10. Malam Ini Milik Kita

17 6 2
                                    


Semua tamu VIP itu kini telah meninggalkan meja makan, dan kami baru saja selesai membersihkannya kembali.
Aku senang meski hanya meliihatnya dari belakang. Ingin sekali aku menyapa. Tapi aku juga takut jika ia tidak akan mengakui ku sebagai temannya. Sepertinya aku bukan mentarinya lagi. Mungkinkah aku akan mengalami cinta yang hanya sepihak. Aku jadi merasa seperti orang bodoh karena terus memikirkannya.

Kulihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 22:05. Ini sudah terlalu larut. Tapi pak Iwan belum memintaku untuk pulang. Aku malas turun ke lantai utama mengikuti Intan dan yang lainnya. Karna pasti akan bekerja lagi. Aku sangat kelelahan dan duduk dengan kepala menyandar diatas meja. Tenagaku sudah terkuras habis. Mataku semakin berat dan ruangan ini sudah semakin sepi.

   "Apa kamu sedang bermalas-malasan? Kamu mau saya pecat?"
Mataku yang hampir terpejam membelalak kaget saat mendengar suara pak Iwan tiba-tiba ada di belakangku. Segera aku berdiri dan menghadap kearahnya.

    "Mm...maaf pak."

    "Pulanglah!"

    "Hah? Tidak pak, saya tidak akan pulang sebelum pekerjaan selesai. Kalau begitu saya lanjutkan bekerja"

Aku segera berlalu hendak menuju lantai dua kemudian ke lantai utama.

   "Heyy, sudah kubilang pulanglah."

   "Tidak pak saya akan kembli bekerja."

    "Divaa,, aku tau kau sudah sangat kelelahan. Pulanglah."

    "Jadi, bapak serius memintaku pulang. Saya tidak akan dipecat kan?"

   "Ya saya serius. Besok kamu boleh libur, istirahatlah dengan puas."

    "Sungguh?"

    "Iya. Tapi setelahnya, kamu harus kembali bekerja tanpa bermalas-malasan."

Tentu aku senang sekali mendengarnya. Tanpa rasa takut aku meraih tangannya dan sangat berterima kasih karena diberi libur. Setelahnya aku kembali berpamitan untuk pulang.

    "Kamu boleh lewat lift. Karena tamu sudah agak sepi."
Aku tersenyum dan mengangguk. Pak Iwan berubah menjelma sebagai bos yang baik malam ini. Tentunya aku sangat senang.
Aku merencanakan dari sekarang, besok harus bangun kesiangan. Membayangkannya saja sudah terasa menyenangkan.

Jalan menuju rumah oma tampak gelap dan sepi. Tubuhku sedikit menggidik. Selarut ini tentunya tidak aman. Aku mempercepat langkah. Rumah oma sudah terlihat. Tapi mendadak langkahku terhenti dan kaget melihat sosok seorang pria menghadangku ditengah jalan membelakangiku. Dia berdiri tepat didepan gerbang rumah Haris. Aku yakin ini ulahnya. Ia mencoba untuk menakutiku. Aku mencoba tak peduli dan berlalu begitu saja. Tapi tiba-tiba pria sombong itu menarik tanganku hingga kami saling bertatapan begitu dekat. Tangan kanan nya melingkar dipinggangku, seperti memeluk.

Degg....

Jantungku berdetak hebat. Itu bukan Haris. Pria dihadapan ku ini ternyata Zaky. Aku sudah berburuk sangka terhadap Haris yang kukira ingin menakutiku. Bagaimana bisa, Zaky muncul begitu saja.

    "Kenapa mau berlalu begitu saja? Kamu tidak merindukanku?" tatapan Zaky begitu mendalam. Ia terlihat begitu tampan. Aku benar-benar tak dapat berkutik dan hanya diam seribu bahasa membalas tatapannya. Detakan jantung ini sudah mewakiliku menjawab pertanyaannya.  Tentu ia sangat kurindukan.

   "Bb...bagaimana bisa kamu ada disini?" tanyaku sangat gugup.
Pelan-pelan Zaky melepaskan tanganku agar kami berbicara lebih santai.

   "Aldo bilang, katanya ia melihatmu tadi direstoran. Kenapa kau tidak menghampiriku?"

    "Aku takut."

    "Takut? Memangnya aku akan menggigit lalu menghisap darahmu seperti serigala?"

    "Tidak. Lagipula aku tadi sedang sibuk bekerja. Aku takut pak Iwan akan memarahiku."

     "Oh begitu? Itu rumahmu kan?" tanya Zaky kemudian sambil menunjuk sebuah rumah besar dan tinggi.

    "Iya, itu rumah oma."

     "Mewah sekali rumahnya. Tapi kenapa kamu masih bekerja sebagai waitress direstoran itu?"

     "Hanya ingin mencari keseruan. Lagipula semua kemewahan dirumah itu milik oma."

Zaky manggut-manggut sambil berjalan kecil menjejeri langkahku.

    "Bagaimana jika kita jalan kesana. Itu taman kan?" ajak Zaky yang diluar dugaanku.

    "Tapi ini sudah larut."

    "Sebentar saja. Aku hanya ingin mengobati rasa rinduku. Setelah ini kita pasti jarang bertemu. Anggap saja, malam ini adalah milik kita."

Entah mengapa sesuatu membisikkan ku agar menyetujui ajakannya. Akhirnya kami menelusuri jalanan sepi menuju taman yang tak jauh dari rumah oma. Suasananya sangat indah meskipun sunyi.

    "Dingin ya." lirihnya pelan. Aku menoleh kearahnya yang mendekap tubuhnya dengan jaket.

    "Tidak sedingin di Himalaya."

     "Benar."

Rasanya aku tidak menginginkan pagi segera datang. Malam ini sudah membuatku cukup menyenangkan. Ini memang seperti mimpi ada disampingnya menatap langit yang kelam tanpa bintang. Tapi hatiku terang melebihi sinar rembulan.
Bau harum yang berasal dari jaketnya tercium jelas dihidungku, aku sudah terpikat wangi ini sejak pertama bersamanya.

    "Diva?"

    "Hemm?"

    "Teruslah bersamaku, hingga mentari datang."

     "Iya. Aku akan terus bersamamu."

Zaky tersenyum lagi. Aku sungguh kaget saat tiba-tiba ia mendekatkan wajahnya padaku pelan, membuat detak jantungku semakin berdetak tak karuan. Ia terus mendekatkan wajahnya, sementara aku berusaha mundur.
Sebuah kayu menghalang kaki ku sehingga membuatku akan terperanjat ke tanah. Namun tangan nya tak membiarkanku jatuh. Ini membuat Zaky semakin mudah akan menciumku.
Tidak!
Aku tidak boleh terbawa suasana.
Aku tidak boleh menutup mataku.
Aku tidak boleh membiarkannya melakukan itu.

    "Awhhh"

Aku sengaja melepaskan tangannya sehingga tubuhku langsung jatuh ke tanah. Tanganku mengenai kayu keras sehingga sedikit lecet dan terasa pedih.

    "Diva, kau tidak apa-apa?"
Aku mengangguk.
Zaky kaget melihatku yang tiba-tiba terjatuh.

    "Kenapa kau melepaskan tanganku Diva?"

     "Aku tidak melepaskannya. Kau saja yang tidak kuat."

Kemudian Zaky membantuku berdiri dengan uluran tangannya. Ia membersihkan tanganku yang mengeluarkan sedikit darah.

  ' Maafkan aku Zaky, meskipun hatiku telah terpikat olehmu, namun tak semudah itu aku bisa memberikan apa yang kau mau. Tapi satu hal yang harus kau tau, aku tidak pernah berhenti memikirkanmu. Setiap saat. Malam ini, kau membuatku semakin jatuh hati.'

Zaky tentu tak mendengar suara hatiku. Aku masih tersenyum memandang ketampanannya.

    "Masih sakit?" tanya Zaky setelah memberi obat pada lukaku. Ya. Sentuhannya, adalah obat.
Aku menggeleng.

Lagi-lagi ia membuatku kaget. Ia kembali mendekatkan wajahnya padaku.

    "Jangan lakukan itu Zaky."
Ucapku gugup dan kali ini mataku terpejam.

   "Baiklah, aku tidak akan melakukannya. Ayo kita pulang. Kau pasti sangat lelah hari ini."

Perlahan mataku terbuka, melihat wajahnya yang tersenyum sambil menatapku.

Malam ini Zaky telah membuat jantungku berdetak tak beraturan. Ia tak berhenti membuat hatiku bergetar hebat.
Saat itu aku hanya berdoa. Semoga mencintainya tidak lah salah. Aku sangat berharap mencintainya adalah kebenaran, yang tak kan pernah berakhir.



Sudah sejauh ini, semoga kalian suka dengan ceritanya. Maklum ya jika masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan.😊

❤❤❤

   

Love MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang