3

128 33 47
                                        

Iridescent
Aleiodeth©

|2773 kata|

❄----------❄

What the f***!!!

Apa-apaan ini? Aku masuk keruangan serba minimalis itu, orang-orang yang sedang berbenah menyapaku,  beberapa diantara mereka sudah ada yang tertidur lelap di atas ranjangnya, dan kudengar dua orang sedang menggunakan kamar mandi.

Astaga, tapi apa ini? Ada apa dengan tempat ini? Aku teringat beberapa saat yang lalu Garda baru saja meneriakiku dengan kalimat berakhiran ‘gender’ tapi ini, yang benar saja. Sungguh tak bisa di percaya bahwa restroom ini digunakan pria dan wanita dalam satu ruangan tanpa pembatas keras dan hanya di pisahkan tirai kelabu  –yang lumayan tebal rupanya-.

“Apa kau ranjang 16?” Seseorang menepukku dari belakang, gadis dengan rambut cokelat sebahu yang terlihat masih basah itu menatap datar padaku, lalu beralih pada kotak yang kubawa.

“Kurasa begitu.”

“Ah, kita bertetangga rupanya. Aku Ana dan kau—“ Dia mengulurkan tangannya.

“Panggil saja Ray.” Kupindahkan kotak itu dan segera membawanya dengan satu tangan, sementara tanganku yang lain menyambut ulurannya.

Dia menunjukkan padaku sebuah single bed dengan nakas kecil di samping kiri dan loker pakaian di sisi lainnya. Aku menata seragam baruku dan meletakkannya ke dalam loker dengan rapi, ada cermin kecil yang digantung di pintu dan sepasang sepatu boots dengan hak yang tak terlalu tinggi juga disedikan di sana.

“Apa kau tahu jika kaulah yang terakhir tiba diantara kita semua?” Ana mengusap kasar rambutnya yang setengah basah dengan  handuk yang baru ia ambil dari dalam lemari dan sepersekian detik kemudian ia merebahkan dirinya ke ranjang.

“Tidak, sampai kau memberitahuku.” Aku mengemas barangku dan melipat seragam sekolahku dengan rapi, meletakkannya di samping sepatu dan turut merebahkan diri ke ranjang. Masa bodoh dengan mandi, lagipula aku tak ada masalah dengan bau badan,  tidak mandi sehari bukan masalah buatku.

❄-----❄

Hari berganti, sayangnya aku tak menemukan cuitan burung atau silau cahaya mentari yang biasa membangunkanku di pagi hari. Dan yang lebih menjengkelkan, aku bangun dengan amat sangat terkejut karena alarm -yang lebih pantas disebut sirine- itu bergaung dengan sombongnya hingga membuat saraf antara gigi dan telingaku merasa ngilu yang luar biasa.

Lampu temaram, dinding kelabu, dan deretan ranjang menyambut pandanganku ketika membuka mata, beberapa Virion terlihat mengemasi tempat tidur dan sisanya melakukan peregangan otot di depan ranjang mereka. Aku segera beranjak, melakukan peregangan serupa agar ototku siap melewati entah apa yang akan terjadi nantinya, karena intuisiku berkata ini akan menjadi hari yang buruk.

Aku berinisiatif untuk menemui  Garda sejenak di kafetaria untuk sekedar menyapa ,tapi kuurungkan niatku setelah melihat dia dengan riangnya sedang bercengkrama dengan Cecilia, gadis rubah yang mengancamku kemarin. 

“Ray!” Ana menepuk punggungku –yang bisa di katakan memukul sebenarnya- dengan keras hingga aku sempat mengaduh sebelum melihatnya berlari terengah-engah menghampiriku.

IRIDESCENT : The HalcyonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang