Keping 06

11 0 0
                                    

🍃

"Kamu gak bisa hubungin aku 5 menit aja buat motongin rambut kamu? Kenapa malah motong sendiri hasilnya jadi gini sih, Run!"

Ini adalah respon kedua dari Tata ketika melihatku di kantin kampus cukup pagi. Gak banyak orang nongkrong disana. Aku pun juga hanya beli air mineral.

"Kenapa malah diem aja?!"

Oke, respon ketiga.

Respon pertama tadi adalah dia sempat hampir mau teriak tapi keburu kubekap mulutnya. Malu aku kalau sampai beberapa orang disana merhatiin sikap Tata.

"Udah, Ta. Ini ga seburuk yang kamu lihat. Cuma dikit doang yang gak rata. Lagian juga aku kuncir gini bagus-bagus aja kan?"

Aku tahu harus membalas respon Tata lebih kalem biar dia ga meledak kayak popcorn dalam panci.

"Kamu tuh mau aku ajak ke tempat pemotretan. Kali aja ada kesempatan buat kamu juga disana."

Apa dia bilang?

"Gak usah ngaco deh, Ta. Kamu tahu aku gak suka gitu-gitu."

Respon terakhir kulihat Tata menghela nafas panjang dan berdecak sebal.

"Kamu gak lagi patah hati kan, Run?"

Kapan tumbuh hatinya, tiba-tiba patah gitu. Aku hanya berdecak mendengar pertanyaan Tata. Harusnya aku yang nanya ke dia, lagi jatuh cinta atau patah hati.

Semenjak aku ketemu Mas Esa di taman dan melihat si Tata lagi sama temennya, aku memang gak cerita sama dia. Maksudku, biarin dia bakal cerita sendiri kalau memang udah pengen cerita. Aku gak mau sampai masuk di ranah yang privasi banget meski kami bersahabat.

"Tapi style kamu jadi lebih kelihatan cuek sih, Run. Gak kepikiran belanja sepatu nih?"

Kalau udah ngomongin belanja, Tata akan menggerak-gerakkan alisnya naik turun. Biasanya ujung-ujungnya dia ngajak makan di mall dan curhat disana.

"Kalau mau curhat ya curhat aja, Ta. Kamu masih kirim-kirim kode ke aku gini? Dih. Tapi gak apa-apa juga kalau kamu mau nraktir aku sepatu."

Tata malah nyengir kuda. Tapi setelahnya dia kelihatan murung.

"Aku gak tahu ya kapan kamu jatuh hatinya. Jadi kamu gak mungkin patah hati, kan?"

Sengaja aku gituin biar dia bisa cerita dari awal. Karena kalau tahu-tahu dia mewek, mana bisa aku ngasih tanggapan?

"Aku lagi deket sama temennya Esamu."

Nama Mas Esa lagi.

"Namanya Pram. Sebenarnya udah kenal lama. Cuman deketnya dua bulanan ini, Run. Beberapa hari yang lalu aku makan siang sama dia. Deket sama taman tempat Mas Esamu nongkrong itu."

Oke, nama Mas Esa muncul dua kali. Dan aku masih menyimak.

"Aku suka sama dia, Ruun. Ya, sebatas suka. Dia asik banget diajak ngobrol. Aku sampe ga sadar juga udah ngobrol jauh sama dia. Apalagi soal kamu sama Mas Esa."

Oke, tiga kali. Tunggu, bilang apa dia?

"Aku? Mas Esa?"

Tata hanya mengangguk. Dia menggigit bibir bawahnya seolah merasa bersalah. Seperti ujung pembicaraan ini bukan berakhir dia mewek karena patah hati. Jangan-jangaaaan..

"Aku gak sengaja cerita ke mas Pram kalau kamu suka Mas Esa. Kamu pengagum rahasianya."

Empat.

Sepanjang ngobrol, dia nyebut nama Mas Esa empat kali. Dan saat ini aku cuma bisa diam. Aku cuma bisa ngelihat Tata yang dari matanya memang ngerasa bersalah banget.

Dia nunduk. Aku juga ga tahu musti apa. Aku cuma diam. Akhir-akhir ini tentang Mas Esa kenapa runyam?

"Ngomong dong, Run. Aku tahu aku salah banget. Aku maklum kalau kamu marah. Tapi jangan diem, Run. Aku gak sengaja. Tiba-tiba aja aku nanya apa Mas Esa sama mbak Kamala itu pacaran. Trus ujungnya aku bilang kalau kamu udah lama suka sama Mas Esa."

"Aku tahu kamu bukan cewek ember yang suka nyeritain kisah orang lain, Ta."

Dia mengerjap dan bernafas lega. Giliran aku yang benaran gak lega. Gimana bisa Tata dengan mudahnya ceritain soal aku?

"Tapi, Run. Kamu musti tahu kalau Mas Esa tuh sebenarnya gak secuek yang kamu kira! Dia baik banget malah."

Telingaku rasanya kebas mendengar nama Mas Esa daritadi disebut.

"Kenapa gitu?" Tanyaku akhirnya.

"Pokoknya dari ceritanya Mas Pram, Mas Esa itu baik banget sama cewek. Buaik banget."

Oh ya?

"Kayaknya bukan kamu aja yang ngefans, tapi aku juga."

Jadi sekarang apa lagi? Tanyaku dalam hati setelah meneguk minum mendengar apa yang Tata katakan.

Di awal percakapan tadi, kukira Tata akan bercerita perihal kedekatannya dengan Mas Pram itu. Tapi, ending obrolan ini tak pernah kuduga sedikitpun.

Cemara yang Ja(t)uhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang