Keping 01

20 0 0
                                    

🍃

Semalam aku harus mengorbankan jam tidurku karena ngebut ngerjakan PPT yang gak tahu gimana ceritanya bisa hilang sehari sebelum dikumpulkan.

Tapi, siapa sangka kalau sesampainya di kampus, kami--mahasiswa-mahasiswi harus berkunjung ke perpus dan melakukan presentasi kelompok disana.

Dosen mata kuliah gerak dan oratori terlambat datang karena ada kecelakaan di perjalanan.

Baiklah, setidaknya selama dari tempat parkir hingga berada di lantai dua ini tali sepatuku gak lepas.

"Kenapa gak dari semalam aja sih bilang kalau bakal terlambat? Kan tadi aku bisa mandi berlama-lama."

Dumelan pertama aku dengar dari Lovinka, teman sekelasku yang suka sekali berdandan.

"Tahu gitu kita datang ke perpusnya siangan aja. Sekalian bisa ngecengin adik tingkat yang seger-segeeeerrr."

Oke, ini bukan dumelan. Tapi doa yang semoga gak dikabulkan.

Namanya Dimas, cowok yang otaknya lumayan banget. Sayangnya dia gak memaksimalkan itu.

"Run! Itu, itu Mas Esamu bukan?"

Dan yang ini,

sahabatku dari sejak SMA. Namanya Permata, aku manggilnya Tata. Gak enak kalau aku harus manggil mata. Nanti dikira indera penglihatan.

Apa dia bilang tadi?

Esa?

Astaga!!!

"Ya gak usah berhenti tengah jalan juga, Run! Aku bawa air mineral kok. Ayo masuk, keburu yang lain tahu kedokmu."

Enak aja kedok!

Tata paling tahu tentangku. Dengan berbisik, dia tahu kalau aku butuh sekali air mineral kalau sedang gugup.

Kebiasaanku ini juga gak tahu darimana. Kalau ada hal yang bikin aku gugup atau tiba-tiba sedih, aku seolah butuh meneguk air mineral sebanyak mungkin.

Gak apa. Aku bersyukur aku hanya butuh air putih. Bukan minum alkohol. Iya, kan?

"Eh ada Mbak Sekar. Rajin semua ya anggota kelasnya, Mbak?"

"Aruna, paaak." Sahutku membenarkan panggilannya. Pak Latif ini suka sekali dengan nama Sekar yang kumiliki.

"Ndak apa-apa to, Mbak. Sekar itu artinya bunga. Mau itu pake nama Aruna, pake nama Sekar. Dua-duanya namanya bagus. Ya to mas?"

Pak Latif ini pustakawan kesayangan. Beliau gemar sekali minum kopi dan cerita soal pewayangan. Teman bicara yang hangat karena bisa diajak berbincang tentang apapun.

Tapi pagi ini Pak Latif sedang bersama dia, Mas Esa. Itu, yang barusan ditanya tentang namaku malah Mas Esa.

Padahal aku yakin seratus persen, dia mana tahu namaku atau bahkan kenal denganku.

"Namanya Aruna Sekar? Nama yang bagus."

Apa katanya?

Itu Mas Esa yang bilang?
Aku gak berani melihatnya, kakiku sibuk melepas sepatu buat masuk perpustakaan.

Suara Pak Latif gak mungkin berubah jadi dua warna gitu. Jadi itu benaran Mas Esa yang bilang?

Rasanya, mendengar Mas Esa menyebut namaku membuat kerongkonanku kering keronta.

Permata, aku butuh banyak minum!

Cemara yang Ja(t)uhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang