Areum mulai membuka matanya. Dia tak asing lagi dengan bau seperti sekarang, rumah sakit. Dia pikir dia sudah mati, tetapi belum. Saat hendak bergerak, dirinya meringis karena merasa sakit pada bahu kirinya, tempat dimana peluru milik Naeun bersarang.
Rupanya, pekikan tertahan Areum membangunkan kakaknya, Baram. Laki-laki itu langsung membombardir pertanyaan kepada sang adik.
"Kamu gak apa-apa? Ada yang sakit? Pusing gak? Haus? Kebelet?"
Areum tersenyum simpul kemudian menggeleng.
"Em, kayaknya polisi bentar lagi ke sini. Kamu diminta ngasih keterangan," ucap Baram lirih. Di pikirannya, sang adik pasti trauma, dan berurusan dengan polisi itu tidak semudah yang dibayangkan. "Kakak temenin."
"Oke."
__Areum menatap sekolahnya dari luar. Gerbangnya tertutup, bahkan dikunci. Sementara ini memang kegiatan belajar mengajar diliburkan, karena kejadian beberapa hari yang lalu.
"Ayo!"
Areum menoleh sekilas kemudian mengangguk. Hari ini Areum ingin mengunjungi makam dan krematorium teman-temannya.
Ingat saat Areum baru sadar? Dia hari itu benar-benar dimintai keterangan sebagai saksi, ditemani oleh sang kakak. Gadis itu sedikit ragu mengungkap semuanya.
"Beneran berani sendiri?" tanya Baram memastikan.
Areum mengangguk mantap. Kemungkinan dia menangis itu besar, dan dia tidak ingin membuat kakaknya khawatir.
Perempuan berwajah ayu mulai memasuki krematorium. Dirinya berjalan melewati beberapa etalase dengan banyak guci berisi abu kremasi di dalamnya.
Hingga kemudian tubuhnya berhenti tepat di depan guci dengan sebuah nama di bawahnya, Son Naeun.
Matanya berembun, air mata mendesak untuk keluar.
Mengingat begitu banyak waktu yang dia habiskan dengan teman-temannya, tak terkecuali Naeun.
Kalau saja hari itu dirinya membantu teman yang sangat membutuhkan dirinya, kejadian seperti hari lalu tak akan terjadi, mungkin.
"Hai, Eun. Apa kabar? Semoga kamu tenang, ya? Enak ya ketemu sama yang lain, sedangkan aku sendirian di sini. Hiks. Kamu jahat banget tahu, nggak? Harusnya kamu juga bunuh aku. Tapi kenapa— hiks."
Pertahanan Areum pun akhirnya runtuh juga. Padahal baru Naeun, belum lagi laki-laki kesayangannya, Ray.
Areum tak habis pikir dengan dia. Ia pikir hidupnya lebih indah daripada dirinya, buktinya laki-laki berpipi sedikit berisi itu selalu bertingkah seolah-olah hidupnya semenyenangkan itu, singkatnya tidak ada apa-apa. Namun ternyata dia salah.
Ada banyak sekali kesedihan dibalik semua tawa dan wajah riang yang Ray tunjukkan padanya dan yang lain.
"Tuh, kan. Nggak usah nangis, Dek!"
Areum tersenyum kecil saat mendapati sang kakak yang tengah berjalan menghampiri dirinya.
"Kakak ngapain ke sini?" tanya gadis itu di sela-sela kegiatannya membersihkan jejak air mata pada pipinya.
"Nemenin kamu, takut tiba-tiba pingsan."
Lagi-lagi Areum tersenyum kecil. Dirinya mulai menyatukan tangan, berdoa pada Sang Kuasa, memohon agar temannya diberi tempat yang terbaik.
"Udah?" Perempuan berambut sebahu itu mengangguk kecil sebelum akhirnya menarik tangan sang kakak menuju tempat terakhir temannya yang lain.
Pada akhirnya memang tidak ada yang sempurna di dunia ini. Julukan kelas elit itu bahkan seperti tak ada artinya. Semua yang berpikir kalau mereka adalah keluarga dan semua masalah bisa teratasi bersama pun sepertinya jauh dari dugaan.
Tak ada yang tahu alur cerita Tuhan pada makhluknya.
Seperti berjalan dengan kabut pekat di sekeliling. Tak ada yang tahu apa yang akan menyambut mereka di ujung kabut, apakah sebuah cahaya terang atau bahkan sebuah jurang.
End.
Y
eee asique..
Tamattt
YeeeeOke jadi giniiii ...
Kupikir kalian ada yang nggak tahu tentang clue yang ada di sini sama jawabannya. Next chapter bakal aku jelasin semuaaaa!!! Jadi tunggu aja, ya!Oh, btw ini Barammm
Jangan lupa vote sama komen. Kalian juga bisa share ke temen-temen kalian kalo mau, hehe.©️clbzavcia , 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Classroom of the Elite ✔
Mystery / ThrillerKelas malam tambahan yang mengundang petaka bagi kelas 2-3 yang merupakan satu-satunya kelas unggulan di angkatannya. Start : 10 Mei 2020 Finish : 16 Juni 2020 © ️clbzavcia , 2020