Luna Rossa [ Jugglus Juggler ]

211 16 3
                                    


Benar-benar, deh.

Penjagaan kastil kerajaan kok bisa segampang ini diakali?


Juggler terkekeh, berjalan dengan santainya ke salah satu pedang yang terpajang di deretan senjata lainnya. Berlaku sebagai nisan para prajurit ratu yang telah tiada.

"Hei, aku datang lagi. Sudah berapa lama sejak yang terakhir kali? Kira-kira dua ribu tahun, ya? Maaf, aku sudah pikun." guyonnya pada benda yang menatap bisu dari tatakkannya.

Ia duduk di hadapan pedang itu, mengajaknya berbincang layaknya sesama manusia. Namun, tidak ada manusia sama sekali di ruangan ini, bukan si pedang, bukan juga si lelaki.

Waktu bagaikan gasing yang tak tentu, berputar begitu kencang, melewati ratusan putaran dalam satu menit. Waktu yang berjalan berbeda tiap dimensi dan galaksi membuatnya berhenti menghitung usia dan masa.

Ribuan tahun yang lalu, Juggler membuang kemanusiaannya. Menghabiskan harinya tercekik dendam tak berarah, merendam percik empati yang sesekali merekah.

Seratus tahun yang lalu, percikkan itu menyala sesaat. Ketika tanpa terpikirkan ia melesat menyelamatkan seseorang. Cincin kegelapan memandangnya kecewa, memberikannya luka besar berbentuk sabit sebagai tanda kelemahan agar ia malu bisa-bisanya goyah ketika sudah melangkah ke parit sejauh ini.

Tahun lalu, seorang rekan lama dan seorang wanita bumi membangunkan dirinya yang dulu. Dulu, dulu, dulu sekali sebelum insiden planet ini. Dan untuk pertama kalinya setelah ribuan tahun lamanya, ia merasakan sepasang tangan gelap yang mencekiknya itu menghilang. 

Ia menyadari tiga hal, pertama, yang selama ini mencekik dirinya itu ialah dirinya sendiri. Dan dua, jingga senja itu ternyata seindah ini. Ketiga, lagu si Gai sialan itu ternyata enak juga.

"Tadinya aku ingin membawakan bunga, tapi buat apa, toh kau tidak bisa menikmaktinya juga." ia berkata. Bunga dalam pemakaman adalah simbol penghormatan akan mereka yang pergi. Namun, ketika nisanmu dilambangkan dengan sebilah pedang yang terpajang di dinding, pada ruangan yang disayangi sang ratu, tentu kebersihan dan kerapianmu selalu terjaga, dan kau pun sudah cukup indah berada di tatakkan berbingkai emas itu.

Ia mendengar derap langkah kaki, Juggler berdiri merapikan jasnya. "Akhirnya mereka sadar.. Lama juga, tempat ini butuh lebih banyak pengaman dan penghuninya perlu lebih belajar disiplin," ejeknya. Ia tahu jelas siapa yang datang. "Ah... Terakhir kali aku datang, aku dimaki dan diusir, drama sekali waktu itu."

Eh, iya kah? Apa dirinya masih bertahan dalam ingatan semua orang dan dalam buku sejarah negeri ini? Sebagai kriminal bejat yang memangkas pohon kehidupan? Apakah para orangtua menceritakan dirinya sebagai sosok mengerikan ketika menasehati anak-anak mereka untuk tidak nakal? 'Jadilah anak baik atau si pemotong pohon kehidupan akan membelah dirimu menjadi dua dengan pedangnya! Rambutnya panjang dan hitam, ia membawa pedang yang berlumuran darah, dan ia bisa berubah menjadi wujud yang jauh lebih seram lagi!!' Begitu? ia menyeringai sambil membayangkan. Dirinya adalah mitos dan dongeng planet Kanon, sama seperti Gai.

"Sepertinya aku harus pergi, terima kasih sudah mendengarkanku," Juggler membungkuk, memberikan salam. "Hm... Aku tidak tahu apa aku akan kembali kesini lagi, jadi aku tidak mau janji apa-apa," senyumnya. "Selamat tinggal." terima kasih telah mendengarkanku, dan semoga kau baik-baik saja disana.

Dan dengan semudah itu, Juggler menghilang meninggalkan asap keunguan, entah lewat mana tidak ada yang tahu, yang pasti ia sekali lagi sukses menghindari deteksi para penjaga.

Pintu ruangan terbanting terbuka, prajurit dengan pakaian serba putih dan merah berhamburan masuk. Melihat kesana kemari, namun si penyusup nihil ditemukan.

Elegy for the Starry SkiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang