Elijah tak pernah berpikir jika akan terusir jauh dari tanah kelahiran yang telah ia diami sejak lahir selama ratusan tahun. Namun, hari itu akhirnya tiba. Hari yang sama sekali tak pernah terpikir olehnya. Sang raja baru, Archibald, memberinya pilihan untuk tetap tinggal di sisinya atau pergi selamanya. Jika tak ingat status Archibald saat itu adalah seorang raja, maka barangkali ia akan mengumpat dan meludahi wajah saudaranya saat itu juga. Alih-alih memprotes, ia malah terdiam seribu bahasa seolah mengamini apa pun yang diputuskan sang raja.
Elijah, tentu saja, memilih untuk diasingkan. Meninggalkan tanah kelahiran dan separuh hati di Avery agaknya terdengar lebih masuk akal daripada menetap dengan musuh bebuyutannya. Ia memilih untuk tak membawa apa pun. Toh ia memang tak memiliki apa-apa selain pedang sihir estoc-nya dan baju zirah lengkap yang melekat di tubuh.
Tinggal di sisi sesosok peri yang menjadi rivalnya selama ini bukan perkara mudah. Terlebih sang rival telah memenangkan dua piala sekaligus, piala yang paling ia inginkan seumur hidup. Tidak, ia tak akan melakukan hal bodoh seperti itu. Meskipun hancur berkeping-keping, lebih baik ia memilih menjauh dan sendirian, biarlah semua luka yang ada ia sembuhkan sendiri.
Lalu, di sinilah ia sekarang. Berdiri tegak di buritan menatap masa lalu yang kian mengecil, ketika jangkar kapal dinaikkan dan layar-layar dikembangkan. Dengung mesin mulai berbunyi membuat dadanya bergolak pilu. Kapal Alamein milik Kerajaan Avery perlahan-lahan bertolak dari pelabuhan.
Sang pangeran peri menatap tebing batu Avery lekat seolah memberi salam perpisahan pada penghuninya. Bayangan tumbuh kembangnya di Avery seketika bergaung dalam ingatan. Adegan demi adegan bermain di pelupuk mata silih berganti, mengantarkannya menengok setiap sudut Avery yang pernah ia jelajahi bersama saudara-saudaranya. Perburuan menyenangkan dengan Albert, petualangan menjelajah Fairyfall yang misterius bersama Elwood, sekaligus kegiatan menggoda para nimfa mengisi pandangannya silih berganti. Kemudian, ritual membaca buku yang selalu membosankan bersama Claude sehingga ia akan selalu mencari alasan untuk meninggalkan pangeran peri itu sendirian, berlatih perang bersama Archibald muncul bagai adegan nyata. Terakhir, memori tentang perang sebenarnya melawan Archibald karena perebutan takhta. Elijah tersenyum miris, lalu mendesah pelan. Ia tak akan pernah melupakannya sampai kapan pun.
Sejujurnya saudara-saudaranya terlalu berharga untuk ditinggalkan. Pun ia menyesali untuk kesekian kalinya pernah memiliki keinginan untuk berkuasa yang sempat membutakan mata hati. Andai saja ia tak pernah menginginkan hal yang sama dengan Archibald, barangkali ia tak perlu mengarungi lautan antah berantah ini sendirian. Namun, tentu saja, harga diri sesosok peri lelaki adalah yang paling utama di atas segalanya.
Mata Elijah mulai terasa memanas dan perih. Ada tangis yang hendak melesak keluar, tetapi ia tahan karena tak ingin terlihat lemah oleh peri unsheelie lain dan awak kapal yang berlalu-lalang di sekitarnya.
Satu pertanyaan yang terus berputar di kepalanya, masihkah ia berstatus unsheelie setelah semua yang telah terjadi? Tentu saja kata itu kini tinggal istilah yang akan dikenang segenap anak cucu para peri di Fairyverse. Namun, bagaimana dengan darah yang mengalir di dalam tubuhnya? Darah dari sang ratu kegelapan yang tak mungkin ia buang begitu saja. Unsheelie memang sudah tak ada lagi sejak runtuhnya segel perbatasan Hutan Larangan. Elijah bahkan mulai meragukan eksistensinya sendiri. Jika ia bukan unsheelie yang terbuang dari kumpulan sheelie, maka siapakah dirinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Faeseafic: Adventure of the Cursed Prince [COMPLETE]
FantasyWattys winner 2021 🏆 (4 Desember 2021) Daftar Pendek Wattys 2021 (1 November 2021) Elijah dan para tawanan perang Kerajaan Avery diasingkan menuju sebuah pulau liar tak berpenghuni di lautan Faeseafic. Di tengah perjalanan, mereka diserang sebuah...