Rayhan menatap roti bakarnya dengan pandangan kosong. Ia duduk berhadapan dengan Saka, yang wajahnya sudah tampak normal, babak belurnya seakan hilang dalam waktu satu malam saja, dan di sampingnya ada ibunya yang sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi pada kedua puteranya.
Rayhan membasahi tenggorokannya dengan menelan salivanya. Cowok itu ingin membuka pembicaraan, hanya saja suasana meja makan terlalu hening dan suram.
Saka berdiri, dan tanpa berpamitan sudah pergi keluar dari meja makan. Ia tidak menyentuh rotinya sedikitpun.
Rayhan membuang napas panjang, tidak peduli entah ibunya dengar atau tidak. Cowok itu memakan rotinya dengan perasaan campur aduk.
Saat Rayhan hendak membuka mulutnya untuk mengajak ibunya berbicara, ibunya berdiri dan keluar dari ruang makan, membuat cowok itu mengembuskan napas panjang lagi.
"Ma?"
Ibunya menoleh.
Rayhan membuang napas pendek. "Nanti sore Rayhan ada tanding basket. Mama nonton, ya."
Ibunya mengangguk sekilas, dan Rayhan berharap, dari semua anggukan yang sudah-sudah, kali ini ibunya benar-benar menepatinya. Tidak menunggu apapun, ibunya sudah menghilang di balik tembok. Rayhan pun menarik tasnya. Ia tidak paham kapan persisnya meja makan tidak lagi berfungsi seperti seharusnya. Rumah ini, juga tidak berfungsi seperti seharusnya.
.
.
"Denger-denger, Harapan Bangsa mau nyerang lagi nanti sore. Saka jadi sasaran utama mereka gara-gara cowok itu bikin Tara opname."
Rayhan terkekeh sinis ketika mendengarkan tingkah laku kakaknya itu. Masukin anak orang ke rumah sakit? Habis gini apa? Bikin K'O anak orang?
Rayhan mencari Saka di setiap sudut sekolah, tapi nihil. Saka tidak ada, bahkan di rooftop tempatnya merokok pun, tidak ada. Sebenarnya, masih ada satu tempat lagi yang mungkin didiami oleh Saka di sore hari begini. Tapi, tempat itu terlalu bejat, bahkan untuk seorang Rayhan.
"Han."
Rayhan menoleh, Nada berdiri sambil mencekal pergelangan tangannya. "Kamu mau nyamperin Saka di tempat itu?"
"Nad, sebejat-bejatnya dia dendam sama orang, gua harus ingetin dia buat nggak gegabah 'kan? Lo tunggu aja di tempat biasa, nanti pulangnya sama gua."
"Han, jangan belajar tawuran lagi, ya? Mereka nggak peduli kamu mau cuma nonton aja atau jadi mata-mata, menurut mereka kamu itu sasaran empuk."
"Iya, Nada. Lagian nanti gua ada tanding, 'kan?"
.
.
"Gua nggak ngerti motif lo taruhan apa. Bikin anak orang opname apa. Gua nggak ngerti elo, bahkan dari umur enam. Cuma, lo pake otak lo, Ka. Nyawa nggak bisa segampang itu lo bisa ambil. Mata dibales mata. Gua cuma berusaha peduli. Gimana hancurnya Mama kalo tau anaknya kayak gini." Rayhan menatap Saka tepat di manik matanya. Ia bisa melihat mata Saka yang hitam pekat, sama sekali tidak memancarkan kehangatan, yang mana membuat Rayhan sadar, mungkin seluruh anggota keluarganya tidak memiliki kehangatan itu.
"Thanks for the pep talk there." Saka menginjak sisa rokoknya, menyuruh Rayhan cepat keluar. "Sayangnya, Mama nggak mungkin peduli. Sedikitpun."
Rayhan tidak pernah merasa memiliki kakak selama ini. Meski ada di rumah dan sekolah yang sama dengan Saka selama delapan belas tahun. Cowok itu mengambil langkah menjauhi tempat bejat yang entah sejak kapan, mungkin menjadi rumah kedua bagi Saka.
Ia berharap, Saka masih memiliki sedikit akal sehat untuk tidak mengambil nyawa orang semudah itu.
.
ₓ˚. ୭ ˚○◦˚.˚◦○˚ ୧ .˚ₓ
notes:
rayhan disini sngt soft bgt bgt beda bgt sama kalo bareng tementemennya di cerita yg lain [mngis]
anyway, cover baruu!!!!! hahahahahahah satisfied bgt w setelah susah bgt nyocokin gambar sama font sama set-nya
guys, lebaran di rumah aja ya! uang thr nya ditabung dulu! jgn dibuat ngemall. w sedih bgt kalo perjuangan kita di rumah aja dari berbulan-bulan lalu jadi sia-sia huhu. kita tau, semuanya ga betah di rumah. so do i. tapi semuanya juga demi diri kalian sendiri guuuysss huhu
staysafe ol.
KAMU SEDANG MEMBACA
fix you
Historia Corta"And I can't imagine go through the dark with no one to hold." ©2020