I Love You yang Epic

1.5K 79 5
                                    

"Kak, beli tunik ini yuk? Biar kita kembaran gitu." Mikaila sibuk menggulir layar ponselnya. Melihat baju apa yang akan ia beli sambil duduk santai di depan rumah.

"Baju kakak udah banyak tau, Il. Nggak kepake juga karena jarang keluar."

"Ih Kak Tsabiya, nanti pasti kepake kok. Kalau nggak ke mana mana nih ya, Kak Tsabiya tetap bisa pake, nanti kita foto di rumah, di gorden, di depan kolam atau di tangga atau di mana gitu, OOTD, gaya-gayaan terus posting di instagram."

"Nggak ah males."

"Ih Kak Tsabiya sama kayak Abang deh tapi Abang lebih parah sih." Mikaila memasang wajah dongkolnya.

"Kenapa Abang?"

"Bang El ya, dia punya instagram, folowernya banyak tapi malah nggak aktif. Postingannya cuma 5, itu pun nggak ada yang ada mukanya, mana akun dikunci lagi. Nggak tau deh dia udah lupa password buat login-nya atau emang malas pake." Tsabiya tertarik mendengar curhatan Mikaila yang lebih mirip keluhan tentang Mikael.

"Berarti Bang El sejauh itu ya sama aplikasi toxic itu."

"Iya, udah tiga tahun mungkin dia nggak pake soalnya postingan terakhirnya tanggal segitu. Il sampai heran kalau dia bosan ngapain ya?"

"By the way, coba liat dong!" ujar Tsabiya bersemangat. Begitulah perempuan, dari satu hal yang mereka bicarakan bisa merembet ke hal-hal yang lain.

"Bentar, cariin dulu." Mikaila langsung mencari nama akun milik abangnya. Namun baru mengetik setengah, Mikaila sudah harus berhenti.

"Mbak Mikaila, dipanggil Ibu." Mikaila dan Tsabiya sama-sama menoleh melihat ART rumah mereka berdiri di dekat Mikaila.

"Oh iya, Mbok. Kak, Il masuk dulu ya!" Tsabiya mengangguk. Yah, tidak jadi ia melihat postingan Mikael kali ini. Mikaila sudah masuk meninggalkan Tsabiya duduk seorang diri.

Tin...tin..tin..

Mobil yang ia kenali masuk ke pekarangan, Tsabiya tidak heran siapa yang mengklaksonnya, pasti Agil. Laki-laki itu ramah dan baik. Berbeda dengan Mikael, kalau laki-laki itu yang mengendarai mobil, tidak ada sapaan apapun.

Benar saja, ketika mereka turun, Mikael turun dari pintu penumpang depan dan Agil dari pintu pengemudi. Keduanya tampak lelah, Agil segera memberi kode untuk pergi ke kamarnya di belakang, meninggalkan Mikael dan Tsabiya berdua.

Tsabiya segera bangkit dan menghampiri Mikael dengan senyum manis.

"El, pergi yuk!" ajaknya tiba-tiba sambil memeluk lengan kiri Mikael yang terbalut kemeja yang sudah terlipat,

"Lain kali saja," tolaknya.

"Maunya sekarang." Tsabiya merayu dengan caranya yang agak dibuat-buat. Ia sok cemberut.

"Saya mau masuk."

"El."

"Saya sudah bau, dari pagi pakai baju ini terus."

"Hah? Nggak tuh." Tsabiya mendekatkan diri, mengendus aroma tubuh Mikael bahkan sampai ke tengkuknya.

"Bohong, masih wangi gini, nggak mandi seminggu ke depan juga masih tahan kayaknya."

PLETAKK...

"Aduh sakit. Kenapa dijitak sih, El?" Tsabiya menyentuh keningnya, jitakan kali ini membuatnya deg degan sekaligus benar-benar kesakitan. Sejak kapan Mikael jadi hobi menjitak keningnya? Lagi pula, Tsabiya serius dengan ucapannya, Mikael masih wangi.

"Jorok," tambah Mikael datar.

"Sakit tahu, sembuhin buruan!"

"Mana bisa, saya bukan Tuhan." Keduanya bertatapan.

TsabiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang