Keping 02

15 0 0
                                    

🍃

Sepanjang berdiskusi atau presentasi, detak jantungku kadang gak beraturan. Itu karena aku tahu di seberang sana ada Mas Esa yang lagi ngobrol, duduk berhadapan dengan Pak Latif.

Mereka lagi bicara apa, ya? Aku cuma bisa melihat punggung Mas Esa. Pertemuan di depan pintu perpus tadi adalah peristiwa kali pertama mendengar suara Mas Esa selama dua tahun aku kuliah.

Dari awal, ketika masa orientasi di kampus aku sudah melihatnya duduk sambil membenarkan kunci gitar.

Gak tahu namanya cinta pada pandangan pertama atau gimana, tiba-tiba aku suka aja melihat Mas Esa.

Kadang aku gak sengaja melihatnya di kantin

Aku suka melihat Mas Esa pakai kaos hitam dan kemeja flanel yang gak dikancing depannya. Sayangnya, dia jarang senyum.

Ada mendung di matanya. Aku tahu itu.

"Ngelihatinnya udah dong nanti lagi. Kamu benaran mau aku panggilan dia? Biar dia sekalian duduk di sebelah kamu sini."

Tata membuyarkan lamunanku. Dia tah betul gerak-gerikku.

"Awas aja kalau berani, kugeprek kamu!"

Gak nyangka aja kalau ternyata aku bertemu dia sepagi ini di kampus.
Omong-omong, hari ini hari Rabu.
Apa nanti sore dia ke taman belakang kampus?

Zen

Jangan lupaa ya, Na. Jam 11 kita ketemu di BEM. Jam 11, Naaa.

Kaan.
Aku bilang juga apa. Bukan hanya malam hari, bahkan pagi ini salah satu anggota BEM ini menghubungiku lagi via WhatsApp.

Sebenarnya, kenapa harus aku yang MC? Bukannya mereka punya divisi masing-masing kalau udah bikin acara?
Dan untuk tahu jawabannya, baiklah aku akan bertemu mereka.

"Run, lihat deh."

Bukannya merhatiin temen yang presentasi, Tata malah bikin aku noleh lagi ngelihat Mas Esa.

Disana ternyata gak lagi berdua sama Pak Latif. Ada satu perempuan yang cantik tinggi semampai. Rambutnya ikal di ujung. Senyumnya aku yakin bikin cowok-cowok lain juga kesemsem.

"Mereka beneran pacaran, Run?"

Tata bikin aku haus lagi ini sepertinya.

"Gak tahu, Ta." Jawabku menyerah.

"Kamu itu kalo ngefans yang total dong! Jangan ngikutin ke taman aja tiap Rabu. Cari tahu gimana Mas Esa sama perempuan itu. Dari kita masuk kampus ini kan mereka berdua udah nempel banget."

Tuh kan, Tata beneran pengen digambyor.

"Namanya Kamala, Ta. Mereka emang deket. Tapi aku gak tahu mereka pasangan atau bukan."

Aku gak ada keinginan buat deket lebih dari ini sama Mas Esa.

Aku gak ada mimpi buat jadi kekasihnya Mas Esa.

Karena, melihat dari jauh pun aku sudah bahagia luar biasa.

Tapi,

kalau aku melihat mereka berdua begini, aku ngerasa salah banget.
Salah udah suka sama seseorang yang gak sendiri.

Apalagi, Mbak Kamala sedang menggenggam tangan Mas Esa begitu.

Cemara yang Ja(t)uhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang