Lucky day!

63 12 6
                                    

Zafran!" Yang dipanggil tengah asyik bercanda. Suasana kelas 12 IPS 3 memang begitu. Berisik, rusuh dan sama sekali jauh dari kata tenang. Biang biang siswa anarkis memang ada disini.

Pak Angga-guru bahasa Inggris kelas IPS 3 itu akhirnya menghela nafas berat. Baru beberapa menit di kelas ini, ia sama sekali tidak mendapatkan respon yang manis. Justru malah sebaliknya.

Merasa tidak di respon, Pak Angga maju dengan niat menjewer anak muridnya yang kelewat badung itu. Saat ini, ia tengah bernyanyi sambil me-nggendang gendang  meja seperti orang lupa daratan. Zafran tertawa bersama Zaki, Lukman dan Daniel. Sahabat sahabat Zafran.

"Aku mah apa atuh... Cuma Seling-"

"Hae Hae Hae!"

"Ya ya ya ya... Jos!"

Keseruan mereka akhirnya berakhir ketika tiba tiba pak Angga muncul dibalik punggung Zafran.

Satu tangan menarik telinga Zafran  kasar. "Anjir!" Reflek Zafran mengumpat. Jeda berapa detik ia  sadar yang menjewer bukan salah satu dari teman sekelasnya, ia nyengir kuda.

Dihadapannya saat ini adalah Pak Angga, guru sejuta wibawa.

Laki laki berusia kepala empat itu menatap nya garang. Wibawa guru bahasa Inggris itu memang tidak pernah turun nampaknya. Zafran sendiri suka bergidik ngeri jika ditatap sangar oleh pria paruh baya yang berstatus gurunya itu.

Jangan tanya dimana letak wibawa seroang pak Angga. Laki laki dengan usia kurang lebih hampir memasuki kepala empat itu memiliki rambut dengan sisiran yang rapi dan
.. Rambut nya hitam legam!

Dan jangan lupakan soal kumis beliau!

Beliau punya kumis yang subur yang berwarna sama dengan rambut di kepalanya. Seperti nya kumis itu hanya dirapikan sedikit tanpa dihilangkan. Agar wibawa guru satu ini tidak turun. Ya memang betul. Melihat Pak Angga rasanya gimana.... Gitu.

"Ampun pak" bukan Pak Angga banget jika meloloskan kesalahan anak muridnya. Ia menarik telinga Zafran dan menyeret paksa langkah si manis kereta api itu.

Seisi kelas cekikikan melihat Zafran diperlakukan demikian. Zafran memang begitu. Dingin pada semua orang kecuali pada tiga sahabatnya. Lukman, Zaki dan Daniel.

Catat! Hanya mereka! Selebihnya ia seolah robot yang punya mesin pengatur.

Jika dihadapan Zaki, Daniel, Lukman tertawa. Saat pulang ke rumah tiba tiba datar. Begitu pula jika bertemu dengan teman teman lain. Wajahnya keras seperti batu. Sikapnya dingin seperti gunung aconcagua. Tau gunung aconcagua? Gunung itu sangat dingin! Bahkan katanya, kadar oksigen di sana sedikit. Maka dari itu gunung itu apabila di daki  mematikan banyak jiwa.

Sama dengan Zafran. Barangsiapa yang berani mendekatinya,hanya cukup ia mengeraskan wajah, kalian sudah tau. Dia dingin sekali.

Apalagi jika melayangkan pukulan. Yasudah sampai situ saja. Tidak ada lagi yang berani.

Seantero siswa SMA tau bahwa Zafran itu ketua karate di sekolahnya. Jadi lah, hanya sekali tatap mereka langsung mundur . Tidak sopan rasanya mencicipi pukulan laki laki dingin itu.

"Ampun pak!" Ringis nya penuh permohonan. Telinganya terasa sudah panas dan perih.

Dan tiba tiba dilepas oleh pak Angga kasar. Mereka ada di depan kelas saat ini. Zafran memandang lurus ke arah koridor dengan wajah datar super sengak nya. Ia akan memasang kuping untuk Pak Angga yang pastinya akan memberi hukuman.

Laki laki paruh baya dengan wibawanya itu tampak berfikir sejenak.

Satu dua tiga detik, Zafran mulai bosan.

IndifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang