4. Abang sayang adek.

50 8 1
                                    

"Makasih ya Za! Daaahhh!"

"Ati-ati"

Zahra melambaikan tangannya di udara, mobil sport hitam milik Ezra pergi dari halaman rumahnya meninggalkan Zahra seorang diri dengan rasa yang bercampur.

Kakinya melangkah masuk kerumah bertingkat 2 itu, senyumannya tak pudar sedikitpun.

Ketika kakinya beberapa langkah masuk dari pintu utama, Zahra sudah disambut dengan keributan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika kakinya beberapa langkah masuk dari pintu utama, Zahra sudah disambut dengan keributan. Keributan yang Zahra paham hanya karena masalah sepele dibuat besar-besar oleh papahnya yang sangat keras kepala.

Kuping Zahra tak tahan mendengarnya, ia segera memasangkan earphone dikuping. Kemudian berjalan seolah semua baik baik saja.

Mereka sempat melihat Zahra pulang, tapi mereka lebih memilih untuk melanjutkan perdebatan itu.

Kakinya begitu cepat menaiki tangga, ia terkejut saat cowok berpostur tinggi itu sudah ada didepan pintu kamarnya.

"Mamah nangis lagi," lapor cowok itu. siapa lagi kalau bukan Azka, abangnya.

Zahra terdiam sebentar, kemudian membuka pintu dan mengacuhkan seorang Azka.

"Lia, kita harus..."

"Gue pusing, dan gue males bahas mereka." Potong Zahra dibalik pintu, matanya sudah memerah hatinya mulai panas. Zahra pulang untuk ketenangan bukan malah menambah dirinya beban.

"Kasian mamah, Lia.. dia butuh kita..." ucap Azka lagi dibalik pintu kamar Zahra, berusaha membujuk Zahra mau untuk menemui dan menenangi sang mamah.

"Gue mau istirahat, gue cape. Gue pulang buat istirahat bukan nambah beban." Elak Zahra, dibalik pintu Azka mendesah berat dengan penolakkan Zahra.

Mana bisa gue, lo kan tau gue gengsinya gede banget... gue juga pengennya nenangin mamah sendiri. Apadaya gengsi lebih menguasai diri babang, dek.

Azka pun lebih memilih masuk ke dalam kamarnya lagi, mengunci pintu dan memasang headphone.

Zahra duduk dan menatap wajahnya didepan kaca. Kacau, hari ini benar-benar kacau.

Zahra berfikir kalau besok ia tidak akan baik baik saja, mata sembab, hidung merah, rambut acak-acakan. Garis wajah yang begitu malang.

"Benci." Gumamnya pelan, matanya langsung melirik handphone yang tergeletak dikasurnya.

Zahra duduk disisi kasur, meraih handphone melihat siapa yang meneleponnya malam-malam.

Sahla, ngapain telfon? Ucap batinnya, Jari Zahra lebih memilih tombol warnah merah, melempar handphonenya lagi dengan sembarang arah.

Tempat zahra untuk menenangkan diri biasanya di balkon depan kamarnya. Itu tempat salah satu favorit Zahra sepanjang hidupnya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
You is, FATAMORGANA (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang