08

3.7K 554 404
                                    

Jimin bahkan sudah tak dapat rasakan eksistensi hatinya sendiri yang barangkali telah lebih hancur daripada berserakan. Ia hanya terlalu sabar hadapi kenyataan, sampai lupa bahwa afeksi seperti itu juga tidak terlalu berbuntut baik jika terus diendapkan. Ia ingin memiliki Hyunji sama besarnya dengan loka, meski itu artinya ia perlu memintas lebih jauh, memarahi jantungnya yang sekarat setiap kali berusaha mengejar ketertinggalan jejak istrinya hingga berakhir buram konteks.

Lelaki itu masih begitu berharap akan dapatkan balasan dari segala kebaikan tulus yang telah ia berikan, meski senyatanya tak ada ketulusan jika hal itu masih dikatakan pun menuntut balasan. Namun memang apa salahnya meminta hal itu dari perempuan yang telah disumpah bersama dengan dirinya tujuh tahun lalu? Bukankah mereka telah disumpah untuk menerima segala konteks baik-buruknya? Setia yang tak akan pernah ada pihak terlibat lain, entah ketiga, keempat, dan pihak-pihak selanjutnya.

Bagi Jimin, akronim yang bagus adalah Hyunji dengan dirinya. Rumah terbaik adalah perempuan itu, dan humor penghilang penat adalah dua buntalan yang mereka buat dengan proses begitu cepat. Jimin terus berusaha menjadi teman di samping posisinya sebagai suami dan juga seorang ayah. Ia berusaha berikan tubuhnya untuk dijadikan tempat istirahat ternyaman, bahkan ia berikan otak, hati, serta jantungnya pada sumpah itu—ketika diucap di altar.

Pada awalnya memang tak begini, sebuah ajakan menikah yang dilahirkan begitu saja dari rahim pita suara tak pernah seperti itu. Hubungan ini tak terniat, tetapi Jimin selalu bertanggung jawab dengan sangat totalitas. Menjalani peran dengan loyal, pergi melamar Hyunji setelah perempuan itu menyanggupi tawarannya, menikah, bahkan saling berkenalan dengan layak pada malam pertama. Jika ditelaah kembali, keduanya memang hanya sejoli asing yang sempat kehilangan minat pada hidup akibat terlalu patah.

Namun sedari awal Jimin selalu melakukan tugasnya dengan baik, ia mengenal dengan ekspres, memberi tak pandang imbal, bahkan berhubungan intim tanpa memikirkan perempuan lain selain yang dirinya kungkung. Jimin selalu profesionalitas, tetapi rupanya tidak dengan tubuh yang ia kawini. Dulu, ia tak pikirkan itu, sebab, Jimin hanya ingin menjadi lelaki sejati yang tepati segala ucap yang dilahirkannya.

Bagian tersulit adalah pada awal-awal pernikahan, ketika Hyunji masih tak lekangkan waktu untuk hentikan tangisan, dan Jimin diam-diam perhatikan dari balkon sembari sesap ujung sigaret yang diapit jemari. Hingga bulan-bulan berganti, air mata semakin menipis, dan tawa perlahan terbit, itu berkat Jimin. Sebab lelaki itu tak pernah kehabisan cara untuk menjadi alasan bahagia di dalam rumah yang berusaha ia bangun dengan sepenuh hati. Senyum Hyunji pada awal pernikahan adalah tujuan Jimin, ia berusaha keras lakukan apa pun untuk terbitkan kurva lengkung itu. Setelah berhasil, ia ingin pertahankan usahanya, kemudian tawa Hyunji menjadi prioritasnya, kewajiban, bahkan kini menjadi kesenangan yang harus ada setiap hari.

Lelaki itu berusaha keras, membangun kebahagiaan untuk perempuan asing, hingga berita kehamilan pada usia pernikahan yang ke tujuh bulan adalah sebuah berita yang menggembirakan. Mereka melakukan tanpa cinta, hanya sekedar merasa menjadi kewajiban siklus pernikahan, bahkan tak jarang sebab merasa saling membutuhkan. Itu awalnya ketidakniatan yang berakhir menjadi satu riuh kebahagiaan antara para besan. Kemudian, Jimin akui ada yang berdetak beda dalam hatinya setiap kali menemukan perut rata itu kian membuncit dari bulan ke bulan. Tubuh Hyunji yang tak lagi berlekuk indah, sirat wajah yang suka menekuk lantaran rasakan nyilu pada beberapa tempat, menangis akibat sakit pinggang, dan meminta pijatan dari Jimin ketika betisnya terasa kejang. Hyunji hamil lima bulan, dan Jimin jatuh cinta.

Hidup mereka begitu statis dan terus bahagia, itu juga berkat usaha Jimin untuk ciptakan fragmen lega. Hyunji tak pernah keluhkan apa-apa padanya, dan Jimin pikir ia telah berikan segala konteks dengan porsi yang tepat. Hingga akhirnya pada malam kehamilan nyaris sembilan bulan, Jimin kenali apa yang cacat dari hubungan mereka, yaitu kenangan yang enggan lenyap. Malam itu ia terbangun tepat ketika Hyunji singkirkan lengannya pelan-pelan dari tubuh perempuan itu, Jimin diam saja bahkan ketika Hyunji berjinjit ringan menuju nakas meja rias, dan membuka laci tengah. Dalam remang, ia memeluk satu potret yang tak berubah profilnya, masa lalu.

LABIRYNTH ESCAPE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang