"Manusia Salju"

1.4K 138 16
                                    

*note : cerita ini hanya fiksi semata, cukup benci karakternya di cerita ini saja, tapi tidak dengan visualisasinya di dunia nyata*


Bulan berganti bulan sampai tiba saatnya yang mendebarkan bagi Wira dan Rein.
Ya kelahiran calon buah hati yang mereka tunggu-tunggu setelah sekian lama.

Bukannya mereka tak bisa melakukan USG hanya saja mereka ingin menebak hadiah apa yang tuhan beri untuk melengkapi keluarga kecil mereka.

●●●

"Ayo sayang, kamu pasti bisa" kata Wira memberi semangat yang ia punya untuk istrinya.

"Aaaarrrrrghhhhh"

"Aaaahhh, Semangat sayang, kamu perempuan kuat sayang" kata Wira lagi dengan sedikit meringis karena rambutnya habis di tarik oleh sang istri.

"Terus bu, sedikit lagi" timpal bu dokter yang menangani Rein.

●●●

Akhirnya setelah perjuangan yang melelahkan pecah lah suara tangis kecil yang mereka harapkan.
Ya bayi kecil yang cantik telah lahir kedunia ini.

"Selamat ya pak,bu anak bapak dan ibu telah lahir, anak kalian perempuan, cantik sekali. kata sang dokter dengan membawa bayi yang masih berdarah untuk dibersihkan.

"Sayang,anak kita perempuan,gak papa kan?" tanya Rein cemas karena ia tau sang suami pasti sangat kecewa melihat jenis kelamin dari buah hati mereka.

Wira hanya diam,berusaha untuk tersenyum demi istrinya,walaupun sebenarnya sang istri sangat paham bahwa ia sangat kecewa dengan hasilnya.

"Ini bu, bayi anda sudah dibersihkan, silahkan disusui" kata perawat yang membawa anak mereka.

Wira pun mengambil bayi mungil yang cantik dari pegangan perawat itu dan segera meletakkannya di dada sang istri.

●●●

"Anak kita cantik ya sayang" kata Rein sambil memberikan ASI pertamanya untuk sang buah hati.

Wira hanya menarik sudut bibirnya sedikit saat mendengar perkataan sang istri.

"Bayi kita matanya kayak kamu ya, aku jadi iri" tambah Rein lagi.
Namun Wira masih dengan ekspresi yang sama, ya hanya sedikit menyunggingkan bibir untuk menanggapi perkataan sang istri.

"Kita kasih nama siapa nih?" tanya Rein sambil mengelus pipi gembul sang bayi.

"Terserah kamu aja"

"Ih kamu kok gitu, ini kan anak kamu juga, kamu harus ikut andil dong dalam ngasih namanya, masa' aku doang" cibir Rein kesal.

Wira hanya diam melihat tingkah sang istri, biasanya jika sang istri bersikap seperti itu ia akan terkekeh sembari mengusap hangat kepala Rein,namun kali ini berbeda.

Ada aura dingin yang dipancarkan dari sikap Wira yang sangat jelas terlihat.

Rein mengerti bahwa Wira belum bisa menerima kehadiran putri kecil mereka,tapi ia yakin bahwa seiring berjalannya waktu Wira akan menyayanginya.

"Sinar aja gimana? Sinar permata Wirayudha?" Kata Rein memberi saran dengan semangat.

"Iya boleh, namanya bagus"

"Hmm" Rein hanya mendengus pelan melihat sikap sang suami yang sangat kelihatan tidak menyukai kehadiran putri kecil mereka.

●●●

"Ay..yah...ay..yah..ay..yah"

"Sayanggg, sini bentar!!!" teriak Rein dari kamar.

"Ada apa sih? pagi-pagi udah teriak, berisik tau" gerutu Wira yang baru saja dari dapur.

"Ih kamu ini" geram Rein sambil memukul lengan Wira.

"Liat nih anak kita udah ngucapin kata pertamanya,apa lagi kata pertamanya itu manggil kamu, gemes banget ihh"

"Oh" balas Wira singkat
"Oh? Kamu ga senang gitu ngeliat anak kita tumbuh dengan sehat terus lucu kayak gini?" tanya Rein sedikit emosi.

Jujur saja dari mulai Sinar lahir sampai ia bisa mengucapkan kata pertamanya, Wira hanya bersikap seakan Sinar bukan darah dagingnya.

"Ngeselin" gumam Rein pelan, ia tahu bahwa suaminya dapat mendengar gumamnya itu tapi tetap saja sang suami tak merespon apapun.

"Senang kok"

"Ya udah lah percuma ngomongin ini sama manusia salju yang dingin kayak kamu" balas Rein pasrah.

Wira pun keluar dari kamar dan kembali menuju dapur.

●●●

"Ayaahhh!!!" pekik gadis manis yang tengah berlari kearah sang ayah dan memeluknya.

menyambut kedatangan sang ayah yang baru pulang dari kantor merupakan hal yang menyenangkan bagi Sinar,namun sayangnya Wira tak pernah membalas pelukan hangat darinya.

"Sinar, sini sayang sama bunda aja, ayah kan baru pulang kerja pasti masih capek, kita tunggu ayah di meja makan aja ya sayang" kata Rein sambil menarik anaknya dari pelukan sang ayah, ah maksudnya dari pelukan tak berbalas dari sang ayah.

●●●

Rein sudah tumbuh menjadi anak perempuan yang lucu, di umur 2 tahun ia sudah mendapat banyak perhatian dari banyak orang, kecuali dari ayahnya sendiri.

Wira hanya berlalu dan menuju ke kamar untuk berganti baju, namun langkahnya terhenti kembali meihat tatapan sang istri yang tajam.

●●●

"Mau sampai kapan kamu kayak gini?"

"Sinar tuh sayang banget sama kamu, dia juga anakmu, anak kita, buah hati kamu juga!!!!"

"Hanya karena kamu gak mendapatkan keinginanmu, kamu langsung bersikap seakan-akan Sinar bukan darah dagingmu, begitu?"

"Please, buka mata kamu Wira, aku tau kamu kecewa tapi kamu gak berhak melampiaskannya sama putri kita, Sinar"

Wira hanya diam mendengarkan amarah istrinya yang meluap kepadanya.
Ia tau ia salah tapi ia sendiri tak bisa mengubah apa-apa.
Dia terlalu kecewa dengan namanya pengharapan.

"Kok kamu diam aja? Apa aku salah? Aku cuma minta kamu untuk sayang sama Sinar, apa itu salah?
Apa aku salah meminta seorang ayah untuk menyayangi anak perempuannya? Bagian dari darah dagingnya?"

"Ah enggak, sepertinya aku yang bersalah disini, karena memilihmu untuk menjadi ayah dari anak-anakku" lanjut Rein dan langsung keluar dari kamar mereka.

Wira kembali mematung mendengar perkataan istrinya itu

"Aku yang bersalah, karena memilihmu sebagai ayah dari anak-anakku"

kata-kata itu kembali terlintas dipikirannya.

"Seburuk itukah aku sebagai seorang ayah?".

My Ice Daddy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang