Gemini [ Saki Mitsurugi + Asahi Minato ]

206 18 3
                                    


Mitsurugi mengacak-ngacak rambutnya sendiri dengan kesal, ornamen pita putih yang biasa menghiasinya jatuh entah dimana, dan rambut hitam legam itu tak lagi terkuncir dengan rapi.

Lagi-lagi ia bimbang. Di hadapannya, layar-layar DRLN terbuka, menyiarkan jarak antara Reugosite–makhluk sialan yang telah merengut kedua kakaknya darinya— dan bumi. Melihat titik merah yang semakin mendekat itu seharusnya membuatnya dapat membulatkan tekad untuk menjalankan rencana yang telah ia susun selama seribu tiga ratus tahun ini. Sudah lama. Sudah begitu lama ia menunggu. Namun kenapa pada saat-saat terakhir ini hatinya goyah? Dirinya hari kemarin pasti akan spontan menampar dirinya saat ini, memakinya, meneriakinya, memarahinya, karena bisa-bisanya ia bimbang pada detik penentuan!

Ia ingin menangis. Tapi air matanya telah kering ratusan tahun yang lalu. Ia ingin menjerit. Mengeluarkan semua perasaan mendidih yang membuatnya makin sesak seiring jarum jam bergerak. Tapi wajahnya kaku dan suaranya tak lagi berjiwa.

Dalam genggaman tangannya, sebuah benda kecil berbalut plastik bergambar jeruk.

Wajah gadis itu terbayang lagi.

Entah bagaimana Asahi Minato dapat mencairkan es kekal bernama hati seorang Saki Mitsurugi—ah, bukan—Grigio.

Asahi adalah seorang singularity, suatu keganjilan dalam sistem takdir. Sampai saat ini Mitsurugi belum bisa terlalu yakin darimana datangnya gadis itu. Munculnya Gyro R/B kepada kedua putra Minato yang berwajah familiar baginya itu dapat dengan mudah disimpulkan bahwa mereka berdua adalah reinkarnasi. Tapi kalau begitu, siapa itu Asahi Minato? Dan apa peran yang dimiliki eksistensinya itu?

Sesekali Mitsurugi terpikir, bila waktu itu, ia ikut berakhir dalam ledakkan Reugosite bersama kedua kakaknya, dan Mio Minato tak pernah menemukan Gyro, apakah ia akan ikut terlahir kembali sebagai putri bungsu keluarga Minato?

Pernah ada, walau sesaat, perasaan bingung dan kesal, perasaan dimana ia menganggap Asahi telah 'mencuri' apa yang seharusnya menjadi miliknya, tempatnya bersama kakak-kakaknya. Tapi secepat datang, pikiran itu cepat juga menghilang. Walau sempat terlena sebentar akan kemiripan fisik dua orang itu dengan dua orang di masa lalu, Mitsurugi paham betul, bahwa hanya karena mereka memiliki serpihan diri kedua kakaknya, reinkarnasi tetaplah individu yang unik dan berbeda, mereka bukan dan tidak. Akan. Pernah. menjadi kedua kakaknya yang ia kenal dan sayangi. Katsumi Minato bukanlah Kak Rosso dan Isami Minato bukanlah Kak Blu.

Senyuman anak itu ketika memakan kue, senyuman anak itu ketika pertama kali menyapanya, senyuman anak itu tiap bertatap muka dengannya. Begitu tulus dan polos, seperti anak kecil yang bersih dan suci. Mitsurugi langsung mengerti tidak ada setitik pun kepalsuan dalam hati Asahi. Dan walau dirinya telah lama lupa tentang empati dan afeksi, ia tidak tega menaruh kebencian hampa pada seseorang yang tak tahu apa-apa sepertinya.

Walau suara itu telah mengecil dan nyaris sirna setelah sekian lama, hati nuraninya masih bersikeras mengulang padanya kata-kata yang sama,

'Aku ingin tinggal di bumi. Aku ingin menjaga bumi. Aku ingin menjaga planet ini sebagaimana kak Rosso dan kak Blu telah menjaganya meski dengan menukar nyawa mereka sendiri.'

Bayangan selanjutnya adalah punggung kedua kakaknya yang buram terkubur sinar Reugosite. Melindunginya dan bumi sambil berkata,

"Teruslah hidup!"

'Aku ingin hidup.'

Tapi selama Reugosite ada, belasan, puluhan, ratusan, ribuan, tak terhingga jumlah planet yang akan ia cerna. Tak terhitung jumlah kehidupan yang akan ia akhiri. Dan logisnya, mengorbankan satu demi kebaikkan semuanya adalah pertukaran yang bisa dimaklumi.

Elegy for the Starry SkiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang