[05] - Kim Jisoo ⚠️

5.6K 472 82
                                    

⚠️⚠️⚠️

This chapter contains mature contents. Please be wise on choosing your reading materials.TW // PTSDTW // Amnesia
TW // Mention of Killing or Murder
CW // Sex Scenes
CW // Harsh Words





💜💜💜



Sudah lebih dari dua minggu.

Sudah lebih dari dua minggu semenjak kejadian malam itu. Lebih dari dua minggu juga kujalani hari-hariku tanpa presensi Jungkook. Ia tak berkunjung, pun telepon dan pesan darinya tak kunjung menyambangiku. Mengejutkan saat aku tak mencarinya, meski setiap saat keinginan untuk mengirimkan pesan padanya dan memintanya datang selalu ada. Aku berusaha memahami keputusannya, dan ada bagian kecil dari diriku yang belum siap untuk bertemu, terlebih dengan fakta di depan mata yang ingin skali ingin kumintakan penjelasan padanya.

Mengapa ia menciumku?

Dengan menghilangnya Jungkook, tersesat juga sebagian dari diriku yang sudah terbiasa dengan eksistensi pria bergigi kelinci itu.

Tidak ada lagi hari-hari yang penuh dengan petualangan. Tak ada lagi pancake strawberry setiap pagi, dan es krim susu usai makan siang. Tak ada lagi keluhan kesal menggemaskan ketika mengunjungi kafe langgananku. Tak ada lagi bermain di pantai, mengejar ombak dan membuat istana pasir. Tak ada lagi yang menyuapi sambil memarahiku ketika aku tak menghabiskan makananku. Tak ada lagi yang membujukku saat aku berpura-pura menangis.

Aku pernah berucap bahwa aku tidak bisa membayangkan hari-hariku tanpa Jungkook. Dan sekarang saat ia tak ada, perkataanku terbukti benar, bahwa aku merasa seperti ada kekosongan dalam diriku. Setiap pagi ketika bangun, aku merasa tidak siap untuk melewati hari. Menjalani aktivitasku pun rasanya hampa, juga melelahkan, karena aku terus mempertanyakan kebenaran akan hal-hal yang kulakukan. Dan di permulaan malam, kantuk tak kunjung menghampiri karena kepalaku sibuk memikirkan esok yang akan kulalui tanpa Jungkook.

Jungkook seakan menjadi kompas bagiku. Ketidakhadirannya membuatku hilang arah.

Aku merindukannya.

Sangat merindukannya.

Aku tak pernah secara terang-terangan memperlihatkan kerinduanku padanya pada orang lain, terlebih pada Taehyung. Meski aku yakin Taehyung tetap menyadari perubahan sikapku. Sama seperti Jungkook, ia terlampau peka. Beberapa kali ia berusaha untuk menanyakan keadaanku, namun aku selalu tersenyum, berusaha meyakinkannya bahwa aku baik-baik saja.

Begitu besar inginku untuk mencurahkan seluruh isi hatiku pada Taehyung, ingin memberitahu betapa tersiksanya aku tanpa Jungkook, ingin merengek agar ia membawakan Jungkook untukku, namun aku mengerti perasaannya. Aku paham sakitnya Taehyung menyaksikan Jungkook menciumku, meski aku yakin itu adalah sebuah kesalahpahaman. Taehyung memiliki hak untuk marah dan kecewa terhadap siapa pun yang berlaku lancang terhadap istrinya, sekalipun itu adiknya sendiri-terutama jika itu adiknya sendiri.

Taehyung tak pernah membahas Jungkook dan kejadian malam itu. Aku pun berharap ia tak menyadari bahwa aku mengetahuinya.

Yang bisa kulakukan sekarang adalah menunggu Jungkook untuk kembali, sambil menikmati perhatian lebih yang Taehyung berikan untukku.

Seks yang telah menjadi distraksi terbesarku, kini seakan menjadi satu-satunya tempat terhebatku untuk lari. Dorongan seksual semakin kuat seiring celengan takut dan kalut semakin terisi kala Jungkook menghilang. Candu menggerogotiku, sentuhan Taehyung layaknya penawar bagi jiwaku yang sakit.

Erangan Taehyung begitu memikat, ditambah bunyi cepakan pertemuan kulit yang mengalun layaknya musik yang menghibur telingaku. Ia sedang menyetubuhiku di atas meja kerjanya, menindihku dan terus menyerangku dari belakang, sembari mulutnya menginvasi setiap kulit punggungku, menambah tanda kepemilikan yang sudah ia tinggalkan sebelum-sebelumnya.

✔️ The Painful Truth [PDF Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang