CHAPTER 38

491 32 1
                                    

Benaya melepaskan jaket yang Kinara kenakan, dia menaruhnya di samping kanan meja. Keduanya sedang berada di Cafe Batan Waru. Letaknya tidak jauh dari Bandar Udara Ngurah Rai, mereka cukup memerlukan waktu 6 menit untuk dapat sampai ke tempat itu dengan menggendarai kendaraan ber roda 4. Keunikan interior Cafe Batan cukup membuat Kinara sadar bahwa Benaya sedang merayunya untuk dinner romantis.

Aroma lilin aromaterapi yang menenangkan membuat Kinara menghirup udara panjang. Gadis itu tersenyum hangat di hadapan lelaki yang mengenakan tuxedo.

Ah, pelayan itu membuatnya teringat akan satu hal. Barra yang sempat ia pergoki sedang membaca buku resep kue. Yang mengingatkan bahwa dirinya harus lebih sensitif terhadap kesehatan papinya. Barra yang sok tahu banyak, padahal lelaki itu sama sekali tidak tahu apa-apa. Apa kabarnya ya sekarang?

Kinara menggeleng, harusnya ia tidak bisa memikirkan sosok Barra di saat waktu spesialnya dengan Benaya. Kinara merutuki isi kepalanya yang begerak perlahan  menjauhi rasa bahagianya. Isi kepalanya yang selalu meminta Kinara untuk merubah rasa senang menjadi rasa sedih. Lagi.

"Jangan melamun, " ucap Benaya mengejutkan, Kinara mengangguk pelan, ia menarik gelas minuman yang ada di atas meja dan meneguknya.

"Ra, gue boleh minta tolong nggak? " tanya Benaya cukup serius. Kinara bergerak menghadap Benaya untuk terlihat siap.

"Mau minta tolong apa? " tanyanya.

Hening.

"Bena mau minta tolong apa? "

"Nggak jadi Ra, "

"Kara akan bantuin kok, sekalipun nolongin Bena dengan cara yang nggak mudah, " ucapnya meyakinkan.

"Tetap ada di samping gue Ra, kemana pun lo pergi lo harus bilang. "

"Maksudnya? " tanya Kinara tidak paham.

" Lo sekarang akan jadi tanggung jawab gue, lo akan jadi mimpi gue yang paling indah. Lo itu adalah sesuatu yang harus dijaga agar tidak hilang. "

Kinara menghembuskan nafasnya, sebentar, ia harus menghilangkan sisa-sisa rasa senangnya. Wajahnya kembali sedih. Iya, ekspresi itu yang sekarang terlihat. Lebih baik begitu, bahagia itu hanya sia-sia.

Kebahagiaan nya selama ini hanyalah kepura-puraan. Kinara bisa merasakan dirinya bahagia sekarang. Tapi tidak untuk nanti.

"Bena, Kara nggak cukup serius untuk menanggapi ucapan Bena. Kara nggak ingin ngebohongin diri Kara terus. Kara sayang Bena sejak pertama kita ketemu, di bawah rumah pohonnya bunda Meira. Kara janji akan jaga hati Kara untuk Bena. Tapi, Kara nggak bisa janji untuk terus ada di samping Bena. "

Perkataan Kinara terdengan lolos di indra pendengarannya. Tidak begitu menyakitkan, setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan, dia tahu, mungkin itu maksud dari perkataan Kinara tadi.

Benaya hanya perlu mengubah kata pisah menjadi tetap, Benaya hanya perlu mengubah kata pergi menjadi tinggal.

"Kalo lo nggak bisa janji, biar gue yang berjanji, "

"Nggak perlu Bena, kamu nggak perlu janji untuk tetap tinggal. Kamu bisa pergi kapan aja, kamu bisa tinggalin Kara dan menghilang jika itu memang perlu, "

Tinggal dengan Kinara tidak membuatnya senang, terlebih saat dirinya tidak bisa menjadikan Kinara manusia paling bahagia di bumi. Makanya, ia selalu memegang prinsip bahwa, jika dia bahagia, maka harus ada Kinara disampingnya.

"Setidaknya, selama ada gue, selama lo ada di samping gue, gue ingin lo nggak pernah bilang untuk pergi ya Ra, gue ingin lo tetap tinggal, meski gue tau lo nggak bisa untuk berjanji, "

BENAYA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang