"Ra?"
"Astaghfirullah!"
Zhafira menepuk nepuk pelan kepalanya. Mata gadis itu terpejam seketika. Entah malu, atau saking shocked nya gadis itu,yang jelas bukanya merasa bersalah karena telah membuat anak orang jantungan, Zafran justru tersenyum senang.
"Hh.. iya kenapa?" Tanya nya tanpa mengalihkan tatapannya pada buku dihadapan gadis itu.
"Boleh duduk disini?" Bukanya menjawab, laki laki itu justru balas bertanya. Pertanyaan Zafran membuat Zhafira berfikir sejenak. Seperti mendapat alarm tanda bahaya dari dirinya, Zhafira sempat melihat Zafran untuk sesaat. Gadis itu menangkap senyum yang luar biasa manis pada wajah laki laki keturunan Jawa itu. Sejenak rasanya ia ingin menggeleng. Tapi sesaat kemudian ia memilih untuk mengangguk.
Lagi pula, siapa dirinya melarang Zafran untuk duduk di salah satu bagian dari gedung sekolah ini? Sekolah ini kan milik negara.
Baru saja Zafran duduk, Zhafira bangkit dan membereskan beberapa buku bukunya.
"Lah lah mau kemana?"
"Ke kelas" Jawab Zhafira singkat.
Zafran meneguk liurnya pahit. Zhafira seperti bukan Zhafira yang Ia kenal. Sosok friendly gadis itu lenyap begitu saja. Parahnya lagi, wajah yang biasanya selalu menampilkan senyum yang paling Ia suka, juga hilang.
"Ra?" Entah sejak kapan tapi biasanya Ia memanggil Fira dengan panggilan Fir, dan kini Ia memanggilnya Ra.
"Gue mau ngomong sama lu" Baru saja hendak berjalan meninggalkan ruangan yang dipenuhi buku buku itu, Fira mengurungkan niatnya.
"Apa?"
"Duduk dulu.." Zafran menunjuk kursi yang ada dihadapannya dengan dagunya. Namun tak semudah itu gadis bernama Aulia Hilmi Zhafira untuk mematuhi dirinya.
"Penting ya?" Tanya Fira lagi.
"Lebih dari penting" Zhafira mengehela nafas sebelum akhirnya kembali meletakkan bukunya diatas meja, lalu memposisikan dirinya untuk duduk.
Qadarullah, meja yang menghalangi menghalangi mereka cukup panjang. Sehingga membuat Fira sedikit merasa lega.
Dengan ujung matanya, Fira melirik pak Ahmad yang masih duduk dibalik meja jaga Perpustakaan. Setidaknya memastikan agar syaitan tidak mudah masuk. Fira serahkan semua pada Allah.
"Lima menit ya..." Pinta Fira. Kali ini nada ketus nya hilang.
"Hah? Sepu-"
"Lima atau enggak sama sekali" tawarnya. Dan suara dingin itu kembali tertangkap telinga Zafran.
Jantung Zafran bekerja dengan tidak semestinya.
Oke Zaf. Biasanya lu dikejar. Dan sekarang Lo yang harus berjuang!
"Mm..."
"Ra..."
"Iya?"
"Mm..." Zhafira memutar bola matanya jengah. Laki laki yang dihadapannya ini sebenarnya kenapa?
"Lima menit" Desak Fira akhirnya karena Zafran tak kunjung membuka suara.
Gila ni cewek!
"Ra gue tau ini mendadak. Tapi... Gue..."
Mendadak? Apa maksud dari kata mendadak?
IQ tinggi Zhafira seakan sulit mencerna kata kata Zafran. Jujur saja, dari awal kedatangan laki laki dengan gelagat anehnya itu cukup untuk membuat dirinya cemas. Katakan saja Ia geer. Tapi bukankah hal yang aneh jika Zafran terus terusan menganggu dirinya. Ralat. Pikirannya. Belum lagi opini Rissa tentang Zafran yang mengatakan bahwa cogan seribu julukan itu memiliki ketertarikan dengannya. Jadi jangan salahkan Fira jika saat ini ia cemas. Atau lebih tepatnya geer.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indifferent
Teen FictionAda dua wanita yang sangat Zafran cintai di muka bumi ini. Pertama jelas adalah ibunya. Namun Allah mengambilnya ketika Zafran belum sempat mengucapkan kata maaf. Kehilangan ibunya adalah hal yang paling berpengaruh dalam kehidupannya. Semula, Zaf...