03. Telepati Rasa

9.8K 675 44
                                    

"Ada 7 miliar senyuman di dunia ini. Namun, hanya senyumanmu yang menjadi favoritku." —Gilang Mahawira Natha Gardapati

***

Keesokan harinya, matahari mulai menampakkan dirinya di ufuk timur. Cahayanya masuk melalui celah jendela yang masih tertutup sempurna oleh gorden berwarna coklat polos. Terlihat Netta masih tertidur pulas di bawah naungan selimut tebalnya. Hingga knop pintu kamarnya terputar, menandakan seseorang dari luar sana berusaha masuk.

Tampak seorang wanita paruh baya masuk dengan langkah gontai berjalan mendekati putri semata wayangnya yang mungkin masih berkeliaran di alam mimpi. Wanita itu menarik selimut tebal yang membungkus putrinya.

"Netta, bangun sayang," ucap ibunya sembari mengusap puncak kepala Netta yang masih enggan membuka mata. Andini beranggapan, mungkin saja tadi malam putrinya begadang karena mengerjakan tugas sekolah yang dia tinggal karena memilih keluar bersama Gilang.

Andini kemudian berjalan menuju jendela yang masih tertutup rapi dengan gorden, lantas membukanya pelan, membiarkan cahaya matahari masuk begitu saja hingga mata Netta sedikit mengerjap.

"Netta, ayo bangun!"

"Hm, iya Bu. Sepuluh menit lagi ya, Bu!" Netta kemudian membalikkan badannya, memperbaiki posisi tidurnya senyaman mungkin.

"Yaudah, tapi nggak papa, kan, kalo ibu nyuruh Gilang duluan aja ke sekolah?" ucap Andini yang kini duduk di sisi ranjang.

Netta terkesiap, lantas bangun dari tidurnya. "Emang Gilang udah di depan, Bu?" tanyanya sambil mengucek kedua matanya. "Ibu kenapa nggak bangunin aku?" rengeknya kemudian.

"Lah, ini ibu udah bangunin."

"Tapi, Bu—"

Andini memotong, "Udah, ini masih pagi, Gilang yang terlalu cepat ke sini. Sana mandi!"

Andini bangkit lalu meninggalkan Netta yang masih berusaha mengumpulkan semua nyawanya yang tertinggal di alam mimpi.

Gadis itu bergegas ke kamar mandi untuk menyelesaikan ritual mandinya pagi ini. Hanya memakan waktu beberapa menit, setelah itu Netta keluar dengan seragam sekolah yang sudah membungkus rapi tubuhnya. Dengan langkah gontai, Netta berjalan menuju meja rias di samping ranjangnya. Dia menatap pantulan cermin yang memperlihatkan bayangannya lalu membubuhi sedikit wajahnya dengan bedak tabur dan menyemprotkan cairan parfum ke tubuhnya. Satu lagi, dia tak lupa merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dan membiarkan rambut panjangnya itu terurai.

Netta berjalan menuju meja makan lalu meraih segelas susu hangat dan meneguknya hingga tandas.

"Bu, Netta pamit ya," ucapnya setelah ibunya berjalan menuju meja makan.

"Kamu nggak sarapan?" tanya Andini, wanita itu berjalan dari arah dapur.

"Nggak usah, Bu. Nanti aja di sekolah. Nggak enak Gilang udah nunggu lama," tolak Netta lalu mencium punggung tangan ibunya.

"Yaudah, kamu bawa ini. Jangan lupa dimakan!" ucap ibunya sambil menyodorkan sebuah kotak bekal berwarna biru.

"Siap, Bu! Assalamualaikum."

"Walaikumussalam, hati-hati."

Netta berlalu meninggalkan ibunya dan berjalan menuju pintu utama, di luar sana sudah terlihat seseorang berdiri membelakangi pintu yang dalam keadaan terbuka. Cowok itu menggunakan seragam sekolah yang dibalut sweater warna hitam, Netta tersenyum melihatnya. Sudah bisa dipastikan, laki-laki itu adalah Gilang.

Salah satu rutinitas wajib seorang Gilang adalah mengantar-jemput gadis itu, bukan hanya ke sekolah, kemanapun Netta pergi dia harus berada di garda terdepan untuk menjaga dan melindungi Netta. Bahkan cowok itu sudah menjadi orang kepercayaan Andini, ibunya Netta. Seperti bodyguard saja!

NETTA [RE-PUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang