[04] - The Kiss

4.4K 486 71
                                    

Amnesia jahanam.

Umpatan itu layaknya telah terprogram, selalu terucap dalam hati setiap kali usahaku berbuah kegagalan meski aku sudah susah payah mengingat. Harusnya tak ada lagi protes, ini bukan pertama kali. Nyatanya, tak ada upayaku yang berhasil, bahkan satu adegan kecil tentang masa laluku tak pernah singgah sekeras apa pun aku mencoba.

Kecuali mimpi semalam. Yang kuyakini adalah potongan kehidupanku dulu, karena terasa begitu nyata walaupun datang begitu tiba-tiba, tak terduga, tanpa harus membuatku ketakutan dan dilanda panik dalam prosesnya. Seandainya mimpi seperti itu datang lebih sering.

Namun, pun jika semesta mengijinkan mimpi-mimpi seperti itu mampir, apakah aku bisa memprosesnya dengan baik? Apakah aku cukup kuat mencerna hal-hal asing itu di dalam kepalaku? Ditambah dengan masalah-masalah baru yang suka tak suka telah menjadi entitas kalutku; Kim Seokjin yang membenciku, gadis cantik di kafe yang sapaannya menyulut kekacauan mentalku, dan tentu saja pertengkaran Taehyung dan Jungkook yang sukar untuk kumengerti.

Taehyung kembali dengan langkah gontainya semalam, dengan dengusan lelah yang sungguh menyakiti hatiku, lalu ia memelukku yang berpura-pura terlelap. Ia mendekapku erat sambil menangis pelan agar tak membangunkanku. Permintaan maaf tak putus dibisikkannya, bersama dengan ucapan-ucapan pengakuan bahwa ia begitu mencintaiku, memohon agar tak kutinggalkan. Namun aku tak bergeming, terus melakukan peran hingga akhirnya tidur benar-benar mencuri kesadaranku.

Pagi ini Jungkook pun tak menampakkan diri. Aku tak menyalahkannya, tak yakin jika ia akan datang setelah peristiwa semalam. Namun, sampai kapan? Apakah ia akan mengabaikanku selamanya?

"Kau baik-baik saja?"

Pria tinggi berlesung pipit yang bertanya padaku sambil tersenyum adalah Kim Namjoon. Dokter Kim Namjoon. Ia yang memberiku bantuan medis untuk menunjang kesembuhanku. Bahkan setelah fisikku pulih, aku terus mengunjunginya. Karena sakit pada tubuhku tak seberapa dibandingkan gangguan pikiran yang menolak meninggalkanku.

Kim Namjoon adalah dokter jenius. Atas permintaan Taehyung, Kim Namjoon pun berperan sebagai psikiater khusus untukku. Dengan keahliannya, ia berusaha membantu menangani masalah emosionalku. Keprofesionalannya membuatku cukup nyaman bercerita padanya, tanpa harus takut untuk menerima tatap penilaian yang bias dan mengganggu. Ia mendengar keluhku-segala keluhku-tanpa menghakimi, bahkan memahami kebutuhan anehku, seperti ketergantungan bercinta dengan Taehyung sebagai upaya sistemku membantuku bertahan dari serangan panik yang begitu keji menyiksaku. Tak ada rasa malu, tak ada rasa takut.

Taehyung adalah kebutuhan yang tidak bisa kuhindari, aku bisa mati tanpanya. Pun dengan Jungkook, aku sangat menyayanginya, tidak bisa membayangkan menjalani hari-hariku tanpanya. Namun, tak mungkin aku mencurahkan segala isi hatiku pada kedua orang yang adalah semesta bagiku. Aku yakin Taehyung akan ikut bersedih dan menyalahkan dirinya sendiri. Sedangkan Jungkook, dengan tabiatnya, ia pasti akan menanggapi dengan amarah yang berlebihan pada siapa pun yang dianggapnya menjadi akar masalah, terkecuali diriku.

Hanya pada Kim Namjoon aku bisa.

"I wish I am," jawabku sejujurnya.

Aku kembali memposisikan tubuhku lebih nyaman di atas sofa milik Kim Namjoon, menikmati interior ruangan kliniknya yang dibuat sedemikian nyaman layaknya ruang keluarga. Dekorasi-dekorasi sederhanan namun elegan selalu menjadi objek kekaguman bagi pandangku, favoritku adalah satu tanaman bonsai yang diletakkan di atas meja, selalu menjadi fokus tatapku.

"Tell me about it," ucapnya santai, menyilangkan kaki jenjangnya di atas kaki yang lain, tangannya memegang cangkir teh, sesekali menyesapnya.

Aku menarik napasku panjang dan dalam. Mana yang harus kuceritakan padanya terlebih dahulu?

✔️ The Painful Truth [PDF Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang