1.Si Tukang Senyum

66 14 6
                                    

Aku terjepit dibagian belakang sebuah truk kuno dengan 30 penumpang lainnya yang datang dari bermacam-macam negara. Truk terguncang-guncang dijalan tanah yang berbatu menuju bukit gunung Himalaya. Masing-masing diantara kami mengenakan masker agar tidak terdesak karena menghirup debu yang menempel pada dinding truk kuno itu. Kami sedang dalam perjalanan menuju puncak gunung Himalaya dengan tujuan berkemah. Sayangnya, tidak ada satu orang pun yang ku kenali didalam truk itu, hingga sepanjang perjalanan aku hanya diam. Ingin bertanya-tanya pun aku sama sekali tidak mengerti dengan bahasa mereka.

Aku sudah sangat lelah, uring-uringan dan rasa sakit di sekujur tubuhku akibat desakan banyak orang dalam truk itu yang menjepitku. Namun aku hanya diam dan pasrah.

Setelah 8 jam, sopir itu menghentikan truk, meminta kami agar turun, dan dengan seenak nya melemparkan koper-koper kami ke tanah yang berdebu.

"Truk hanya bisa mengantar sampai disini. Jadi selanjutnya kalian berjalan kaki saja. " kata sang sopir dengan suara yang lantang dan bahasanya yang bisa kumengerti.
Masih sekitar dua kilometer lagi untuk sampai di puncak gunung dengan melewati jalan yang sangat curam, sehingga truk tidak bisa lewat. Truk kuno itu kemudian pergi dan akan menjemput kembali setelah dua atau tiga hari kami berada di gunung Himalaya.

Suara gemuruh penumpang lainnya terdengar campur aduk di telingaku, sangat berisik.
Mungkin hanya aku satu-satunya orang yang tutup mulut pada saat itu. Mataku hanya terpaku melihat tas besarku yang begitu berat. Bodohnya, aku membawa barang-barang yang tidak perlu ke dalam tas ini.

Aku berusaha menyeretnya mendaki jalan gunung yang tidak rata. Tapi tak ada gunanya, aku tidak cukup kuat menyeret tas ku sendiri. Mungkin karena terlalu lelah dan hampir kehabisan tenaga.

Hari menjelang senja, sementara aku tidak bisa berbuat apapun. Semua orang sudah mulai berjalan dan mereka harus berjuang keras pula mengurus bawaannya masing-masing. Tidak ada yang bisa membantuku. Mereka semua begitu kuat mrnyeret bawaanya menaiki bukit, dan tak lama semua mulai menghilang dari pandangan.

Sekarang, aku hanya tinggal sendirian, duduk di bawah pohon selama beberapa menit melawan rasa panik yang semakin berkecamuk. Apa mungkin aku akan tetap disini sampai mereka kembali besok? Apakah hutan disini angker? Apakah disini banyak binatang buas berkeliaran?
Pertanyaan yang tak kunjung terjawab terus muncul dalam pikiran ku serta diiringi rasa takut. Sementara hari semakin menjelang sore.

Kemudian, seorang pria kulihat dari jauh muncul dan berjalan ke arahku dengan menyandang tas kecil yang mungkin hanya berisi sehelai baju. Ia mendekat sambil tersenyum lalu meraih tasku. Dengan entengnya mengangkat tas itu keatas pundaknya seakan-akan beratnya tidak lebih dari sekeranjang buah. Ia langsung berjalan mendaki bukit, memberiku isyarat agar aku mengikutinya.

"Heyy, what are you doing?" kataku agak kaku. Aku bahkan tidak bisa berbahasa asing meskipun bahasa inggris yang sering kupelajari dari SD hingga SMA. Pria itu menoleh kebelakang menatapku lalu menyungging senyum.

"Ikuti saja. Siapa lagi yang akan peduli padamu kalau bukan aku."
Ia kembali berjalan pelan, sembari menungguku mengikutinya. Aku harus yakin bahwa dia orang baik. Sesaat kakiku melangkah sedikit cepat menjejeri langkah pria itu.

"Kamu,,, dari Indonesia? " tanyaku masih sedikit ragu.

"Menurutmu? Apa wajahku terlihat seperti orang Amerika? "

"Ahh... Tidak, sama sekali. "
Aku akhirnya diam saja dan terus menyamai langkahnya yang cepat melalui jalanan berbatu.

"Memang aku bukan orang Amerika. Rumahku di Jakarta. Kamu juga,kan?"
"Hah? Iyaa aku tinggal di Jakarta."
Pria itu terus menceritakan hal-hal yang tidak penting padaku. Sesekali ia membuatku tertawa. Sepanjang perjalanan, dia sama sekali tidak mengeluh dan merasa keberatan membawa tas besarku itu. Sementara aku yang hanya berjalan enteng dengan tangan kosong masih merasa kelelahan. Hari yang sudah semakin sore bahkan membuat cuaca semakin panas dan gersang membuat tenggorokan ku kering.

Love MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang