VIII. FALL

150 29 35
                                    

🌌 serein  ༷













































Crrrsshhh!

Suara air yang menyembur kencang dari keran itu memenuhi ruangan. Sakura melamun, menatap lurus ke arah air bercampur busa yang menggenang.

Tatap, terus tatap.

Perhatikan, terus perhatikan.

Air. Busa. Mengental. Kental.

Merah. Merah. Merah.

Darah!

"Ah!" Sakura terperanjat. Sendok yang sedang dicucinya terjatuh, menimbulkan dentingan ngilu dengan lantai keramik. Ia sedikit membungkuk untuk mengambil benda logam itu, kemudian kembali menegak dan menengok sekilas ke belakang.

Aman. Mama fokus baca buku.

Gadis itu kemudian mengatur napasnya, menetralkan debaran jantung yang menggila. Hirup. Lepas. Hirup. Lepas. Hirup. Lepas. Oke, tenang....

"Nggak apa-apa, Sakura.

"Bukan apa-apa."

Suara Elano yang lembut seperti membisikinya. Berhasil, Sakura menjadi lebih tenang. Ia membuang napas, kemudian lanjut mencuci piring kotor yang tersisa.

"Gimana kabar Elano?" Mama tiba-tiba bertanya.

Sakura menoleh sedikit, lantas kembali membasuh piring yang masih penuh dengan busa. "Baik, Ma. Tumbenan nanya?"

Wanita yang sedang duduk di kursi makan dan mengamati punggung putrinya itu terkekeh saja. Beliau sebenarnya melihat apa yang terjadi barusan, tetapi berpura-pura tak tahu apapun dengan menunduk meneliti huruf demi huruf dalam buku resep di tangannya. Ia tersenyum. "Nggak tahu, Mama tiba-tiba kangen. Besok ajak dia main, ya?"

Si gadis tersenyum tipis, meletakkan piring, gelas, dan sendok bersih di rak, kemudian membalikkan tubuhnya menghadap sang mama. "Hm, kalau besok nggak bisa, sih. Mungkin lusa?"

Kalau besok Mama pasti terkejut. Elano banyak terluka.

Mama mengangguk-anggukkan kepalanya paham.

Sakura tersenyum tipis lagi, lantas berpamitan dan menaiki tangga.

"Sakura?"

Berhenti. Si Paradista menoleh. "Iya, Ma?"

"Kamu kalau ada masalah, cerita sama Mama, ya? Kalau nggak ya sama temenmu, atau sama Elano. Dia sering ngingetin Mama kayak gitu. Yang penting, jangan nyimpen masalah kamu sendiri, ok?"

Sakura terdiam.

Elano ini....

Namun, ia hanya kembali tersenyum. Melanjutkan langkah yang sempat terhenti di tengah anak tangga menuju kamarnya. Gadis itu merebahkan tubuhnya yang lelah. Bukan fisiknya, hati lebih tepatnya. Gelisah, ia terus gelisah.

Apalagi, yang barusan itu. Air, busa, darah?

Apa itu?

Elano banyak lukanya, ya?

Sakura mengedikkan bahunya berusaha tak begitu peduli. Ia memeriksa ponselnya yang di mana sejak terakhir ia berbicara dengan si sahabat, tidak disentuhnya sama sekali.

[ ✔ ] SEREIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang