Tertangkap basah.
Rayhan tertangkap basah bersembunyi dan mengamati tawuran yang sedang berlangsung. Cowok itu ditarik paksa oleh beberapa orang musuh keluar dari persembunyiannya.
Sial.
"Selow, selow. Gua nggak musuh dalam selimut kok. Murni cuma mau nonton aja."
Ketiga musuh itu bertukar pandang mendengar jawaban Rayhan. "Lo kira ini hiburan?"
"Udahlah, Wen, abisin aja. Kelamaan. Ini juga paling antek-anteknya Saka yang disuruh mata-matain kita."
Rayhan boleh jago basket satu DKI Jakarta, tapi kalau sudah berhubungan dengan tonjok-tonjokan, Rayhan sama sekali tidak mempunyai kemampuan apapun. Rasa-rasanya ia ingin berteriak minta tolong, andaikan saja hal itu wajar untuk laki-laki.
"Demi elo, elo, elo, gua sama sekali bukan mata-matanya Saka. Kalo gua boong, elo semua kesamber petir!" Rayhan mengangkat tangannya setinggi langit, membuat ketiga musuh itu menatapnya dengan penuh keraguan.
"Udahlah abisin aja. Kalo dia lewat kutukannya juga ikutan lewat!" ujar salah satunya, membuat Rayhan berharap semoga tiba-tiba mendung supaya mereka percaya.
Rayhan hendak kabur saat mereka saling berdiskusi melalui tatapan mata, tetapi terlambat, saat ia berbalik, kerah bajunya sudah ditarik oleh salah satu orang.
Rayhan hanya berharap petir menyambar mereka bertiga secepatnya sebelum wajahnya tidak berbentuk.
.
.
Rayhan mengusap bibirnya yang berdarah. Cowok itu menatap Saka yang baru saja melewati depan kamarnya dengan wajah yang sama babak belurnya, hanya saja tidak berdarah-darah seperti Rayhan. Kakak beda sebelas bulannya itu sama sekali tidak peduli keadaan Rayhan yang akhirnya bisa melarikan diri karena ada sirine polisi yang terdengar.Rayhan melempar badannya ke tempat tidur. Lega rasanya masih bisa tidur di tempat tidur empuk ini. Meskipun seluruh badannya terasa mati rasa. Cowok itu memejamkan mata sejenak. Seandainya saja, ia memiliki pilihan.
Rayhan tersenyum tipis ketika cahaya senter berkedip-kedip menelusup ke tembok kamarnya yang gelap. Cowok itu segera bangkit dari tempat tidur, mengaduh karena punggungnya terasa sakit, lalu mengambil senter.
. . . . / . __ / . .
Rayhan sekarang tidak bisa menahan senyumnya. Dia mengarahkan senternya ke tembok putih yang menjadi sasarannya.
. . . . / . __ / . . / __ . __ . / . __ / __ . / __ / . . / __ . __
"Nggak nerima gombalan kamu, Han." Sekarang, suaranya membuat Rayhan tersenyum lebih lebar. Cowok itu bersandar di tembok, melihat Nada, tetangganya yang juga bersandar di tembok rumahnya, sambil memegang senter.
"Siapa yang gombal?" elak Rayhan, lalu tertawa pelan. "Lo tuh, satu-satunya cewek yang nggak pernah gua gombalin tau, nggak? Lo emang cantik."
Nada mengangguk-angguk, berterima kasih pada sang malam karena berhasil menyembunyikan rona merah di pipinya.
"Muka kamu kenapa?"
Rayhan bingung kenapa dia bisa berteman dengan Nada. Cewek itu berbeda 180° dengan Rayhan. Bahkan, dengan kriteria teman perempuan Rayhan, Nada sama sekali tidak memenuhi syarat.
"Kena tawur gara-gara ngeliatin Saka tawuran."
"Bisa ngobatin nggak?"
Rayhan terkekeh pelan. "Enggak, Nad."
"Ngapain ngeliatin Saka tawuran?" tanya Nada, memerhatikan wajah Rayhan yang berdarah dan biru-biru.
"Siapa tau gua bisa tawuran juga." Rayhan tersenyum tiga jari, memegang pipinya yang nyut-nyutan karena tersenyum.
"Tawuran biar apa? Nanti cakepnya minus."
"Nggak apa-apa. Siapa tau bisa dapet perhatiannya Mama."
.
ₓ˚. ୭ ˚○◦˚.˚◦○˚ ୧ .˚ₓ
notes:
sandi morsenya:
nada: hai
rayhan: hai cantik
siapa yg tau tanpa googling atau liat buku saku??!
KAMU SEDANG MEMBACA
fix you
Short Story"And I can't imagine go through the dark with no one to hold." ©2020