3

84 39 6
                                    

Jgn lupa voting & commentnya gaes. Selamat membaca...

"Ma, Aca berangkat dulu ya!" Pamitku mencium tangan Mama cepat.

"Iya, Sayang. Hati hati di jalan. Jangan sampai telat." Pesan Mama. Aku mengacungkan jempol kemudian ngacir keluar.

Aku melihat jam di pergelangan tangan. Gawat! Sudah pukul setengah tujuh lewat. Jam segini sih angkot sudah mulai sulit. Aku terpaksa berlari keluar gerbang perumahan menuju tempat biasa aku menunggu angkot.

Berkali kali aku mengecek jam tangan dan memandang ke arah kejauhan. Satu pun angkot belum nampak. Aku mulai was was. Kurang 15 menit lagi sekolah bakal dimulai. Aku kesal sendiri.

Baru saja aku merutuki dalam hati, satu angkot akhirnya nongol juga. Aku melambai lambai tangan tak sabaran. Setelah angkot itu berhenti, aku bergegas masuk ke dalam. Lumayan banyak ibu ibu yang rata rata mungkin pulang dari pasar dengan tangan membawa belanjaan. Aku tersenyum canggung pada mereka yang melihatku begitu pertama kali masuk.

"Bang, cepetan Bang. Saya udah telat ini." Suruhku ke Bang sopir.

"iya iya mbak,sabar. Lagian embak juga kenapa bisa kesiangan berangkatnya." Jawab bang sopir justru membuatku keki.

"Udah bang, jangan banyak tanya. Ngebut aja." Ketusku. kulihat Bang sopir sedikit mencibir dan mengangguk saja tak mau memperpanjang.

Begitu sampai depan sekolah, aku loncat keluar dan asal memberikan uang pada bang sopir tadi hingga terkesan setengah melempar. Aku berlalu menuju gerbang sekolah yang kurang dikit lagi akan tertutup.

"Mbak mbak! Uangnya kurang ini!"

Aku membalikkan badan cepat heran. "lhoh Bang, biasanya ongkosnya cuma 5 ribu. Kok bisa kurang sih?" Tanyaku.

"Ck, kurang mbak, biasanya tuh 8 ribu. Mana tiga ribunya!" Ketus Bang sopir menagih.

Aku menepuk jidat, "nggak mungkin bang. Orang saya aja biasanya cuma lima ribu kok. Abang jangan asal nambah gitu dong!" Kataku keki.

"Iya nih Abang. Anak saya aja juga ongkosnya biasanya 5 ribu." Sahut salah satu ibu-ibu dari dalam angkot. Ibu-ibu lain juga turut menambahi.

Sopir itu menghela napas pasrah, "iye dah iye. Lima ribu doang."

"Nah gitu dong bang. Emang ongkosnya cuma segitu." Kataku nyengir, "ehh, makasih ya, Bu. Udah bela saya dari Abang ini. Hehe" lanjutku pada Ibu-ibu itu. Mereka mengangguk dan tersenyum. Angkot pun melenggang pergi.

Aku membalikkan tubuhku dan mataku melotot. Gerbang sekolah sempurna tertutup. Mampus!! Baru beberapa hari menjadi murid baru, masa udah main cicil jadi siswa telatan sih? Gara gara sopir sialan! Umpatku dalam hati.

"Pak! Bukain dong, Pak, gerbangnya." Pintaku memelas.

"Kamu sudah telat sekarang. Tidak bisa." Tukas pak satpam tegas.

"Belum semenit pak, ayo buka gerbangnya.."

"Ini sudah jam 07.04. Sudah lewat empat menit. Kamu telat. Lebih baik balik pulang sana." Sarkasnya.

Aku mendecak lidah mencoba bersabar, "nanggung pak kalau saya pulang. Ayo dong pak bukain gerbangnya. Saya mohon pak.. "

Satpam itu malah diam tak menggubris. Aku berusaha memohon dan memasang wajah melas tapi tetap saja tidak dihiraukan. Lama lama darahku seperti mendidih. Udah angkot ngeselin, pakek acara telat, satpamnya resek lagi! Lengkap sudah.

Aku memilih menyudahi acara memelasku daripada dikira seperti tahanan yang meronta ingin bebas. Dan sekarang aku bingung, masa iya aku pulang gitu aja? Gimana kalau nanti mama nanya? Hadehhh.. aku jadi pusing. Aku memilih untuk bersandar di dinding luar pagar sekolah. Mengamati jalanan lalu lalang. Aku malah terlihat seperti anak yang bolos sekolah. Aku kadang tersenyum canggung pada sejumlah pedagang tak jauh dari tempatku sekarang yang melihatku sedikit aneh.

I L Y ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang