Malam itu aku mengerjakan semua yang seharusnya dilakukan oleh Rendi. Aku tidak mempunyai waktu istirahat yang panjang karenya. Kaki ku pun bahkan sampai lecet karena sepatu yang terlalu lama kupakai melukai kulitku.
Setiap hari selalu sama. Sangat melelahkan."Diva." tiba-tiba terdengar suara pak Iwan memanggil saat aku tengah mengelap meja bartender. Aku segera menoleh dan memberi salam padanya.
"Terima kasih sudah datang. Aku salut dengan kerja kerasmu."
"Ah... Bapak terlalu memuji. Tentunya saya akan datang kalau bapak yang meminta."
"Kalau begitu saya minta kamu
Set-Up 20 meja dilantai 3."Aku bersyukur dalam hati. Untung hanya 20. Biasanya aku selalu Set-up hingga 100-200 Set-up an meja.
"Saya sendirian pak?"
"Tidak, diatas sudah ada Intan, Arya, dan Doni. Saya ingin kalian menyiapkannya sebaik mungkin dengan dekor yang menarik, beri hiasan diatas meja nya. Kalau perlu ganti pengharum ruangan dengan yang baru. Kau paham?"
"Iya pak, saya naik dulu kalau begitu."
"Ingat! Jangan menggunakan lift saat tamu ramai seperti ini."
Panjang lebar aku mendengar ucapannya membuat kepalaku sedikit sakit..
Aku tiba di lantai 3 setelah menaiki satu persatu anak tangga. Disana memang tidak ada tamu. Sepertinya tempat ini sudah disewa khusus untuk tamu istimewa pak Iwan. Tampaknya Intan Doni dan Arya sudah mulai bekerja. Aku segsra bergabung membantu mereka.
Aku mulai melipat napkin untuk diletakkan diatas meja itu.
Kulihat Doni sedang memasang hiasan lampu dan menyusun tanaman dalam pot untuk diletakkan disudut ruangan yang sudah hampir selesai. Meja sudah tersusun dengan rapi.Tak terasa semua pekerjaan sudah selesai dengan cepat. Hanya tinggal menunggu tamu itu datang. Merasa tak ada lagi pekerjaan, aku pun hendak turun meninggalkan temoat itu. Di lantai utama pasti semakin banyak tamu yang berdatangan.
"Mau kemana Div?" tanya Arya dan Intan hampir serentak.
"Kebawah. Kurasa pekerjaan disini sudah selesai."
"Tugas kamu sudah disini. Menyambut tamu VIP yang nanti akan datang. Jadi biarkan saja karyawan lain yang menguus dibawah."
Aku mengangguk. Mungkin sekarang saat nya duduk sebentar dan melepaskan lelah sembari menunggu tamu itu datang. Akhirnya aku duduk kali ini. Namun tidak bisa terlalu santai, CCTV diatas sudut ruangan terus mengintai.
Kulihat jatuhan daun kering jatuh di dalam pot. Aku mencoba mengambil nya untuk dibuang."Aaaargghhh."
Aku berteriak kaget hingga terduduk dilantai. Mereka bertiga tentunya kaget mendengar teriakanku. Mereka langsung menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi.
"Kenapa kamu berteriak, kalau ada yang mendengar selain kita bagaimana? Mereka akan terganggu."
Ucap Arya setengah berbisik. Intan dan Doni ingin tampak penasaran ingin agar aku segera menjawab. Namun aku terlalu lemas terduduk dilantai dengan tubuh gemetar dan ketakutan. Lidahku kelu hendak menjawabnya."Biar kuperiksa tanaman ini." kata Doni yang kemudian mendekati tanaman itu. Intan membantuku berdiri. Terlihat aksi Doni menemukan sesuatu pada sehelai daun, ia segera memetik daun itu.
"Cuma ulat." kata Doni dengan mengacungkan daun itu ke arah kami sementara aku segera menutup mata karena tak ingin melihat binatan yang bagiku sangat menakutkan itu.
"Jauhkan binatang itu, tolong!"
Pintaku pada Doni yang kemudian membuang ulat itu di tempat sampah tertutup."Ulat itu binatang yang sangat lucu loh Diva. Kenapa kamu takut?" tanya Intan.
Tapi tiba-tiba pintu ruangan di buka karena kedatangan pak Iwan yang akan memeriksa. Kami lamgsung berdiri tegap dan memberi salam padanya. Kucoba menghilangkan rasa takut ini lalu tersenyum."Tamu sudah ada di loby sebentar lagi sampai kemari. Lakukan pelayanan sebaik mungkin. Kalian paham?"
"Baik pak." kami menjawab serentak.
Pak Iwan lalu pergi dan kami memerikda kembali ruangan itu."Jangan takut. Ulatnya sudah tidak ada?" ledek Doni yang hanya kujawab dengan senyuman.
Tak lama, terdengar suara langkah sepatu yang serentak menuju ruangan itu.
"Tamunya datang." ucap Intan mengingatkan agar kami lebih siap menyambut nya.
Arya bersiap untuk membukakan pintu ketika mereka akan masuk. Sementara kami berdiri di belakang kursi dan siap memberikan pelayanan yang mereka butuhkan."Selamat datang di Alvina restoran. Silahkan menduduki tempat yang telah kami sediakan."
Ucap Arya dengan terus tersenyum pada tamu yang sudah tiba di ambang pintu. Aku kaget. Om Hendra dan Zaky yang meminpin rombongan itu. Mereka terlihat begitu rapi dan gagah. Aku masih tidak percaya dengan apa yang kulihat. Mungkin saja aku hanya berhalusinasi karena terlalu merindukan Zaky. Tapi ini nyata. Itu benar-benar dirinya.
Aku tidak mungkin memanggil atau menghampiri mereka. Itu akan terasa tidak sopan.
Om Hendra dan Zaky berjalan paling depan menuju tempat duduk diikuti 18 orang lainnya yang berjalan dibelakang mereka.Saat itu aku hanya berharap Zaky akan menoleh kearahku dan menyapa lebih dulu. Tapi apalah daya. Aku hanya seorang pelayan yang tidak mungkin akan di pandang seorang petinggi seperti Zaky. Saat di Himalaya tentu beda dengan di Jakarta saat ini. Sekarang aku tidak mungkin menjadi temannya.
Diantara mereka Aldo pun ada disana. Ia melihatku namun tak menyapa. Semua asyik menyantap hidangannya.
Tidak ada yang tau bagaimana perasaanku malam itu. Semua tercampur aduk. Senang dapat kembali melihat Zaky. Tapi sedih karena tak bisa menatapnya lebih dekat.❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Mistakes
RomanceTernyata benar bahwa waktu tidaklah berjalan. Tapi berlari dengan sangat cepat.