7.Kembali Bekerja

23 6 0
                                    

  Kami berpisah setelah turun dari pesawat, di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, karena jalur menuju rumah berbeda arah.
Tidak banyak angkutan kota pada saat itu. Kalaupun ada, tentunya sudah penuh dengan penumpang.
Aku terpaksa naik ojek yang saat itu sedang menunggu costumernya di sebuah pangkalan.
Pikiranku sudah panik memikirkan oma yang dikabarkan sedang sakit. Meskipun ada Reni sang pembantu, aku tetap merasa khawatir. Terkadang oma tidak mau dirawat oleh pembantunya sendiri.

   "Lebih cepat sedikit ya pak."
Pintaku pada ojek itu. Ia hanya mengangguk dan sedikit menambah kecepatannya. Mendadak motor itu berhenti di pinggiran jalan. Berkali-kali ia mencoba menghidupkannya kembali namun gagal.

   "Motor nya tiba-tiba mogok mbak."
Aku semakin gelisah mendengar ucapannya. Untuk sampai dirumah oma mungkin membutuhkan waktu kira-kira 30 menit, yang tak mungkin kutempuh dengan berjalan kaki.

   "Disebelah sana ada bengkel. Saya harus mendorongnya kesana. Tidak masalah kan jika mbak berjalan sebentar, memperbaiki motor ini tidak akan lama."
Kata ojek itu. Melihat bengkel yang ditunjuk, aku langsung kaget, itu bengkel besar yang ternyata milik Haris. Selama bertahun-tahun belum pernah aku mengunjungi tempat itu. Aku sangat malas jika harus bertemu dengan pemiliknya.
Mau tak mau, aku tetap berjalan mengikuti ojek itu menuju bengkel.
Aku merasa sedikit lega, Haris tidak ada disana. Hanya beberapa karyawan saja yang swdang turun tangan di bengkel itu. Aku yakin Haris pasti sedang bermalas malasan dan hanya mengandalkan karyawannya.

   "Pemilik bengkel ini pasti sedang bermalas-malasan kan mas?" tanyaku pada salah satu karyawan muda disana.

   "Tidak. Justru dia bekerja lebih keras lagi mbak, selain mengurus bengkel ini, dia juga mengurus dealer milik papa nya. Kalau mbak mau lihat, gedungnya ada di sebelah bengkel ini."

Aku tidak puas mendengar jawaban itu.

   "Hhh, jadi dealer disebelah bengkel ini milik papanya?"

   "Benar, dan dia menjadi pimpinan di perusahan itu."

  "Emm, pantas saja sikapnya sangat angkuh."

Aku jadi kesal, mendengar pembelaan untuk Haris dari karyawannya itu.
Kemudian aku keluar dari bengkel, dan ingin mengamati gedung disebelahnya itu. Tapii kuakui, tempatnya memang mewah. Aku bahkan sempat ingin tercengang melihat nya.

Mobil-mobil mewah mengkilat terpajang dengan banyak varian warna. Lihat saja, suatu saat aku akan membeli mobil termahal ditempat itu.

   "Ayo mbak naik."
Ojek itu mengejutkan lamunanku

   "sudah selesai?"

   "Sudah, dijamin tidak akan mogok lagi."
Ojek itu tersenyum lalu menyerahkan helm padaku.

                                ****

Akhirnya aku tiba dirumah oma Nani. Aku segera masuk dengan menggendong ranselku yang sejak tadi kubawa. Kulihat Reni sedang asyik mengepel lantai sambil bernyayi kecil.

   "Dimana oma?" tanyaku pada pembantu muda itu, membuatnya kaget.

   "Kurasa dia di kamar sejak tadi."

Kulemparkan ransel itu di sofa, kemudian naik menuju kamar oma. Saat itu aku kaget luar biasa, melihat oma duduk dengan santai sambil menggunakan earphone dengan jus melon disebelahnya. Ia tampak santai menikmati lagu yang didengar melalui earphone nya sambil memejamkan mata.

    "Oma tidak sakit?" tanyaku  pelan. Namun ia tidak mendengar.

   "Ommmaa?" panggilku lebih keras seperti membentak. Barulah ia membuka mata dan melepaskan earphone nya.

Love MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang