itu. Kami berbincang banyak hal dari mulai sekolah ku sampai ke pekerjaan nenek itu. Nenek itu bercerita bahwa Ia ditinggal keluarga nya. Sekarang Ia tinggal berdua dengan suami nya.

Aku mendo'a kan yang terbaik untuknya beserta suaminya. Semoga rezeki dan kesehatan selalu berlimpah kepada mereka. Aamiin.

"Dik.. sudah sampai, ini rumah nenek" Katanya sembari menunjuk kedepan.
"Eh iya nek.. Saya antar sampai rumah ini belanjaannya." Balasku.
"Ngga usah dik. Nenek bisa sampai sini aja" Jawabnya menolak.
"Umm.. gapapa nek? Kalau ngga kuat sama saya saja."
"Ngga apa apa kok dik. Sekarang adik pulang nanti orang tua khawatir. Kasian kan?"

Ah.. rumah. Aku selalu melupakan soal itu. Tempatku menderita dari aku lahir. Tetapi aku harus pulang. Sudah mau petang.

"Iyaa nek. Saya bakal pulang kok. Nenek nanti hati-hati ya kalau kemana-mana. Jangan bawa yang berat-berat nek. Kasian nenek."
"Iyaa dik. Sekali lagi makasih udah mau bantuin nenek ya."
"Sama-sama nek." Aku berpamitan sembari mencium tangannya.

Saat ingin pulang tidak terlalu jauh dari rumah si nenek itu. Aku menoleh ke belakang.

Kok? Menghilang? Kemana rumah tadi? Nenek yang tadi juga kemana ya? Apa aku berhalusinasi? Sudahlah. Sebaiknya aku pulang saja.

...

Sudah petang. Dijalan pulang aku hanya berjalan, tidak ingin menaiki angkutan kota lagi. Saking enggannya ingin menempatkan diri dirumah. Melihat rumahku sendiri saja tidak mau.

"Dita!"

Seseorang memanggilku. Suara ini tidak asing. Ah siapalagi selain...

"Ta! lo pulang sendiri?"

Adnan. Lagi.

Ini manusia nyebelin kenapa gak ada abisnya ngikutin gue sih anjir. Maunya apa dah bingung.

ADNANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang