7 | Kakak kemana?

647 52 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Jarum jam menunjukkan pukul setengah delapan malam. Jessica tahu bahwa hari ini suaminya akan pulang terlambat. Pria itu sudah memberitahunya tadi pagi. Selama ada Ciu Ciu menemaninya, itu bukanlah masalah bagi Jessica.

Namun, yang jadi masalah adalah anak gadisnya yang menghilang entah kemana. Ini bahkan sudah malam, tapi gadis jiplakannya itu belum juga menampakkan dirinya.

Sebagai seorang ibu, Jessica tentunya merasa khawatir dengan putrinya itu. Dimana dia? Sedang apa? Dan bersama siapa?

Jessica sudah menghubunginya sejak tadi sore. Saat ia hanya mendapati putra bungsunya kembali dari sekolah seorang diri. Padahal.. biasanya kedua anaknya selalu berangkat dan pulang sekolah bersama.

Jeno juga hanya menggelengkan kepalanya saat ditanya tentang keberadaan kakaknya. Hahh.. anak itu memang benar-benar cuek dan selalu bersikap seolah tak peduli pada kakaknya. Padahal, Jessica tahu betul bahwa Jeno itu sebenarnya memiliki rasa kepedulian yang tinggi.

Sejak pulang sekolah tadi, Jeno hanya mengurung dirinya di dalam kamar. Mempelajari soal matematika untuk persiapan ujian harian besok. Semua orang tahu bahwa Jeno sangat membenci matematika. Bahkan anak itu berujar bahwa sampai kapanpun ia tidak akan sudi untuk mempelajari mata pelajaran yang satu itu. Tapi, setelah Donghae mengiming-iminginya sebuah iPhone keluaran terbaru jika anak itu mendapatkan nilai matematika lebih baik dari sebelumnya. Akhirnya Jeno  mau belajar matematika. Itupun karena sebuah iPhone.

"Adek.. kamu serius tidak tahu kakak dimana?" Tanya Jessica, ia hanya menyembulkan kepalanya dari luar kamar putranya. Karena takut akan mengganggu konsentrasi putranya itu. Walau kenyataannya sudah.

"Tidak." Balas Jeno dengan cuek tanpa mengalihkan pandangannya dari rumus-rumus matematika yang bisa saja membuat hidungnya mengeluarkan darah.

Jessica mengerucutkan bibirnya. Benar apa kata Donghae, berbicara dengan orang cuek itu sangat tidak mengenakkan. Mungkin, ini yang Donghae rasakan saat berbicara dengannya.

Jarum jam akhirnya bergerak menuju angka sembilan. Jessica sudah tidak bisa lagi menahan dirinya untuk tidak menghubungi Donghae yang masih asyik dengan pekerjaannya di kantor. Tapi Jessica yakin, pria itu pasti akan segera pulang jika tahu anak gadisnya menghilang.

Benar saja. Selang beberapa menit setelah Jessica menelponnya, pria berhidung mancung itu langsung bergegas pulang dengan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Bahkan, pria itu tak menyadari bahwa ia baru saja menabrak pagar rumah hingga mobilnya lecet.

"Kemana anak itu? Memangnya Jeno tidak tahu?" Tanya Donghae dengan khawatirnya. Pria itu berlari menuju kamar putranya, mendapati Jeno yang benar-benar sudah mengeluarkan darah dari hidungnya. Dan itu.. membuatnya tambah khawatir.

"Adek.. adek tahu kakak dimana?" Tanya Donghae dengan begitu lembutnya. Sekarang, rasa khawatirnya dibagi menjadi dua. Separuh untuk Sinb yang hilang entah kemana, dan separuh lagi untuk Jeno yang mimisan karena mengerjakan soal matematika. Ck, anaknya ini memang alergi matematika ternyata.

"Sekarang kau istirahat saja.. tidak usah dilanjutkan belajarnya!" Ucap Jessica yang sibuk mengelap darah yang mengalir dari hidung Jeno dengan lembaran tisu.

"Papa.. tapi papa jangan bilang pada kakak jika aku mengatakan ini.." ucap Jeno yang membuat kedua orangtuanya langsung menatap penasaran.

"Apa?" Tanya Donghae.

"Aku diminta kakak merahasiakan ini pada kalian. Sebenarnya.. kakak pergi ke Times Square." Ujar Jeno.

"Hah?"

"Dengan siapa?"

"Jungkook."

"Laki-laki?"

"Hum."

"Ck. Anak itu!"

"Kenapa kau tidak bilang dari tadi??" Tanya Jessica gemas.

"Kakak menjanjikanku Starbucks.."

Donghae dan Jessica menghela nafasnya dengan kasar. Menatap Jeno dengan kesal, tapi anak itu baru saja mimisan. Yasudah. Tidak jadi kesal.

"Ya ampun Lee Jeno... Papa bisa membelikanmu Starbucks kapanpun kau mau. Kenapa kau mau dibodohi kakakmu?" Kesal Donghae. Ia sebenarnya kesal pada Jeno. Anak itu bisa menjadi sangat pintar, tapi terkadang bodohnya tidak terselamatkan.

Akhirnya Donghae memutuskan untuk mencari anak gadisnya itu di Times Square, seperti apa yang dikatakan Jeno. Dan benar saja! Ia melihat dua orang anak muda dengan setelan jas almamater berwarna kuning di bagian bioskop.

"Hey! Lee Eun Bi!!!"

"Hey siapa kau?"

Donghae menatap tajam kearah laki-laki muda yang sedang bersama anak gadisnya itu. Menyusurinya dari bawah sampai ke atas.

"Hey! Tidak usah menyentuh tangannya!!" Ujar lelaki itu sambil menepis kasar tangan Donghae yang memegang erat tangan Sinb.

"Ini papa ku.." ucap Sinb takut. Lelaki itu langsung salah tingkah seketika dan tak tahu harus bagaimana.

Donghae hanya menghela nafas panjangnya. Menatap kedua anak itu secara bergantian.

"Sudah malam! Cepat pulang! Membuat khawatir saja!!"

"Dan kau! Tidak usah bawa-bawa anak orang!! Siapa namamu?"

"Jeon Jungkook.."

"Dimana rumahmu? Siapa orang tuamu? Berikan nomor teleponnya!"

"Papa! Ayo kita pulang saja!" Sinb menarik tangan ayahnya. Namun Donghae menahannya, menunggu si pemuda itu menyerahkan nomor telepon orangtuanya. Dan setelah Jungkook memberikan nomor telepon orangtuanya, barulah Donghae pergi dari tempat itu. Bersama Sinb yang sama sekali tidak ia lepaskan pegangan tangannya. Tanpa peduli bahwa anak gadisnya itu sudah menangis.

"Aku kesal pada papa! Papa membuatku merasa bersalah padanya!" Kesal Sinb setelah Donghae memasukkannya ke dalam mobil.

"Hey dengar.." Donghae melembutkan suaranya.

"Yang seharusnya merasa bersalah itu dia. Dia sudah berani-beraninya membawa putri papa tanpa izin dari papa. Lelaki memang harus dibuat seperti itu agar dia sadar betapa berharganya seorang wanita.." ujar Donghae. Ia menatap anak gadisnya yang kini sedang menangis sesenggukan itu. Tidak tega, iapun akhirnya menarik gadis itu kedalam pelukannya.

"Jangan menangis, papa kan tidak melakukan apapun padanya. Papa hanya meminta nomor telepon orangtuanya. Kau tahu? Dulu kakek bahkan menampar papa saat papa membawa mama berkencan hingga larut malam. Dan itu membuat papa sadar bahwa betapa berharganya mama bagi kakek. Sama seperti mu. Kamu juga sangat berharga bagi papa.." ujar Donghae sambil mengusap kepala anaknya.

"Jangan nangis.. ayo pulang dan minta maaf pada mama. Mama benar-benar khawatir dengan keadaanmu. Sebelum itu, kita mampir ke Starbucks, kau menjanjikan Jeno Starbucks bukan?" Tanya Donghae, membuat Sinb membuka kedua matanya lebar-lebar. Ia merasa terharu dengan sikap ayahnya itu. Dan itu membuatnya merasa bersalah.

"Papa... hiks.. maafkan aku..." Ucap Sinb merasa bersalah. Ia semakin mengencangkan pelukannya pada sang ayah.

.

.

.

Swipe ⬇️

Lee Family Diary (HAESICA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang