제 8 장

9 0 0
                                    

Bab 8

Sudah cukup lama juga lapak ini terbengkalai. Entah kenapa tiba-tiba kehilangan mood buat nulis, jadi bisa di pastikan jika part ini lumayan membosankan
Aku nya juga gak tau apa masih ada yang tinggal di sini buat baca

Happy Reading!
😄😄

Bukan hal yang menghenrankan lagi melihat kegelisahan Ahrin selama perjalanan menuju salah satu pulau kecil di perairan Korea Selatan, pulau Anmyeon. Changwook juga bisa menebak isi pikiran gadis itu yang membuatnya tak bisa duduk tenang di kursinya. Mulai dari meremas jemarinya sendiri, bertepuk tangan kecil sembari menikmati pemandangan dan menggumamkan lantunan lagu, lalu duduk diam menggigiti kukunya, hampir semua hal sudah gadis itu lakukan sepanjang perjalanan. Tubuhnya tak pernah duduk diam menikmati pemandangan. Bahkan tak ada satupun topik yang mereka perbincangkan. Sementara gadis itu sibuk dengan kegelisahan yang semakin menjadi saat jarak mereka dengan tujuan semakin dekat, Changwook hanya sibuk memperhatikan jalanan sambil membagi pikirannya dengan masalah uang yang harus ia kumpulkan.

“Berhenti menggigiti kukumu, Ahrin-ah,” tegur Changwook yang mulai bosan melihat tingkah Ahrin, namun fokusnya masih pada jalanan, “Bicaralah sesuatu untuk menghilangkan kegundahanmu, jangan menggigiti kukumu seperti itu.”

Sebagai orang yang ditegur, Ahrin langsung menjauhkan jemarinya dari mulutnya, “Entah kenapa aku semakin takut. Bagaimana ini?”

Changwook melirik sejenak dan tersenyum tipis, “Tenang saja. Aku akan ada di sampingmu, apa yang harus kau takutkan?”

“Aku takut Jaemin akan menolakku,” cicit Ahrin.

“Ku pastikan dia pasti akan sangat marah padamu..”

Mwoya...” satu pukulan kecil mendarat di lengan Changwook hingga pria itu terkekeh kecil, “Kau tidak membantu sama sekali. Kenapa kau malah menjerumuskanku? Kau semakin membuat kepercayaan diriku luntur!”

Wae? Aku hanya mengatakan yang sebenarnya,” kata Changwook seolah tidak menyadari kesalahannya.

Ya! Kau itu ingin menenangkanku atau malah mau menakutiku, huh? Seharusnya kau membantuku mengatasi rasa takutku, bukan malah sebaliknya!” Ahrin menyerbu Changwook dengan seruan kesal.

Namun Changwook hanya tertawa melihat kekesalan itu.

“Wah.. Lihat ini.. Auhh.. Jinjja!

Tawa Changwook reda meninggalkan senyum hangat di wajahnya. Beberapa kali ia mencuri pandang pada gadis di sampingnya yang sudah memalingkan wajahnya ke luar dengan bibir yang sibuk menggerutu. Sebelah tangannya sontak terulur untuk mengusap puncak kepala Ahrin sebelum berakhir dengan menggenggam tangan gadis itu.

“Bukankah lebih baik seperti ini?” tanya Changwook yang masih sesekali membagi fokusnya pada jalanan dan Ahrin, “Jangan hanya diam dan melakukan kegiatan konyol karena gugup. Lebih baik lepaskan dengan cara yang lain, seperti berbicara mungkin. Atau kau juga bisa berteriak-teriak seperti barusan. Aku siap menjadi pelampiasanmu.”

“Cih!”

“Aku memeriksa platform webtoon tadi pagi. Respon yang kau dapat sangat mengejutkan, kau tahu? Sepertinya mereka sangat menyukainya,” Changwook mencari topik lain agar mobil mereka tidak terlalu sunyi.

“Tentu saja. Karya Seona tidak pernah mengecewakan para pembacanya,” sahut Ahrin bangga.

“Benarkah? Apa karyamu sebelumnya juga mendapat respon positif dari pembaca?”

Ahrin mengangguk, “Aku tidak bermaksud untuk menyombongkan diri, tapi, ya... Begitulah...”

Sekali lagi Changwook tertawa melihat tingkah gadis di sampingnya. Ahrin mengatakan dia tidak bermaksud sombong, tapi gestur dan nada bicaranya justru menjelaskan yang sebaliknya.

“Tapi kenapa kau terlihat sedang menyombongkan diri sekarang?”

“Benarkah?” Ahrin tersenyum lebar karena terlalu senang bisa menyombongkan hasil karyanya, “Pelakunya pasti juga sudah melihatnya ‘kan?”

“Kurasa juga begitu..”

“Jika dia membacanya, pasti dia akan langsung mengerti maksud di balik kisah yang aku buat..”

Changwook hanya mengangguk kecil. Tidak ingin menyahuti karena topik mereka mulai mendekati masalah yang membuat Ahrin gelisah, “Ah, bagaimana tidurmu?”

“Tidak senyaman kemarin malam,” Ahrin mendaratkan kepalanya ke sandaran kursi dan menoleh pada Changwook, “Kau tidak ada di sampingku sepanjang malam. Aku terbangun lebih awal dari sebelumnya.”

“Kenapa? Kau mimpi buruk lagi?”

“Em... Kemarin malam aku juga mimpi buruk, mimpi yang sama. Tapi karena kau ada di sampingku, mimpi itu lebih cepat menghilang. Wusshhh...” Ahrin menggerakkan tangannya yang bebas ke udara, menggambarkan sebuah tiupan angin, “Lalu, kemana kau tadi malam? Kenapa kau pergi? Bukankah sudah ku katakan kalau aku sering mimpi buruk jika tidur di malam hari? Bagaimana kau tega meninggalkanku sendirian? Bagaimana jika terjadi sesuatu padaku?”

“Nyatanya tidak ada yang terjadi, bukan? Kau baik-baik saja sekarang. Masih cantik seperti biasanya..”

“Maaf, tapi gombalanmu itu tidak berpengaruh padaku, Ji Changwook-ssi...”

Changwook hanya terkekeh, “Maaf. Aku tidak bermaksud meninggalkanmu terlalu lama. Awalnya aku hanya ingin ke dapur untuk mengambil minum, tapi aku terjebak dalam obrolan bersama X dan Sajang-nim.”

“Dan meluapkanku begitu saja?”

Lagi, Changwook tersenyum, “Mian..

Ahrin menarik napas dalam setelah tersenyum simpul. Pandangannya kembali menyapu ke luar jendela, melihat pepohonan dan juga lautan yang mulai tampak di kejauhan. Kepalanya kembali mengumpulkan semua kata-kata manis yang akan ia susun untuk menyapa Jaemin. Meskipun ia tahu hal itu akan sia-sia saja, sebab semua kalimat dalam kepalanya itu akan lenyap detik pertama ia bertatap muka dengan adiknya.

“Sudah ku bilang jangan lakukan itu..

Ahrin tersentak kecil saat tangan Changwook melepas genggaman mereka dan berpindah pada tangan kanan yang entah kapan sudah kembali mendarat di mulutnya. Semakin lama ia melamun, maka semakin cepat pula gelisah menyapanya. Dan hal itu secara otomatis membuat Ahrin menggigit kukunya lagi.

Ah... Mian..” gumamnya sambil meremas jemarinya sendiri.

“Hentikan kebiasaan burukmu yang satu ini, Ahrin-ah. Mungkin tanganmu terlihat bersih, tapi kita tidak tahu apakah benar-benar tidak ada kuman yang bersarang di kukumu,” kata Changwook lembut, tak ingin semakin memperburuk suasana hati gadis itu, “Tanganmu bisa kehilangan kuku jika kau terus memakaninya.”

“Aku sudah mencobanya, tapi hal ini terus saja terulang. Karena itulah disebut kebiasaan, Changwook-ah...”

“Kau bisa mengganti objeknya ‘kan? Cemilan misalnya. Atau..”

Or whats?” tanya Ahrin dengan sebelah alis terangkat.

Jari Changwook mengetuk bibirnya ringan sebanyak dua kali dengan bonus senyum jahil yang terpampang, “My lips.. You can bite it. Aku tidak keberatan.”

Sontak Ahrin menjatuhkan satu pukulan keras di lengan kekar Changwook. Sebagai teguran atas lelucon pria itu yang membuatnya tersipu. Sementara sang korban hanya tertawa lepas karena telah berhasil memunculkan rona merah di kedua pipi Ahrin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Till The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang