Huft.. aku menghembuskan nafas lega setelah keluar dari ruang tes. Kalau buat aku sih soal soal buat tesnya tadi tidak terlalu susah juga. Untung aku satu ruangan sama si Ana. Jadi ada temennya. Walaupun juga ada banyak temen lain yang sebelumnya satu sekolahan denganku. Tapi siapa lagi aku bisa akrab kalau bukan dengan Ana?
"Ca, tadi lu jawab semua soalnya?" Tanya Ana saat tengah jalan menuju taman sekolah.
Aku menyengir, "enggak lah. Soal IPS aku kerjain cuma beberapa nomor. Kalau yang IPA, aku selesaiin semua. Biar aku masuk kelas IPA nantinya. Hehe."
Ana mengangkat jempol di depanku. "Kalau gitu kita sehati. Gue juga gitu soalnya. Hahah." Aku tertawa. Ternyata taktik kita sama. Entah dengan anak lain. Mungkin mereka yang menginginkan kelasnya, juga akan melakukan hal yang sama.
Kita hanya diberi waktu istirahat 15 menit. Setelah itu lanjut tes komputer dan wawancara. Abis itu pulang. Kalau tes itu mah aku nggak perlu khawatir. Yakin banget kalau nanti aku bisa lancar semuanya. Aku sama Ana sibuk mengamati anak anak lain yang berkeliaran. Untukku, terutama diam diam mencari keberadaan si dia yang sampai sekarang tak tahu dimana batang hidungnya. Hingga bel masuk untuk tes mengharuskan kita beranjak dari taman sekolah.
_____________
Hal yang paling membuat aku jengkel pulang dari sekolahan adalah saat di parkiran. Agak nyesel juga kenapa hari ini aku memilih naik sepeda? Pikiranku sih karena agenda hari ini di calon sekolahku cuma tes seleksi, jadi naik sepeda aja. Padahal jarak rumahku ke sini kurang lebih 8-10 kilo. Jauh kan? Itung itung aku juga pengen nambah tinggi badan.
Aku sama Ana harus rela berjubel dengan anak anak lain yang ingin segera pulang. Parkiran yang panas, bercampur keringat membuatku gemas kepengen mendorong mereka. Dan setelah saling bertukar keringat dan bau badan, aku sampai juga di tempat sepedaku yang berdiri manis menunggu tuannya. Ana menuju bagian belakang parkiran. Sepedanya nyempil di sana karena tadi pagi datangnya agak telatan.
Aku mengayuh pedalku keluar dari parkiran. Dan tanpa diduga baru satu kali kayuhan dan sepedaku meluncur, tiba tiba...
Brak!
"Aduhhh..." Aku mengaduh sakit terjatuh dengan posisi tertimpa sepeda. Mana badanku juga jatuhnya di tempat yang banyak bebatuan kecil lagi! Anak anak di parkiran banyak yang melihat ke arahku.
"Ehh Sorry, sorry. Lu gapapa kan?"
"Gapapa gimana? Sakit tau!" Protesku langsung tak terima dan mendongak siapa yang barusan bertanya tanpa dosa.
Ehhh.. Dia!!
Aku mendadak cengo melihat siapa yang mengatakan tadi. Dia juga kaget, terlihat dari ekspresinya. Aku buru buru menyingkirkan sepeda yang menimpaku dengan susah payah dan berdiri dengan menepuk nepuk seragam SMP ku yang kotor. Agak keki juga. Bukannya dibantuin, dia cuma melengos dan melihat ke arah lain.
"Gue gapapa. Gue pulang dulu." Kataku mencoba bersikap cuek dan bersiap kembali naik sepeda.
"Ca! Lu gapapa kan?" Suara Ana terlihat khawatir begitu dia datang dari belakang tergopoh gopoh menuntun sepedanya.
"Ohh oke. Yaudah kalo gitu." Cowok di depanku itu kemudian berputar hendak kembali ke sepedanya.
"Heh! Jangan asal main kabur aja deh Lu. Tanggung jawab dong!" Teriak Ana membuatku melotot. Anak anak lain yang mengambil sepeda dan motor menatap ke arah kami heran. Aku nyengir.
Dia menghentikan langkahnya, kemudian berbalik. Matanya menatap aku dan Ana tajam. Wajahnya menyiratkan dingin dan... Ah entahlahh.
"Lu mau gue tanggung jawab gimana maksud Lu? Tadi gue udah minta maaf kan? Yaudah kelar." Ketus dia sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
I L Y A
Teen FictionSebelum baca, wajibun follow dulu kuyy @Elegisenja27. Hohohoo.. Jadi, gimana perasaan kalian jika sekian lama hati tak sesuai dengan mudahnya perkataan yg terucap? Rasa yang di pendam pada seseorang setelah sekian lama, dan berniat untuk menguburny...