IV. VIOLATE

178 38 33
                                    

🌌 serein  ༷

























































Tiga hari berlalu cepat. Sejak pertama kali Sakura menemukan Elano yang wajahnya dihiasi luka-luka yang masih belum kering benar, ia langsung menunduk, menahan tangis. Sedangkan si lelaki hanya bisa ikut menunduk. Ia merasa bersalah sekaligus tak tega kepada gadisnya.

Ia tahu ia salah. Tetapi ia tidak bisa menghindar, ia sudah terlanjur terjerumus dalam.

"Maaf," ucapnya malam itu.

Sakura memandangi wajah tampan Elano yang hampir sempurna itu. Mengapa hampir? Karena kesempurnaan hanyalah milik Tuhan semata. Benar bukan?

Iya.

Jemari lentik si gadis menyentuh luka-luka yang mulai mengering itu lembut. Takut menekannya dan menciptakan perih yang sudah reda sejak kemarin. Walau sebenarnya, bagi Elano, dengan Sakura menyentuh luka-luka itu, rasa sakitnya akan hilang begitu saja.

Iya, seberpengaruh itu Sakura Resyakila Paradista dalam hidupnya.

Gadis itu yang menemani Elano ketika Sang Mama pergi untuk selamanya ketika mereka masih kelas dua SMP karena kecelakaan. Ia yang rela memayungi mereka berdua di pemakaman karena hujan, sama dengan hati keduanya. Ia juga yang menemani Elano ketika pemuda itu kesepian karena Sang Papa yang seakan lupa kepadanya.  Beliau menjadi gila kerja—tak pernah pulang sebelum larut malam. Entahlah, mungkin untuk mencari pelampiasan atas sakit hatinya. Karena kepergian satu-satunya wanita dalam keluarga mereka yang sangat tiba-tiba.

Padahal, sang putra sama sakitnya dengan dirinya.

Begitupun dengan Elano. Pemuda itu juga selalu ada untuk Sakura. Karena bagaimanapun, selalu ada cela di setiap kesempurnaan yang ada. Meskipun keluarga gadis itu masih utuh, tetapi ia adalah seorang yang sulit untuk mengatakan isi hatinya. Sakura selalu memendam semua masalahnya, dengan diam dan tetap diam sampai suatu hari Elano menemukan beberapa luka benda tajam di pergelangan tangan gadis itu.

Gadis setengah Jepang itu menutupi lukanya dengan pandai, membuat si Mahaprana akhirnya paham mengapa Sakura selalu memakai gelang-gelang kecil dan jam tangan sekaligus di pergelangan tangan kirinya.

Elano marah, kecewa, dan sedih, sudah jelas. Ia kira ia sudah cukup mendengarkan keluh kesah Sakura. Nyatanya itu belum seberapa. Beban Sakura masih banyak tersimpan di hatinya. Menggerogoti hati dengan rasa sakitnya sampai membuat gadis itu memutuskan untuk mencari pelampiasan lain.

Ia melakukan self harm.

Untungnya, itu adalah pertama kalinya. Elano marah, Sakura menangis. Elano memeluknya, Sakura memukulinya. Mereka saling menguatkan. Saling berpegangan. Saling melengkapi. Saling mengasihi. Karena sesungguhnya, mereka kesepian.

Karena itu, jika terjadi sesuatu apapun. Jika Elano terluka sedikit apapun, Sakura juga merasa terluka. Luka dalam hatinya.

Elano sendiri yang marah dan kecewa kepada Sakura yang melukai dirinya sendiri. Lalu, mengapa Sakura tidak bisa mencegah Elano berbuat demikian?

"Sakura Paradista?!"

Sakura buru-buru mendongak, menatap guru yang memandangnya kesal dengan mata melotot yang dilebih-lebihkan.

"Kamu sudah berkali-kali melamun. Kalau memang tidak mau mendengarkan dan mengikuti pelajaran saya, kamu bisa keluar! Dengan sikap kamu yang seperti itu, hanya akan membuat saya kehilangan konsentrasi demi menegur kamu."

[ ✔ ] SEREIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang