Luntang-lantung.
Si bapak yang hidup di jalanan selama hampir dua puluh tahun ini sudah biasa dipandang seperti begitu. Toh, ia memang gelandangan yang rumahnya seluas bumi, tidur lelap berselimut angin, beratapkan kemewahan langit berbintang yang kadang mendung atau bahkan hujan petir.
Tak banyak yang mengerti kecuali para dermawan, yang entah benar-benar tulus, penggila citra apik publik, atau sudah tidak tahu lagi bagaimana cara menghabiskan aliran uang sepanjang tujuh turunan di pembuluh darahnya. Ah, ia tak peduli. Si bapak bersyukur sekali dengan kedermawanan mereka, terlepas dari apa alasannya.
"Ini, Pak. Dimakan ya! Jangan pingsan lagi seperti kemarin." ucap anak perempuan berumur sepuluh tahun itu sembari mengulurkan nasi kotak dan air mineral.
Si anak tersenyum sampai matanya membentuk bulan sabit dengan kerutan di sisi-sisinya. Kali ini tulus, putus bapak gelandangan. Entah sejak kapan ia memulai riset tak penting ini. Tapi satu yang pasti, ia menyukai bagaimana orang-orang bermandikan uang dengan sendok emas di mulutnya menghadapi dunia dalam topeng kebaikan. Tentu saja tidak semua crazy rich seperti itu, tapi yang begitu memang tidak sedikit juga.
Bapak gelandangan menerima uluran nasi kotak dari anak sepuluh tahun sembari menunjukkan senyum terbaiknya juga.
"Pak, mau tinggal di rumah saya?" tanya anak kecil itu lagi.
"Aduh, Nona terimakasih, terimakasih. Terimakasih sekali untuk bantuan yang sangat berharga ini. Tapi saya tidak akan membiarkan diri penuh sampah ini mengotori istana Anda." ucapnya pelan, perlahan-lahan.
Yang anak kecil hanya berkedip beberapa kali sambil mendengarkan dengan baik. "Kenapa kotor? Aku menawari Bapak tinggal di rumahku supaya Anda bisa menikmati hidup dengan nyaman tanpa harus main kucing-kucingan dengan Satpol PP, bukan di istana, Pak. Aku tidak punya yang seperti itu, belum. Mungkin nanti. Kalaupun nanti aku punya istana, akan kupastikan Bapak tidak tinggal di jalanan lagi."
Si bapak merekahkan senyum lagi dari wajah kumalnya, kali ini amat terkesan. "Anda anak yang sangat cantik dan cerdas sekali, Nona. Berapa umur Anda kalau orang tidak berguna ini boleh tahu?"
"Terimakasih pujiannya, Pak. Tapi Bapak tidak boleh merendahkan diri sendiri. Menganggap diri Anda sampah dan tidak berguna itu keterlaluan, Pak. Usiaku sepuluh tahun, belum melihat dunia selama Anda. Tapi guruku yang juga belum memiliki pengalaman hidup sebanyak Anda bilang, hal terpenting dalam hidup adalah cara pandang kita terhadap diri sendiri. Pikiran adalah hal yang terkuat. Maka apa yang kau pikirkan akan berubah menjadi sesuatu yang kau percayai. Lalu kepercayaan itu akan berubah menjadi kenyataan. Kurasa yang ia katakan benar, Pak. Jadi jangan begitu lagi. Semua orang berharga dan memiliki porsi masing-masing."
Bapak itu terhenyak. Belum pernah didapatinya perkataan semenyejukkan itu dari siapapun. Ia semakin terkejut dibuatnya ketika tahu dan sadar bahwa yang berbicara adalah anak kecil, bocah kemarin sore. Si gelandangan mulai meragukan lima puluh tahun hidupnya.
"Bukan main. Anda memang sangat hebat, orang tua Anda pasti mendidik Nona dengan sangat baik." ia mengusap rambut kecokelatan gadis kecil berkulit putih di hadapannya. "Tidak banyak manusia yang bisa melakukan dan memikirkan hal seperti Anda bahkan setelah melalui begitu banyak peristiwa dan pengalaman dalam hidupnya, belajar dari yang lalu tak kunjung bisa mereka amalkan."
Si gadis itu duduk bersila di hadapan sang gelandangan yang bersandar pada dinding bergravity yang menjadi pembatas antara area kumuh dan perumahan kaum elit. Anak sepuluh tahun itu membiarkan mantel Louis Vuitton cokelatnya yang wangi bersentuhan langsung dengan aspal tempat para gelandangan dan warga area kumuh bernaung, tanpa ragu, tanpa pikir panjang. Membuat sepatu custom yang didesain khusus oleh Balenciaga di kaki kecilnya berciuman dan menjadi rekan atmosfer menyesakkan downtown.
KAMU SEDANG MEMBACA
jagad raya
Short StoryDalam manusia ada masa ketika cita diganti harap dan putus asa, menggerakkan poros luka, sesekali tertawa. Apa sih hidup itu selain selingan saja, lagipula lahir memang untuk mati. ⚠Cerpen yang dibuat dengan penuh ketiba-tibaan dan kegelapan.