"Only Us"

14 3 0
                                    

Note:

SET ON TRUE STORY BUT NOT ACCURATE

I'm sorry if my understanding will be a little wrong

.

.

.

.

.

"Only Us"

By AlfaRaika

.

.

.

.

.

Seharusnya, saat ini menjadi situasi membahagiakan, bagaimana Angkatan Moeda Kereta Api berhasil menduduki sistem perkereta apian dari jepang. Menubuhkan secara resmi Djawatan Kereta Api Indonesia di Jawa.

Ya, andai bila pengepungan yang dilakukan para sekutu tidak terjadi. Tanpa peringatan, para militer belanda menduduki tempat-tempat vital, termasuk pula stasiun kereta.

Berbondong-bondong tentara Negara mengungsi di pegunungan, sebab tak siap diserbu. Merangkak-rangkak di tanah, menyingkir dari sasaran peluru. Saling bahu membahu walau berakhir di tangan para sekutu.

Bersama seorang rekan, aku berderap. Terseok dengan sebelah kaki terkilir, meninggalkan jejak biru-ungu bengkak dipergelangan kaki. Tak jarang tersandung akar pohon atau jasad teman sebangsa berlumur luka tembak. Suara mesiu melebur oleh jerit putus asa. Beresonansi gila-gilaan. Membuat tuli pula kebas.

"Bung, pergilah. Aku sudah tidak punya harapan." Mendorong dengan sisa kekuatan, punggung rekan yang membantuku memanjat setengah gunung.

"Tidak bisa!" Tampiknya. Segera tersedak asap hitam lantaran membuka mulut lebar-lebar. "Lebih baik aku mati--"

Letusan senjata api memotong. Kali berikutnya kutemukan tubuh temanku ambruk. Darah merembes dari lubang di paha, dada, bahu juga kepala. Tidak sempat pula aku meratapi kematian seorang rekan, sudah diseret-seret bak hewan ternak ketanah lapang. Berkumpul dengan rekan-rekan lain yang bernasib serupa.

Lantas, kami digiring menuju sel. Diberi makanan sisa sehari sekali, kadang pula tidak sama sekali. Sampai kudengar desis ribut dibalik jeruji, mondar-mandir para sekutu berseragam tentara. Mengetuk-ngetuk jeruji dengan moncong senjata, berseru tentang para tawanan yang akan dipindahkan menuju daerah Surabaya.

Bersama ratusan orang, aku kembali digiring menuju stasiun pagi-pagi buta. Menatap goyah pada tiga gerbong kereta angkut barang beratapkan seng. Tanpa ventilasi, lubang udara maupun celah. Karena memang bukan diperuntukan untuk manusia.

Puluhan orang ditempatkan dalam satu gerbong. Mau tak mau saling berhimpit, hingga tak ada lagi ruang barang sekedar semut menyusup.

Jam demi jam, kereta tak kunjung bergerak. Sampai sang surya muncul malu-malu di cakrawala, barulah peluit khas tranportasi berbasis rel tersebut berdengung, merobek udara.

Sempit, sesak, pengap. Berpuluh orang saling berebut oksigen yang tak seberapa jumlahnya. Sulit bergerak walau hanya seukur jari.

Kian pelik tatkala matahari perlahan beranjak menuju takhta. Udara panas merembes lewat atap. Menguapkan udara bersih terakhir menjadi hawa panas menyengat. Serta merta membakar kerongkongan luar dalam.

SORRY (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang