Nyaman tapi Gengsi

23 2 0
                                    

Karna sekali gue punya komitmen, berarti gue bener-bener cinta dan mau dia dampingi gue sampe mati. Cinta itu satu. Buat selamanya

Gilang Ardian Pakusadewo

Menyebalkan. Aku selalu harus berurusan dengan wanita ini. Sekarang aku berada tepat di depan kantornya. Kalau bukan ibunya yang memintaku untuk menjemputnya bekerja bagaimana aku mau capek2 datang ke tempat ini. Aku menikmati roti dan susu yang sempat aku beli di mini market dekat sini sambil menunggu wanita yang merepotkan ini. Dari kejauhan dia sudah tampak membawa tasnya dan hendak menghampiriku. Aku segera melajukan mobilku agar berhenti tepat di sampingnya.

Kubunyikan klakson mobilku saat dia sudah tepat berada di sebelah mobilku.

"Lo ngapain di sini?" Tanyanya sinis padaku.

"Lo pikir gue mau disini? Udah buruan masuk. Tante Zulfa minta gue jemput lo,"

"Apa? Mama minta lo jemput gue?" Gadis ini segera mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Tampak orang itu mengangkat telfonnya. "Halo, ma ini maksudnya apa sih? Aku bisa pulang sendiri. Kenapa harus dijemput segala?.... Apa? Makan?? Nggak ah Dira bisa makan di rumah aja.... Ma, tolong dong. Dira gamau.... Tapi ma," tiba tiba sambungan telfon miliknya terputus.

"Kenapa? Lo berharap banget nggak pulang bareng gue?" Wanita ini masih enggan untuk menumpang mobilku. Dasar cewe sombong. Hanya sekedar bilang dia butuh tumpangan saja tidak mau. "Yaudah kalo gamau," akhirnya aku melajukan mobilku perlahan hingga dia menghentikannya.

"Eh tunggu! Lo galiat ini udah malem? Tega2nya ninggalin gue lagi!" Ucapnya ketus dengan raut wajah sangat masam.

"Yaudah buruan naik! Bilang iya aja lama bgt lo," Perintahku tak tahan dengan sikapnya. Memang benar ya, wanita dimana mana sama, sebenarnya mereka ingin, hanya saja enggan untuk mengatakannya. Gengsi kalau dipelihara ya akan mengakibatkan ditinggal sama tunangannya sendiri, seperti wanita bodoh yang sedang bersamaku sekarang ini.

Wanita ini naik ke dalam mobilku. Tidak ada pembicaraan di antara kami. Hanya suara radio mobilku yang terdengar samar-samar.

"Lo mau makan?" Tanyaku memecah keheningan ini.

"Gausah langsung pulang aja," jawabnya tanpa menoleh ke arahku sedikitpun. Sudah kupastikan jawabannya tidak. Sebenarnya apa salahnya kalau dia bilang iya? Toh tidak akan merugikan harkatnya sebagai seorang wanita kan?

Sabar Gilang. Untung aku masih baik mau menawarinya makanan. Walaupun aku tidak menyukainya, bukan berarti aku membencinya kan? Aku membawanya ke resto tempat biasa aku dan keluargaku berkumpul dulu. Aku mematikan mesin dan sempat berkata padanya sebelum aku keluar mobil. "Gue nggak maksa lo buat makan, tapi gue laper. Kalo lo gamau makan, lo bisa tunggu di sini."

Aku melepas sabuk pengaman mobilku, lalu turun dari mobil. Dia menahanku yang hendak turun. "Tunggu! Gue ikut!" Dia akhirnya ikut melepas sabuk pengamannya dan turun bersamaku.

Kami masuk ke dalam resto ini. Aku sengaja meninggalkannya karna dia berjalan begitu lambat. Aku langsung duduk di meja paling ujung dimana seluruh kota Jakarta akan terlihat jika dilihat dari sini.

Dia yang baru pertama kali melihat pemandangan ini, sontak terkejut saat melihat betapa indahnya suasana Jakarta pada malam hari. "Lo sering kesini?" Tanyanya padaku.

Waktu yangMembawamu PergiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang