Joanna tiba di kost pukul 21 lewat 15 menit. Jalanan macet, maklumlah malam ini adalah malamnya para muda-mudi yang tengah di mabuk cinta.
Baru saja menutup pintu pagar, dia harus dikejutkan dengan suara yang sangat menyebalkan baginya.
"NEK!!!" Teriak suara itu.
Joanna tersentak dan refleks membekap mulut besar itu dengan telapak tangannya.
"Kau ini laki-laki atau banci?" Bisiknya, tangan jahilnya juga mencubit perut Ayden yang terasa keras tidak lembek seperti perut buncit bapaknya dulu.
Joanna bukanlah tandingannya. Ayden dengan mudah melepaskan diri darinya.
Gadis itu menatapnya kesal tapi tidak lama. Sepertinya dia sedang tidak berniat meladeni Ayden yang sedang frustrasi karena tidak bisa keluar rumah malam ini.
Baru berjalan beberapa langkah, Joanna kembali dibuat kesal dan harus berhenti dan berbalik menatap sengit si pembuat onar yang tengah bersandar di tembok sambil bersedekap dengan wajah tengilnya.
"Ada yang melanggar peraturan." Ayden kembali berteriak dan mengadu kepada Mrs. Roosevelt yang belum tentu mendengarnya, dia sengaja memancing amarah Joanna.
Joanna mencebikkan bibirnya, "OIII BANG, gak usah caper kali samaku ya! Lagi malas aku meladeni orang kurang perhatian macam abang."
Joanna kembali melanjutkan langkahnya mengabaikan Ayden yang masih saja membuntutinya. Entah apa yang diinginkannya, yang jelas Joanna masa bodo dengan itu.
Gadis itu masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu. Dia bertingkah seolah-olah tidak melihat Ayden yang masih berdiri di depan pintu.
Beberapa menit kemudian, tubuhnya sudah kembali segar. Namun masih ada yang harus dilakukannya, memenuhi kebutuhan cacing-cacing di perutnya. Mau tidak mau Joanna harus kembali keluar kamar dan mencari makanan di sekitar tempat tinggalnya.
"ASTAGA!!" Joanna nyaris terjengkang ketika dia membuka pintu kamarnya.
Wajah tampan Ayden menyambutnya, menyuntikkan tenaga ekstra untuk tubuhnya yang tengah lelah setelah menyelesaikan hukuman yang diberikan konsulennya. Joanna memag seperti itu, sangat mudah melupakan kekesalannya terhadap seseorang, apalagi jika orang itu berparas rupawan seperti Ayden.
"Mau ke mana?"
"Ke depan, bang."
"Ngapain?"
Joanna mengernyit namun tetap menjawab pertanyaan Ayden, "Beli makan, bang." Jawabnya sopan.
"Ayo!" Ayden berbalik dan melangkahkan kakinya mendahului Joanna tanpa menunggu respon dari gadis itu.
"Siapa yang mengajak dia?" Gumamnya, namun tetap juga mengikuti langkah Ayden.
●●●
Joanna terus menggerutu di dalam hati. Dia memandang sebal pria yang duduk dengan santainya di hadapannya saat ini. Bagaimana tidak? Pria itu dengan seenaknya menentukan tempat yang akan mereka kunjungi, padahal Joanna hanya berniat makan bakso di warung yang berjarak 2 rumah dari tempat kost-nya. Apalagi melihat pakaian pengunjung lainnya, Joanna malu tetapi bukan berarti dia minder.
Dia hanya salah kostum saja. Ya, salah kostum karena makan di restoran bintang lima hanya dengan mengenakan piyama. Berbeda dengan Ayden yang meskipun memakai kaos oblong dan jeans selutut, tetap saja aura orang kaya tak bisa ditutupi.
Joanna meringis pelan melihat list harga makanan tersebut. Dia ingin beranjak dan meninggalkan Ayden di sana, akan tetapi dia juga gengsi jika pria itu mengetahui alasannya pergi. Bisa-bisa pria itu akan semakin merendahkannya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Unique Girl for The Playboy (TAMAT)
Romance#Sequel Melt Her Heart Ayden Greene Milton, pria berusia 25 tahun yang menjabat sebagai CEO Milton's Group cabang Medan yang baru dirintis sejak 2 tahun yang lalu. Sebuah ujian baginya untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan baru ini demi membu...