18

2.4K 403 146
                                    

Terkadang, Jimin berpikir tak ada salahnya ia mengira bahwa barangkali Hyunji juga simpan afeksi untuknya. Ada beberapa  fragmen yang Jimin ingat, dan di sanalah ia menemukan Hyunji menatapnya dengan lembut, mendengar pun mematuhi ucapannya, bahkan jika diingat-ingat Hyunji memang selalu manis padanya setelah usia pernikahan mereka memasuki usia tahun ke dua; ketika Bae dan Hyuk masih mencoba tidur dengan tengkurap. Jimin ingat bagaimana mereka terkadang saling bergantian melempar tawa ketika sama-sama mengganti popok kedua anak mereka.

Jimin jarang menyadari hal itu sebab ia terlalu sibuk dengan perasaannya sendiri, ia kerepotan setiap harinya untuk memberi yang terbaik; untuk Hyunji dan kedua anak mereka yang masih balita. Ia menjadi lebih sering berbahagia untuk hatinya, sehingga sulit membuka mata untuk melihat bahwa barangkali tidak hanya dirinya yang telah jatuh cinta. Jimin tak ingin menyangkal bahwa memang Hyunji tak lagi sama dalam tiga periode: Ketika awal pernikahan, gadis itu cenderung lebih banyak diam dan kaku. Kemudian Hyunji menjadi sangat hangat dan memberi semua yang Jimin inginkan dalam sebuah kurun waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya kini perempuan tersebut kembali bersikap berbeda setelah Yoongi hadir dan mulai diam-diam meracuni pernikahan mereka.

Dari semua itu, Jimin hanya ingin menyalahkan diri sendiri yang rupanya pun kurang memberikan seluruh isi pikiran dan perhatian dengan benar. Ia lupa melihat dari banyak sisi, dan hanya percayai apa yang pandangannya rekam tanpa diskusi dengan nalar. Mungkin memang Hyunji ingin menyembunyikan rasanya dengan sangat rapi, sedang dirinya terjun dalam pemahaman yang salah. Mungkin saja begitu, bukan?

"Kelihatannya sudah berbaikan dengan Hyunji, Jim?"

Atensi Jimin beralih sejenak dari jalanan pada muka Seokjin yang sedari tadi sibuk dengan tablet di tangannya. Lelaki tersebut bahkan tak menatap ke arahnya, tetapi seolah Jimin paham akan kesibukannya, ia menanggapi dengan angkatan bahu serta vokal berat yang lirih.

"Menebaknya dengan tepat, Hyung."

"Aku lihat Sohyun di rumah sejak tadi pagi. Wajahnya murung. Anak-anak juga tak sedang denganmu. Kupikir kalian memutuskan untuk saling bicara dan membuka pikiran masing-masing. Hyuk dan Bae pasti sedang dengan Hyunji."

Jimin tarik satu ujung bibirnya, tangan kanannya tetap pada kemudi mobil. Ia hendak membuka labium guna beri vokal sebagai tanggapan, sayangnya suara feminim lahir dari kursi belakang. Sedikit mendecak sebelum akhirnya menuang sederet kalimat yang ditujukan langsung pada Seokjin.

"Lalu memangnya kenapa? Hei Pria Tua, aku tidak suka jika kau mengorelasikan kesedihan adikmu dengan kebahagian rumah tangga orang lain. Memangnya jadi salah Jimin kalau adikmu itu jadi murung?" Hyura mengerutkan kening, sengaja membuat lapisan kulit pada dahinya agar Seokjin menoleh kemudian memberi sebuah gelengan seperti keinginannya.

"Bukan begitu, Ra. Bicaramu selalu seperti itu. Aku hanya penasaran kenapa Sohyun menjadi sangat buruk dan Jimin tidak sedang dengan anak-anak. Kau terus-terusan memojokkan aku. Jangan-jangan kau sudah lupa kalau aku ini suamimu," gerutu Seokjin sebelum berpaling kembali pada jalanan.

Jimin ingin menengahi, tetapi Hyura sungguh-sungguh tak bisa berhenti. "Karena kau terus-terusan membuatku kesal. Kita sudah sepakat untuk membiarkan Sohyun mengurus hidupnya sendiri, tapi kau masih saja menduga-duga bahwa barangkali akan ada kesempatan bagi dia untuk kembali pada Jimin. Aku mengerti bahwa kau adalah kakaknya dan sangat wajar jika kau mencemaskan masa depan adikmu sendiri. Namun berharap dia bahagia sembari mengharapkan kerusakan rumah tangga orang lain itu bukan hal baik. Dasar pria tidak berperasaan, lebih tepatnya kau ini pria yang tak kau repot melihat banyak sisi. Kau mempercayai apa yang kau lihat dari satu sisi kemudian mengasihaninya. Kau tidak lihat posisi Jimin yang—"

"Sebentar lagi kita sampai." Jimin interupsi juga pada akhirnya. "Aku selalu heran kenapa kalian berdua selalu bertengkar?"

Hyura mendengus dari kursi belakang, dan Seokjin hanya melirik sekilas pada istrinya sebelum mengubah roman wajahnya yang sebelumnya keras menjadi lebih lembut. "Aku minta maaf, Ra. Jangan kesal-kesal lagi, aku bisa frustrasi mendengarmu mengomel setiap hari."

LABIRYNTH ESCAPE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang