Part IV

615 6 0
                                    

Semua Akan Terbongkar.

Aku keluar dari kamar mandi lalu turun ke lantai satu menuju parkiran, hanya ada beberapa motor yang masih terparkir menemani motorku. Aku menaiki motorku dan menyalakan mesinnya.

"Semoga kak kira ngerti"
Ucapku dalam hati sambil menarik gas motorku melaju keluar dari area pakirkan.

___

Setibanya di depan rumah. Aku turun dari motor dan melangkah mendekati gerbang. Saat aku membuka gerbang, aku melihat kak kira dan lala sedang duduk di teras rumah. Mata kak kira melihat ke arahku, ku percepat proses membuka gerbang lalu ku dorong motorku masuk ke dalam.

Dengan kepala menunduk, aku mulai berjalan pelan ke teras rumah.

"Kamu punya otak ga sih to?!"
Bentak kak kira sambil bangkit dari duduknya, saat aku sudah berada di hadapannya.

Aku melirik ke arah lala. Matanya merah dan sedikit membengkak, tapi setidaknya dia sudah berhenti menangis. Aku kembalikan pandanganku ke bawah, hanya bisa melihat kaki kak kira yang berdiri di depanku.

"Kamu mikir apa sampe tega nyakitin pacarnya lala?!"
Bentak kak kira.

Aku memberanikan diri untuk mengangkat kepalaku, melihat wajah kak kira yang sedang menahan emosi.

"Geri pengen ngerjain kakak, aku cuman ingin ngejagain kak kira."
Jawabku pelan.

Ekspresi wajah kak kira terlihat sedikit berubah, ia sejenak terdiam setelah mendengar ucapanku.

Namun akhirnya ia kembali mengangkat suara..

"TAPI GA GINI CARANYA ANTO!"
Bentak kak kira, lebih kencang dari bentakan sebelumnya.

"Dia yang..."

"DIAM!"
Teriak kak kira sambil melayangkan tangan kanannya ke arah pipiku.

*Paakkk*

Suara tangan kak kira saat menampar pipi kiriku. Wajahku terasa panas, begitu juga hatiku melihat sikap kak kira.

"Kamu hampir ngebunuh orang"
Ucap kak kira pelan.

Ingin rasanya aku menyanggah ucapan kak kira, namun ku urungkan niatku. Wajar, mungkin lala sangat takut melihat darah sehingga melebih - lebihkan ceritanya kepada kak kira.

"Sadar to, kamu udah tega bikin lala nangis, padahal kamu cuman numpang di sini" lanjutnya

Jujur, emosiku terpancing saat mendengar ucapan kak kira. Aku menekan rahang atas dan bawahku, dengan yakin aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah melewati kak kira.

"KAKAK MASIH NGOMONG!"
Teriak kak kira saat aku baru melewati pintu.

"PAPAH SABTU INI PULANG!"
Teriaknya lagi, saat ini aku sudah berada di ruang tamu.

"Gausah repot - repot"
Jawabku setengah berteriak tanpa menghentikan langkahku.

Aku masuk ke dalam kamar, membuka laci, mengeluarkan beberapa pakaianku, namun hanya pakaian yang ku ingat di belikan oleh ibuku.

Setelah beberapa saat, ku letakan pakaianku diatas kasur. Aku membuka seragam sekolahku, lalu ganti baju dengan pakaian yang ada di atas kasur.

Aku meraih sisa pakaian yang ada di atas kasur. 3 kaos, 3 celana pendek, 1 celana jeans, beberapa celana dalam dan sepasang seragam sma kekecilan yang ku ingat betul di belikan ibu saat aku masih kelas 1 sma, beberapa bulan sebelum ibu meninggal.

Aku melihat ke sekitar ruang kamarku. Aku mengambil kantong plastik hitam yang berisikan buku - buku sma kelas 1 dan 2.

Ku keluarkan semua buku dari dalam kantong plastik, lalu ku masukan pakaian yang ada di atas kasur. Aku menunduk untuk mengambil seragam sekolahku yang ku pakai tadi lalu ku letakan di kasur, di atas tumpukan buku yang berserakan.

Aku merogoh seragam sma ku, mengeluarkan hp, dompet dan kunci motor.

Kini tangan kiriku memegang plastik, tangan kananku memegang hp, dompet dan kunci motor.

Menggunakan jari tangan kiriku, aku membuka pintu kamar lalu berjalan ke arah gudang yang berada di belakang rumah. Aku mengambil sepatu lamaku, lalu meletakan semua bawaanku ke lantai untuk membebaskan tangan menggunakan sepatu.

Setelah sepatu usangku terpakai, aku kembali mengambil barang bawaanku lalu melangkah menuju depan rumah.

Setibanya di teras rumah.

"Kamu mau kemana to?"
Tanya kak kira di sebelahku.

Aku sama sekali tak menghiraukan pertanyaan kak kira atau bahkan melihat ke arahnya.

Aku meletakan, hp, dompet dan kunci motor di atas meja yang berada di depan kak kira.

"Tolong bilang ke pak nuel, saya minta maaf..makasih banyak udah bantu keluarga saya"
Ucapku pelan.

Tak biasanya aku memanggil ayah mereka dengan sebutan 'pak nuel', aku lebih sering memanggilnya dengan sebutan 'bapak' karena tak enak bila menyebut nama ayah mereka.

Aku memberanikan diri untuk melihat ke arah lala. Wajahnya basah karena ia lagi - lagi menangis.

"Maaf yah non"
Ucapku sehormat mungkin sesuai derajatku di mata kak kira.

Aku memutarkan badanku dan dengan cepat mulai melangkah ke arah gerbang.

"ANTOO!!"
Teriak lala.

Ingin sekali rasanya aku menghentikan langkahku, namun ternyata tubuhku berkata lain. Aku membuka pagar lalu melangkah keluar. Saat aku membalikan badan untuk menutup pagar, aku sempat melihat lala yang berada di samping kak kira berdiri dan berlari ke arahku.

Pagar sudah tertutup dan dengan sangat berat hati, aku mengunci gembok pagar rumah.

"To, mau kemana?!"
Teriak lala saat sudah mendekati gerbang.

Aku hanya tersenyum lalu memutarkan badanku membelakangi lala. Langkahku sengaja ku percepat menjauhi rumah.

Lega rasanya aku dapat pergi meninggalkan rumah pak nuel. Rumah yang selama ini aku tumpangi, seperti ucapan kak kira.

Namun bagaimanapun aku tidak bisa membohongi perasaanku. Aku hanya berharap kak kira dapat sedikit mengerti alasanku, ternyata aku salah.

Rahasia terbesar dalam hidupku mungkin beberapa hari lagi akan tersebar di sekolah.

Bodohnya, aku malah merelakan itu terjadi, demi kak kira yang panas tamparannya masih terasa di pipiku dan ucapannya yang masih terdengar jelas di kupingku.

____

Aku sama sekali tak memikirkan langkah kakiku. Hingga rupanya aku sudah berada di depan stasiun. Aku melirik jam yang ada di dalam bangunan, jam setengah 8.

Menyadari sudah berapa lama aku berjalan, kakiku langsung terasa pegal. Aku memilih untuk duduk di kursi halte yang berada di depan stasiun. Aku sedikit menyesal karena mengembalikan semua uang yang ada di dompetku, tapi bagaimanapun juga itu harta mereka.

Aku melamun melihat ke tengah jalan. Yang ada di pikiranku saat ini hanyalah cara untuk dapat membalas geri, aku sangat ingin melihatnya menderita, setidaknya seperti perasaan ku saat ini.

Aku sama sekali tidak menghiraukan suara kendaraan yang lalu lalang di depanku, juga suara beberapa orang yang berada disampingku.

Namun ada satu suara yang tak bisa aku hiraukan.

"Kok kamu disini to?"
Suara yang sangat ku kenal, suara kak vina.

Aku melihat sebentar ke arah kak vina yang berdiri di sampingku.

"Iya kak"
Jawabku singkat sambil membalikan pandanganku ke jalan..

Kak vina tiba - tiba menyentuh pundak kananku.

"Pulang yuk"
Ucap kak vina.

Aku hanya diam tak menjawab ajakan kak vina. Kak vina malah duduk di samping kananku. Tangannya yang tadi memegang pundaku kini beralih memegang lenganku.

"Kamu mau tidur dimana?"
Tanya kak vina sambil mengelus lenganku.

"Gatau"
Jawabku

"Kamu mau ikut kakak?"
Tanya kak vina kali ini lalu menarik lenganku se akan menyuruhku untuk melihat ke arahnya.

"Asal jangan kerumah kak"
Jawabku sambil melihat ke arah kak vina.

Kak vina melepaskan lenganku lalu berdiri dan melangkah menjauhiku. Kak vina berhenti di depan sebuah taxi, lalu melihat ke arahku sambil melambaikan tangannya seperti menyuruhku untuk menghampirinya.

Aku mengambil plastik hitam berisi pakaianku lalu berjalan menuju kak vina.

"Naik to"
Ucap kak vina tersenyum sambil membuka pintu belakang taxi.

Aku menuruti permintaanya, kak vina juga ikut naik lalu menutup pintu mobil di sebelah kanannya dan mobil mulai berjalan. Entah setelah berapa lama, mobil berhenti lalu kak vina menggeserkan duduknya mendekati pintu mobil.

"Bentar yah to"
Ucap kak vina sambil membuka pintu dan melangkah keluar dari mobil.

Aku melihat ke arah kak vina. Kak vina masuk ke sebuah rumah yang memiliki tulisan 'terima kost' di tembok depannya. Jujur aku merasa sedikit lega menyadari bantuan dari kak vina.

Setelah beberapa saat, kak vina keluar dari dalam rumah melangkah kembali ke taxi.

"Sampe sini aja pak.. jadi berapa?"
Suara kak vina sedang berbicara dengan supir taxi.

Mendengar ucapan kak vina. Aku membuka pintu mobil lalu melangkah keluar.

"Sini to"
Ucap kak vina setelah membayar biaya taxi.

Aku mengikuti langkah kak vina menuju pintu rumah disaat yang bersamaan seorang ibu - ibu berjalan keluar dari dalam rumah dan melihat ke arahku.

"Ini bu adik saya, dia lagi berantem sama orang rumah. Mungkin hanya tinggal disini selama beberapa minggu"
Ucap kak vina berbicara dengan ibu pemilik kost.

"Gapapa kok mba. Yuk sini liat kamarnya"
Jawab sang ibu sambil berjalan ke samping rumah.

Kak vina berjalan di belakang ibu tersebut sementara aku menyusul di belakang kak vina.

Hingga kami tiba di belakang rumah, ternyata ada beberapa pintu di belakang rumah ini dan ada tangga besi menuju ke lantai dua yang juga terdapat beberapa pintu di belakang balkonnya.

Si ibu melangkah menuju pintu yang berada di pojok kiri lalu memasukan kunci ke lubang pintu.

"Ini mba kamarnya"
Ucap sang ibu sambil membuka pintu.

Aku dan kak vina melirik ke dalam. Ada sebuah kasur dan lemari kecil di dalamnya.

"Kamu tidur disini yah to"
Ucap kak vina melihat ke arahku

Aku membalas tatapan kak vina lalu menganggukan kepalaku.

"Yaudah mba kalo gitu dan besok saya minta fotocopy ktp adiknya yah"
Ucap ibu pemilik ke kost ke kak vina.

Aku sedikit kaget karena baru menyadari ktpku tertinggal di dalam dompet

"Dia belum punya ktp bu.. pake fotocopy ktp saya bisa?"
Jawab kak vina sambil mengeluarkan dompetnya. Sepertinya kak vina menyadari responku.

"Bisa kok mba, cuman untuk pegangan aja kalo ada kejadian apa - apa"
Jawab ibu pemilik kost sambil tersenyum

Kak vina mengeluarkan fotocopy ktpnya dari dompet lalu memberikannya ke ibu pemilik kost.

"Oke deh mba. Tapi kalo boleh tau nama adiknya siapa yah?"
Tanya ibu pemilik kost sambil melihat foto copy ktp kak vina.

"Anto"
Jawabku singkat mendahului kak vina.

Ibu pemilik kost mengalihkan pengelihatannya ke arahku.

"Kamar mandi ada di lantai dua yah mas anto, ini kunci kamarnya dan kalo ada perlu apa - apa kamu panggil ibu aja dari depan rumah"

Ucap ibu pemilik kost sambil menyerahkan kunci kamar kepadaku.

"Yaudah mba, saya permisi yah. Semoga adiknya cepet baikan sama orang rumah"

Ucap ibu kost sambil tersenyum ke arahku dan kak vina.
Ibu kost memutarkan badannya lalu pergi meninggalkan kami berdua.
Kak vina masuk ke dalam kamar lalu menyuruhku untuk ikut masuk ke dalam.

Kak vina duduk di pinggir kasur sementara aku masih berdiri di depan pintu kamar bagian dalam.

"Maaf yah to kakak nyuruh kamu tidur di sini"
Ucap kak vina

Kak vina meletakan dompetnya di atas lemari kecil, aku juga meletakan plastik pakaianku di samping lemari kecil itu.

"Gapapa kok kak"
Jawabku.

Justru aku harusnya mengucapkan terimakasih karena tidak harus tidur di pinggir jalan atau di depan ruko. Karena memang itu bayanganku saat memilih untuk pergi dari rumah pak nuel.

"Duduk sini dong to, ceritain masalahnya ke kakak"
Ucap kak vina sambil menepuk kasur yang ada disampingnya.

"Eh itu pintunya tutup"
Tambah kak vina sambil menunjuk ke arah pintu.

Aku menutup pintu dengan tangan kiriku, melangkah ke samping kak vina lalu ikut duduk di atas kasur.

Aku menceritakan semua kejadian hari ini. Juga alasanku melakukan penyerangan ke geri. Kak vina yang saat itu sedang menggunakan celana jeans dengan kemeja putih bergaris - garis merah mendengarkan sambil menggenggam tanganku.

"Trus kenapa kamu pergi dari rumah?"
Tanya kak vina.

"Gapapa"
Jawabku singkat.

Aku ragu untuk menceritakan rasa kekecewaanku terhadap kak kira, karena bagaimanapun kak kira adalah kakaknya kak vina.

"Kakak yakin kok to, papah ga bakal marah sampe ngusir kamu"
Ucap kak vina.

Kak vina sepertinya mengira bahwa aku pergi dari rumah karena takut di usir pak nuel

"Walau ga di usir, aku tetep bakal pergi kok kak"
Jawabku membantah anggapan kak vina.

"Tolong kak, jangan bilang siapa - siapa aku disini"
Tambahku.

"Iya to"
Jawab kak vina sambil tersenyum

Aku membalas senyuman kak vina.

"Boleh minta tolong ga kak?"
Tanyaku pelan. Terus menatap mata kak vina. Kak vina tak menjawab pertanyaanku.

Aku menahan laju perasaanku saat ingin mengucapkan permintaanku. Mataku terasa menahan sesuatu, nafasku pendek se akan tak ingin mengucapkan permintaanku.

"Tolong ambilin foto ibu"
Ucapku.

Aku bisa merasakan air mata mengalir di pipiku. Aku mengangkat wajahku ke atas berusaha menahan tangisanku.

Tangisan pertamaku semenjak aku menangisi kematian ibuku.

Seandainya ibu masih ada.

Mungkin aku tak akan berharap lebih dari kak kira.
Mungkin masih ada seseorang yang mau berbagi susah denganku. Mungkin masih ada ibu yang selalu berbagi letih menjalankan tugas harianku, berbagi sedih yang ku rasakan saat ini.

Tiba - tiba aku merasakan sesuatu menyentuh bibirku.

Kak vina menciumku. Hangat bibirnya menempel di bibirku. Tangan kiriku masih terus di genggam kak vina. Seketika aku tak lagi merasakan kesedihanku, aku justru membuka mulutku seperti ingin melumat bibirnya. Kak vina justru ikut membuka mulutnya, mulut kami berdua terbuka, aku memiringkan kepalaku ke kiri mencoba menghindari hidung kak vina yang bersentuhan dengan hidungku.

Dada sebelah kananku terasa di dorong tangan kiri kak vina. Wajahnya juga seakan ikut mendorong wajahku ke belakang hingga aku menjatuhkan badanku di kasur.

"Kak?"
Ucapku saat bibir kami terlepas.

"Ssstt"
Suara mulut kak vina

Kak vina menaikan kedua dengkulnya bertumpu di kasur lalu memajukan badannya hingga wajahnya kembali percis di berada hadanku.

Kak vina kembali mencium bibirku. Mungkin karena terbawa suasna, aku menikmati setiap saat mulut kak vina menghisap dan menekan bibirku. Aku memberanikan diri untuk meraba paha kak vina yang berada di sampingku.

Namun tiba - tiba kak vina melepaskan ciumannya.

"Kamu nikmatin aja yah to"
Ucap kak vina sambil tersenyum.

Semua Akan TerbongkarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang