[02] - What a Day

5.8K 550 56
                                    

🌊



Bunyi ombak dan desiran angin laut membangunkanku dari tidur.

Perlahan membuka mata, aku menemukan diriku hanya sendiri di kamar luas bernuansa pesisir, didominasi warna putih yang dipadankan dengan palet warna bumi untuk memberi kesan hangat. Sejuk angin menerpa kulit, membuatku kembali menarik selimut tebal untuk menutupi tubuh telanjangku.

Menikmati nyaman, pandangku mendarat pada jendela kaca raksasa di depanku, menemukan pemandangan indah yang selalu kujumpai setiap pagi saat aku bangun; laut biru dan hamparan pasir putih. Aku memang selalu tertegun kagum dengan keajaiban yang diciptakan Tuhan ini, selalu merasakan damai menyaksikan pecahan-pecahan ombak di bibir pantai, selalu bersemangat ketika menginjakkan telapak kakiku pada kasarnya pasir putih-salah satu alasan mengapa Taehyung berbaik hati membangun dan mendedikasikan rumah ini untukku. Menurutnya, rumah di tepi pantai adalah rumah impianku, rumah masa depan untuk tinggal dan menghabiskan waktu bersama dengan keluargaku.

Apakah Taehyung memang begitu mencintaiku?

Apakah ia begitu menggilaiku sehingga ia memberikan semua inginku? Mewujudkan segala mimpiku?

Apakah aku begitu berharga untuknya?

Ponselku berdenting, menandakan adanya pesan masuk, membuatku tersadar dari lamunan, menarikku kembali ke realita dari pertanyaan-pertanyaan yang hampir saja memicu kalutku. Meraih gawai pipih itu dari atas nakas di samping ranjang, aku menemukan pesan dari Taehyung

From: Taehyung
Love, maaf meninggalkanmu. Aku ada meeting penting. Aku akan pulang lebih awal.
I love you, and miss you already, beautiful.

Ujung-ujung bibirku tak kuasa menyimpul senyum, dadaku menghangat, seluruh tubuhku rileks. Mungkin memang benar, bahwa Taehyung begitu mencintaiku.

Tak ingin kembali berdiam diri dengan kemungkinan besar datangnya pertanyaan-pertanyaan yang pasti akan memupuk raguku, aku bergegas bangkit meninggalkan ranjang hangatku, berpaling dari panorama yang terus saja memanggil meminta perhatianku. Pun waktu yang tertera pada layar ponsel sudah menunjukkan pukul sembilan, aku memiliki jadwal berkunjung dokter yang sudah kulakukan secara rutin setiap minggu selama tiga bulan terakhir.

Seperti biasa, waktu mandiku sangat singkat. Aku tidak ingin berlama-lama, sengaja agar tak larut termenung dalam guyuran atau rendaman air yang bisa memunculkan kembali pikiran-pikiran berisi kebimbangan yang sungguh sangat menyiksa. Lantas, setelah usai dengan semua rutinitas sehabis mandi, aku membalut tubuhku dengan summer dress semata kaki tanpa lengan dan menguncir surai panjang bergelombangku untuk menghindari gerahnya musim panas, tak lupa dengan poles tipis di wajahku untuk menyamarkan bukti bahwa aku mengalami kesulitan tidur beberapa hari terakhir.

Langkah kakiku begitu laju keluar dari kamar menuju ruang makan, berharap bisa menemukan sarapan kesukaanku untuk mengisi perut yang sedari tadi sudah berteriak kelaparan. Aku melewatkan makan malamku karena yang kuputuskan untuk kukenyangkan semalam hanyalah hasrat untuk menyentuh Taehyung. Bukannya aku mengeluh, tapi aku benar-benar ingin melahap sesuatu saat ini.

Rumah ini terlampau besar, membutuhkan waktu beberapa menit untuk tiba ke ruang makan. Namun aku telah terbiasa, justru menikmati perjalanan singkatku dengan memandangi deretan bingkai-bingkai foto yang terpampang pada dinding koridor, sengaja dipasang Taehyung seperti rentetan cerita; dimulai dari foto saat pertama kali kami berkencan, diikuti dengan puluhan memori yang tak bisa kuingat namun sukses diabadikan, dan berakhir dengan potret pernikahan yang selalu membuatku tersenyum lebar ketika menatapnya.

Kami terlihat sangat bahagia.

Aku terlihat sangat bahagia.

Ini adalah bukti bahwa aku benar-benar mencintainya, bukan?

✔️ The Painful Truth [PDF Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang