1. Joanna Siregar

8.4K 383 17
                                    

Joanna Siregar, seorang koas atau dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di salah satu rumah sakit pendidikan di Medan. Gadis manis berusia 22 tahun itu berbicara dengan logat batak yang kental dan sangat suka mencemooh orang lain menggunakan bahasa daerahnya. Gayanya petakilan dan apa adanya. Sangat hemat hingga dianggap pelit oleh teman-temannya. Hobinya mengagumi kaum adam yang berbadan tegap tidak perduli meskipun statusnya suami orang.

Joanna adalah gadis batak tulen yang berasal dari Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Joanna merantau ke Kota Medan demi mencapai cita-citanya menjadi seorang dokter. Dia berkuliah di salah satu universitas swasta di Medan. Ibunya, Marissa Nasution merupakan seorang single parent yang berprofesi sebagai seorang bidan di kampung halamannya. Ayahnya, Royhand Siregar sudah terlebih dahulu menghadap ke pangkuan Sang Pencipta 6 tahun yang lalu karena terserang HONK (Hiperosmolar non ketotik) (1).

Dia merupakan salah satu gadis yang beruntung di antara sekian banyak orang yang menginginkan melanjutkan pendidikannya di fakultas kedokteran swasta sepertinya. Sebenarnya Joanna cukup pesimis ketika dia tidak dinyatakan lulus seleksi ke perguruan tinggi negeri, dia takut biaya kuliah di universitas swasta yang mahal akan membebani ibunya yang bekerja seorang diri. Namun melihat kesungguhannya, Marissa merestuinya dengan persyaratan bahwa dia harus hidup hemat di perantauan.

Joanna tahu harta peninggalan ayahnya cukup banyak. Membiayai pendidikannya sampai ke jenjang spesialis pun masih cukup. Mereka adalah salah satu keluarga yang cukup terpandang di kampungnya. Namun, ibunya selalu mendidiknya agar tidak terlalu terlena akan harta.

"Di atas langit masih ada langit."

Begitulah nasihat Marissa yang selalu diingatnya ketika Joanna berniat menyombongkan diri.

Namun, yang namanya jiwa muda pastilah masih ada saatnya membangkang perintah orangtua. Awal masuk kuliah, Joanna masih gadis polos dan penurut. Pergaulannya pun masih terbatas, masih berteman dengan orang yang kebetulan berasal dari kampung halaman yang sama dengannya. Namun seiring berjalannya waktu, Joanna mulai berubah. Dia mulai mengikuti gaya hidup teman-teman sekampusnya yang tergolong High Class.

"Mak, porrohakku manggatti handphone songon dongan-dongan ki. Alak sude mar handphone na marlogo apel na disarguti do, au medo nalain."
(Bu, aku ingin mengganti handphone yang sama kayak teman-temanku. Semua orang pakai handphone berlogo apel yang digigit itu, cuma aku yang beda).

"He. Joanna, tahu diri jolo ho jadi halak da! Inda pola mate ho anggo na mar hp songon kalai i. Nakkon so ginjang rohamu. Pade-pade iba na sikola i. Syukur dope lek ilehen Tuhan rasoki di ita so lek bisa dibayar epeng sikola mu tepat waktu, napodo jungada manunggak songon dongan-dongan mi."
(He, Joanna. Tahu diri dulu kau jadi orang! Kau tidak akan mati kalau tidak mempunyai ponsel seperti mereka. Tidak usah tinggi hati! Baik-baik kau yang kuliah itu. Syukur Tuhan masih memberi kita rezeki agar bisa terus membayar uang kuliah tepat waktu, belum pernah tersendat seperti teman-temanmu).

Joanna menghentak-hentakkan kakinya, "Accogot mulak ma au le. Mattak ma au na sikola on." Ancamnya
(Besok aku pulang kampung saja. Aku ingin berhenti kuliah).

"Silakan! Nanti kukawinkan kau sama parbecak(2) di sini. Uang kuliahmu itu kukasih jadi modal kalian membuka usaha." Jawab Marissa santai kemudian dia memutus panggilan secara sepihak

Ibunya memang tegas dalam masalah pengeluaran. Sejak Joanna duduk di bangku sekolah, dia sudah dibiasakan untuk berjajan secukupnya. Jika uang sakunya kurang, maka Marissa tidak akan memberi uang tambahan lagi. Kecuali untuk keperluan pendidikan, seperti buku atau pengeluaran yang berhubungan dengan sekolah, Marissa akan segera melunasinya tanpa berpikir panjang. Bahkan Joanna selalu menjadi orang pertama di sekolahnya yang melakukan pembayaran.

A Unique Girl for The Playboy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang