Tanpa siapapun

40 8 0
                                    

Malam ini, di atas pembaringanku dengan lampu yang sudah meredup, aku mulai memejamkan mata, menarik nafas dan menghembuskan segala penat. Lalu tetes demi tetes pun jatuh membasahi pipi dan ku biarkan ia terus mengalir. Karena ku tahu, ada jiwa yang sudah teramat lelah menahan segala pelik, ada raga yang sudah teramat lelah menahan segala rapuh, ada pikiran yang sudah teramat lelah menahan segala rumit. Dan ada bibir yang sangat terlalu bungkam untuk meluapkan segalanya. Maka, ku biarkan air mata mewakili segala rasa yang ada. Ku nikmati segala sedu sedan yang sudah terlanjur melebam, ku biarkan segala riuh yang bergemuruh dalam jiwa dan raga malam ini bersuara, meski hanya melalui air mata, meski tidak ada telinga yang mendengar, meski tidak ada mata yang melihat, meski tidak ada bahu untuk bersandar, dan meski tidak ada raga untuk memeluk. Tak mengapa, aku terbiasa dengan menyendiri dan menyepi. Aku terbiasa tanpa peluk saat pelik. Aku terbiasa merasa hening dalam bising. Aku terbiasa merasa kesepian dalam keramaian. Dan aku terbiasa dalam menahan segala lara yang ada, yang bahkan sudah bersarang dan mendarah daging dalam setiap denyut nadiku.

Kini, ku biarkan diriku tenggelam dalam hening malam, ku dengarkan setiap desis angin yang membisikkan bahwa "aku akan baik-baik saja"

Walau sebenarnya, aku tahu bahwa... "I'm not fine"

Sukabumi, 7 Mei 2020

Ruang SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang