Begini ya rasanya dicintai, kita harus siap-siap dibilang jahat.
Gilang Ardian Pakusadewo
plak
"Hanya karena gue masih sayang sama dia, bukan berarti gue mau rebut dia dari isterinya. Jaga ucapan lo Lang." kalimat itu keluar dari mulut Dira, dengan penuh amarah dia keluar dari mobil meninggalkanku sendirian yang tengah menyesali kata-kata yang baru saja keluar dari mulutku.
Aku membisu ditempat, tanganku masih menyentuh bekas tamparan Dira. Sakit, tapi aku tahu rasa sakit ini tidak sebanding dengan rasa sakit yang Dira rasakan karena ucapanku tadi. Bodoh, aku memang laki-laki yang bodoh. Bahkan lebih bodoh lagi karena aku membiarkan dia pergi dengan berlinang air mata.
Ada satu hal yang sebenarnya aku sembunyikan dari Dira. Tetapi, manusia selalu begitu mendengar dari apa yang terdengar, melihat dari apa yang terlihat. Dira tidak akan pernah sadar apa yang kulakukan untuknya hanya untuk melindunginya.
"Halo Frey, lo bisa jemput Dira nggak nanti gue Shareloc tempatnya. Oke makasih ya."
Dir, aku akan memberimu waktu untuk sendiri. Sampai perasaanmu membaik.
Aku mengamatinya dari mobilku, dia masih menangis sesenggukan di pinggir jalan. Andai saja aku mampu, sudah kuberikan bahuku untuk menanggung kesedihanmu. Andai saja aku mampu, sudah kubisikkan kalimat-kalimat manis untuk menghiburmu. Tapi justru akulah yang menjadi alasanmu mengeluarkan air matamu.
Sampai akhirnya beberapa menit kemudian Freya datang, barulah disitu aku merasa lega. Maaf Dir, aku memang jahat. Tapi ini demi kebaikanmu. Kalau kamu bertanya apakah aku tersiksa? Iya aku jauh lebih tersiksa darimu.
Kalau urusanku dengan Alina sudah selesai, aku pasti akan datang kepadamu!
Aku memutar mobil menuju rumahku. Sepanjang perjalanan yang kupikirkan hanyalah Dira, gadis itu sudah berhasil mengusik ketenanganku beberapa waktu yang lalu. Aku tidak mengerti harus senang atau tidak dengan perjodohan ini, tetapi berkat mama aku bisa mengenal sosok bernama Dira. Gadis yang sangat-sangat menyebalkan tapi manja dan menggemaskan.
Sayangnya, aku terlambat menyadari perasaanku ketika Alina datang. Aku yang terlalu fokus menyelesaikan masalahku dengan Alina malah membuatku semakin jauh dengan Dira. Sehingga aku tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk dimaafkan Dira.
Ponselku berdering, nama Alina terpampang nyata di layar itu. Segera aku mengangkatnya, atau kalau tidak dia akan mengamuk dan mengancam. Aku hanya tidak mau melihatnya menjadi perempuan yang melukai dirinya sendiri. Dia berharga, tetapi dia tidak tahu cara menghargai dirinyaa sendiri.
"Halo sayang, sudah sampai rumah?" dari suaranya aku bisa merasaan kebahagiaan saat dia meneleponku, bodohnya aku tidak bisa begitu saja mengubah bahagianya menjadi derita. Padahal jika aku seperti ini terus-terusan, aku justru akan melukainya lebih dalam.
"Masih diperjalanan." Jawabku singkat dan datar.
"Ini sudah empat puluh lima menit setelah kamu mengantarku pulang. Seharunya kamu sudah sampai dong." Alina adalah orang yang sangat pemerhati, bahkan dia tahu waktuku pulang, perjalanan dari rumah ke kantor, waktu makan, waktu bangun tidur, waktu kerja, ya pokoknya semua yang akan aku lakukan di hari itu dia mengetahui segalanya. Seolah-olah dia punya jadwal segala aktivitasku. Sebenarnya aku merasa terganggu dengan ini, iya aku seperti tidak memiliki privasi, dan aku seperti diatur olehnya.
"Al, apa penting semua yang kulakukan kamu harus tahu? Aku juga butuh privasi." Kataku lembut, di depan Alina aku tidak pernah berani berkata kasar. Kalian pasti tahu, Alina memiliki penyakit kejiwaan. Kalau kumat bisa sangat berbahaya bagi dirinya dan orang-orang disekitarnya. Dia tidak bisa mendengar teriakan, sentakan, atau apapun yang melukai hatinya. Makanya sebisa mungkin aku menjaga itu. Bahkan aku telah berjanji dengan orang tuanya untuk menjaga Alina. Dulu dia adalah teman kuliahku di London. Jadi satu sama lain dari kita sangat-sangat mengenal. Hanya saja aku tidak pernah menganggapnya lebih dari sekadar adik perempuanku.
![](https://img.wattpad.com/cover/216218467-288-k665333.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu yangMembawamu Pergi
Teen FictionBagiku, waktu itu sungguh kejam. Tanpa ampun dia membuat semua yang indah menjadi fana. Hanya butuh beberapa jam saja untuk merusak semuanya, namun butuh waktu bertahun-tahun untuk kembali membangunnya. Bagaimana hancurnya aku tanpa dia? Bagaimana...