Setengah Api

45 8 6
                                    

×××××××××××××××××××××××

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

×××××××××××××××××××××××

Bragh bragh bragh ....

Suara serta getaran itu mampu membuat Jons membuka perlahan matanya, suara burung, suara air, suara daun, semuanya terasa bercampur dengan suara memekakan. Suara apa itu?

Tetap pada posisi tengkurap akibat pingsan, Jons menoleh ke kanan dan ke kiri, dilihatnya pemandangan asing yang belum pernah ia jumpai.

Jons berusaha bangkit dari posisi ini, tetapi badannya terasa kaku dan tak bisa digerakkan. Dia hanya mampu menoleh dan menggerakkan tangan. Padahal, tangan kanannya adalah penyebab ia pingsan, tetapi mengapa luka di tangan itu hilang dan tak membekas. Bahkan, rasa sakit pada tangan Jons pun tak merasakannya.

Begitu banyak pertanyaan di benak Jons, mengapa ia di sini? Mengapa lukanya hilang tanpa rasa sakit? Mengapa badanya tak bisa ia gerakan? Jons benar-benar tidak paham, ia merasa pusing saat memikirkannya. Tiba-tiba, terdengar suara gemertak tulang yang ia dengar. Sebagian dari tubuhnya merasa sakit yang menggelitik.

Krukk krakk
Kruuk tuk tuk kriak

Jons sadar, suara tulang itu berasal dari tubuhnya. Keringat mulai membasahi pelipis, rasa sakit perlahan menggerogoti seluruh tubuh. Jons merasa, tubuhnya diremas bagai selembar kertas.

"Arghh ...."

Bertepatan dengan itu, suara dentuman langkah yang mampu mengekakkan telinga Jons semakin mendekat. Suara itu semakin jelas dan membuat telinga Jons bertambah sakit.

Dari ujung kepala sampai ujung jari-jari kaki, Jons merasakan sakit yang teramat. Rasanya hari ini dia akan mati di sini, di tempat yang tak jelas dengan keadaan berbujur kaku tak berdaya.

Kedua tangan Jons mengepal, mencoba meraih apapun yang dapat mebuatnya menahan serta mengendalikan jiwa. Jons meremas kuat dedaunan yang berhasil ia gapai, matanya tertejam menahan gejolak lara yang menggrogoti jiwa.

Persetan dengan suara dentuman langkah serta gersak-gersuk dedaunan. Jons merasakan seluruh kulitnya ditarik bahkan menyusut mengikuti irama tulang yang saling bergemletuk.

Tuhan, jangan ambil nyawaku sebelum aku menemukan kedua orang tuaku. Bantu aku, Tuhan.

Kenapa aku selemah ini, aku bukan orang yang lemah. Ayo, Jons. Kau mampu!

"Arhg ...."

Jedagh ....

Diiringi suara rintihan, tubuh Jons terpental ke sebuah batu besar di belakangnya. Sakit, benar-benar sakit. Matanya sekan buta seketika, gelap, hanya warna itu yang bisa ia lihat. Nafasnya serasa sesak, bahkan ia merasa tak ada lagi simpanan oksigen di sekelilingnya. Telinga Jons seakan tuli, ia tak bisa mendengar apapun, bahkan suara dentuman langkah yang mengganggunya sedari tadi, seakan lenyap tak terdengar. Hanya suara benging yang ia rasa.

In Een DroomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang